Menjelajah Dunia — Bab 1

Antara Ada Dan Tiada, Kesepakatan Baru

Saat ini sebuah impian seolah-olah sedang menuju ke titik nol bagi Zhang Wuji. Pengkhianatan oleh Zhu Yuanzhang, Chang Yuchun dan Xu Da sama sekali di luar dugaannya. Impiannya tentang negara yang aman dan damai sepertinya makin menjauh. Kalau orang seperti Zhu Yuanzhang dibiarkan memimpin, maka ia bisa melupakan tentang ‘aman dan damai’.

Kemunculan Zhou Zhiruo sungguh-sungguh menambah rumit pikirannya, mendadak angan-angannya seakan tak satupun bakal terwujud. Tapi di luar dugaannya, saat ini Zhao Min terlihat jauh lebih tenang, bukan seperti ketika bersitegang dengan Zhou Zhiruo pada saat mereka ada di Haozhou sebelumnya, bahkan di sudut bibirnya seperti ada senyum samar. Ia agak curiga.

Saat itu Zhou Zhiruo mengalihkan pandangannya kepada Zhao Min sambil tersenyum. “Meizi1, menurutmu apa yang akan dilakukan Xiao Yinzei2 ini selanjutnya?”

“Melihat gelagatnya,” sahut Zhao Min dengan senyum nakal, “kurasa dia ingin bertanya kepada Xiao Zhao.” Ia memungut kuas Zhang Wuji yang jatuh ke meja, mengambil sehelai kertas kosong, lalu menggambar sebuah karakter dengan huruf besar. Kaligrafinya sangat indah.

Zhang Wuji tercengang. “Kosong3?” gumamnya, membaca karakter itu. “Apa maksudnya?”

Zhao Min tersenyum lagi, ia melirik Zhou Zhiruo penuh arti. “Tidak ada,” jawabnya. “Tepat seperti yang kau baca, aku hanya menuliskan apa yang kulihat di wajahmu saat ini.” Ia meletakkan kuasnya dan memperlihatkan kedua telapak tangannya. “Dan juga kedua tanganku ini sekarang. Coba lihat, tanganku pun kosong. Aku sudah mengatakan permintaanku yang ketiga, aku tidak punya permintaan selanjutnya.”

Mendadak Zhou Zhiruo tertawa keras-keras. “Sepertinya kita bertiga sama sekarang,” katanya dengan nada misterius.

Zhang Wuji dan Zhao Min menatapnya dengan pandangan bertanya.

Zhou Zhiruo menarik nafas panjang dan menghembuskannya lagi, wajahnya yang cantik bersinar cerah, matanya berbinar dengan tatapan lembut. Zhang Wuji teringat suatu sore di tepian Sungai Han, ia melihat Zhou Zhiruo yang saat itu masih anak-anak sedang menolong seekor kelinci yang terluka. Saat ini ia terlihat sama seperti sosoknya ketika masih kecil itu. “Jangan melihatku seperti itu,” kata Zhou Zhiruo dengan lembut. “Kalian tahu sendiri, aku merasa lega setelah bertemu dengan Yin Li. Kong Wen Dashi juga memberiku banyak pengertian. Jadi bebanku tiba-tiba hilang, tanganku juga kosong.”

“Tapi kau masih punya sebuah permintaan untuk Xiao Yinzei ini,” kata Zhao Min.

Zhou Zhiruo menatapnya dengan lembut. “Begitukah?” katanya. “Kalian tidak usah merasa tegang begitu. Satu hal lagi, saat ini aku juga baru menyerahkan posisi Zhangmen kepada Jingxuan Shijie, jadi tanganku memang kosong.”

Zhao Min dan Zhang Wuji terkejut. “Mengapa?” tanya keduanya, hampir bersamaan.

“Setelah melihat Yin Li, aku tiba-tiba merasa selama ini — sejak aku menerima perintah Shifu untuk memegang jabatan Emei Zhangmen itu — aku ternyata sangat lelah. Kalian tanya ‘mengapa?’, aku juga tidak bisa menjawabnya. Tapi kita punya banyak waktu untuk merenungkan pertanyaan sederhana ini — mengapa.” Ia mengalihkan pembicaraan, “Wuji Gege, kurasa sebaiknya kau langsung saja menemui Yang Zuoshi untuk membicarakan soal pengunduran dirimu itu, kali ini mereka tidak akan bisa menolak pengunduran dirimu lagi. Aku dan Zhao Meizi akan menemanimu ke sana.” Ia menatap Zhao Min seolah minta persetujuan.

Zhao Min mengangguk. “Kau masih belum menceritakan tepatnya apa yang terjadi setelah kita dicekoki obat oleh Si Keparat Zhu Yuanzhang itu.” katanya kepada Zhang Wuji. “Tapi aku bisa menebaknya, itu tidak sulit.”

Zhang Wuji segera menceritakan apa yang didengarnya ketika Zhao Min masih pingsan oleh pengaruh arak yang dicampur obat bius dari Zhu Yuanzhang. Ia mengakhiri ceritanya dengan menghela nafas panjang sambil menggelengkan kepalanya, “Tak kusangka tahta dan kehormatan bisa mengubah manusia yang tadinya baik menjadi seperti ini.” Ia masih teringat ketika berada di kediaman Hu Qingniu, di Lembah Kupu-kupu bersama Chang Yuchun.

Zhou Zhiruo tampak menerawang, alisnya menyatu, ia sedang berpikir keras. “Ini tidak mungkin,” gumamnya. Ia menatap Zhang Wuji dan Zhao Min sambil berkata, “Chang Yuchun adalah teman baik ayahku, aku sudah lama mengenalnya, meskipun belum pernah terlalu dekat tapi ia sering mengunjungi keluargaku. Chang Yuchun bukan orang seperti ini. Ini sama sekali salah.” Mukanya terlihat penuh keyakinan.

“Wuji Gege,” kata Zhao Min, agak mendadak. Ia menatap Zhang Wuji dengan pandangan menyelidik. “Kau yakin mereka bermaksud membunuhmu — membunuh kita berdua?”

Zhang Wuji tersadar, ia berpikir sejenak sebelum berkata, “Mereka memang tidak pernah menyebut nama… dan rasanya mereka memang hanya bicara tentang membunuh satu orang… Tapi kalau bukan aku, lalu siapa lagi yang mereka maksud?”

“Ah!” seru Zhou Zhiruo. “Tadi kau bilang kalian sempat bertemu dengan Han Lin’er di situ?”

“Betul,” kata Zhang Wuji. “Aih, pengkhianat Zhu ini… entah berapa banyak orang lagi yang diincarnya?”

Tiba-tiba Zhao Min menampar pinggiran meja keras-keras. “Itu dia!” serunya. “Han Lin’er! Mereka…”

Zhou Zhiruo menyelesaikan kalimat itu, “Mereka sebentar lagi akan membunuh Han Lin’er!” Kedua wanita itu bicara hampir bersamaan. “Atau tepatnya Zhu Yuanzhang yang bermaksud menyingkirkan Han Lin’er,” lanjut Zhao Min. “Tapi mengapa dia harus melakukan hal ini?”

Zhang Wuji menghela nafas. “Aku tahu soal ini,” katanya. “Sebetulnya ini masalah internal Ming Jiao, tapi setelah ini aku bukan lagi Jiaozhu, apa salahnya kalian tahu. Mungkin kalian bisa membantuku mengusut kasus ini. Zhu Yuanzhang bermaksud menduduki posisi Han Shantong, karena itu ia ingin menghabisi Han Lin’er.”

“Jangan buang waktu lagi,” kata Zhao Min sambil meraih pedangnya dan menyelipkannya di ikat pinggang. “Wuji Gege, sekarang juga kita harus menemui Yang Zuoshi4.”

Mereka bergegas menuju ke markas besar Ming Jiao di Haozhou dan melakukan pembicaraan tertutup dengan Yang Xiao dan Fan Yao. Zhang Wuji melibatkan kedua wanita itu dalam pembicaraan mengingat Zhao Min juga secara langsung terkena dampak dari urusan ini. Zhou Zhiruo tidak asing dengan orang-orang Ming Jiao, karena sebelumnya ia sempat bertunangan dengan Zhang Wuji, semua orang sampai sekarang masih bersikap hormat kepadanya.

Ketika membaca surat pengunduran diri Zhang Wuji, yang sekaligus penunjukkannya sebagai Jiaozhu, Yang Xiao berlutut dengan tangan kanan di dada. “Jiaozhu,” katanya. “Shouxia5 tidak berani menerima tanggung jawab ini. Sekarang ini kita sedang dalam situasi sangat menentukan, perubahan mendadak bukan hal yang baik. Di samping itu, kehadiran Jiaozhu masih sangat diperlukan oleh Ming Jiao saat ini.”

“Yang Zuoshi,” kata Zhang Wuji sambil mengangkat lengan Yang Xiao untuk membantunya bangkit. “Aku sejak awal sudah mengatakan hal ini. Suatu hari nanti aku pasti akan mengembalikan posisi Jiaozhu ini kepada salah satu dari kalian. Aku tahu saat ini kita masih jauh dari angan-angan yang ingin kita capai, tapi aku tidak lagi bisa mentolerir Zhu Yuanzhang ini, meskipun begitu aku tahu bahwa orang ini sangat kita perlukan. Justru karena inilah aku memilih untuk mengundurkan diri.” Ia mondar-mandir dua kali di depan Yang Xiao, lalu berkata lagi, “Baiklah, untuk sementara kita tunda dulu masalah pengunduran diriku. Yang terpenting saat ini adalah kita harus segera menyelamatkan Han Xiongdi.”

“Jiaozhu,” sela Fan Yao sambil berlutut di samping Yang Xiao. “Sebelum ini Shouxia mendapat laporan…”

Kalimatnya terpotong oleh ketukan di pintu, seorang murid Ming Jiao dari faksi Panji Air masuk dan berlutut dengan tangan di dada ke arah Zhang Wuji, lalu berkata, “Lapor, Jiaozhu! Qizhu6 menitipkan surat dari Zhou Daxia7.” Ia menyodorkan surat yang dimaksud dengan kedua tangannya.

Zhang Wuji buru-buru menerima dan membaca surat itu, lalu ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan muka penuh kelegaan. Ia menyodorkan surat itu kepada Fan Yao dan Yang Xiao supaya mereka bisa membacanya sendiri. Surat itu isinya sangat pendek, dan rupanya ditulis dengan buru-buru dan diikatkan ke kaki burung merpati. Intinya adalah Zhou Dian memergoki penahanan Han Lin’er yang dipandangnya tidak masuk akal, dengan segera ia bertindak sendiri untuk menculik Han Lin’er dari tahanan tanpa melakukan apa-apa terhadap Zhu Yuanzhang dan jajarannya karena ia tidak tahu bagaimana memutuskan perkara ini. Sekarang ia sedang membawa Han Lin’er untuk mencari tempat persembunyian yang aman, tanpa diketahui para pejuang Ming Jiao yang lain. Merpati yang membawa surat itu adalah alat komunikasinya dengan para pemimpin Panji Lima Elemen8.

Zhang Wuji, Yang Xiao dan Fan Yao tahu bahwa Zhou Dian tidak pernah menyukai Zhu Yuanzhang, dan ia seringkali bersikap kasar, meskipun hanya bercanda, kepada orang itu. Tapi mereka tahu sekarang ini tindakan Zhou Dian sangat tepat, dan beberapa pemimpin Panji Air adalah sahabat setia Zhou Dian. “Berapa orang yang tahu tentang surat ini?” tanya Zhang Wuji.

Anggota Panji Air itu agak bingung, ia tampak kehilangan kata-kata untuk menjawab. Tiga detik kemudian ia membuka mulutnya, “Shouxia menerima tugas untuk menyampaikan surat ini langsung dari Qizhu.” Ia tampak menunggu pertanyaan selanjutnya dari Zhang Wuji. Tetapi Zhang Wuji berkata, “Baik, kau bisa kembali.”

Dengan lega anggota Panji Air itu mengundurkan diri.

“Yang Zuoshi,” kata Zhang Wuji setelah utusan itu pergi. “Apa pendapatmu?”

Yang Xiao berdehem, lalu berkata dengan hati-hati, “Ini memang tulisan tangan Zhou Xiong, dan Shouxia yakin tidak ada orang lain lagi yang tahu berita ini kecuali ketua panji mereka, tidak juga para ketua atau anggota panji lainnya.”

“Kalau begitu untuk sementara Han Xiongdi akan tetap aman,” kata Zhang Wuji. “Sekarang mengenai tuduhan kolusi itu sendiri. Ini agak sulit untuk dipercaya.”

“Betul,” kata Fan Yao. “Dan agak aneh. Karena timbulnya cerita di kalangan rakyat tentang Han Shantong yang adalah titisan Buddha itu sebetulnya juga adalah karangan Zhu Yuanzhang, dan justru dialah yang mendorong sampai cerita ini meluas. Dan sekarang mengapa Han Lin’er malah berkhianat, ketika perjuangan kita sudah sangat dekat dengan kenyataan?”

Sekali lagi Yang Xiao berdehem, lalu berkata dengan nada rendah dan perlahan-lahan, “Mengenai Xu Da dan Chang Yuchun. Ini…”

“Nah, aku tahu,” kata Zhang Wuji. “Xu Dage pernah menolong aku sendiri dan Buhui Mei Mei ketika dalam perjalanan untuk mencari Yang Zuoshi. Chang Dage malah menolongku dengan membujuk Hu Xiansheng untuk mengobati aku. Kedua orang ini sungguh tidak mungkin mengkhianati aku, tadinya aku sendiri pun sempat berpikir mereka berkhianat. Tapi setelah tahu bahwa sasaran mereka ternyata Han Xiongdi, dan bukan aku, berarti mereka bisa jadi bahkan tidak tahu aku saat itu ada di Haozhou. Mereka bersedia mengikuti arahan Zhu Yuanzhang adalah karena kuatnya bukti-bukti palsu yang diajukan Zhu Yuanzhang untuk menuduh Han Xiongdi.”

“Jiaozhu,” kata Yang Xiao dengan hati-hati. “Meskipun Xu Da dan Chang Yuchun hanya mengikuti perintah Zhu Yuanzhang, tetapi yang mereka tangkap tetap adalah atasan mereka dengan kedudukan lebih tinggi dibanding Zhu Yuanzhang sendiri. Menurut Shouxia hal ini tetap tidak boleh kita biarkan begitu saja. Lama kelamaan setiap pemimpin cabang dari Ming Jiao akan merasa boleh bertindak sesuai keadaan meskipun mereka sedang melawan atasan mereka sendiri…” Ia berhenti sejenak sambil memandang Zhang Wuji seolah minta persetujuan untuk meneruskan.

Zhang Wuji mengalihkan pandangannya kepada Fan Yao, ia bertanya, “Fan Youshi, menurutmu bagaimana?”

“Mengikuti pandangan Yang Xiongdi,” kata Fan Yao dengan agak hati-hati. “Kalau kita ingin menghukum Chang Yuchun dan Xu Da, mau tidak mau kita akan terpaksa membongkar kedok Zhu Yuanzhang. Ini justru akan membuatnya lebih waspada.”

Tiba-tiba Zhao Min menyela, “Shifu,” katanya. “Aku tahu saat ini Keparat Zhu ini punya banyak kaki tangan sendiri di kubu Ming Jiao, kau takut begitu kalian membongkar kedoknya, ia akan langsung membawa lari para pengikutnya dan meninggalkan kalian?”

Kata-kata ini terasa agak kurang sopan, tetapi sungguh tepat sasaran. Memang itulah yang dikuatirkan oleh Fan Yao dan Yang Xiao. “Jinzhu memang cerdas,” katanya. “Sekarang ini perjuangan kita sedang memasuki babak baru, kita tidak boleh menimbulkan perpecahan di kalangan kita sendiri.” Dalam hati ia agak heran mendengar Zhao Min kembali memanggilnya ‘Shifu’. Tapi ia tidak mengatakan apa-apa.

Sebenarnya Fan Yao dan Yang Xiao merasa agak canggung membicarakan masalah internal mereka dengan kehadiran Zhao Min dan Zhou Zhiruo, tetapi dalam kasus ini Zhao Min adalah seorang saksi kunci dari tindakan Zhu Yuanzhang. Dan karena Xu Da dan Chang Yichun terlibat di situ, maka secara tidak langsung kesaksian Zhou Zhiruo mengenai Chang Yuchun juga memang diperlukan.

Zhang Wuji teringat kata-kata kakek gurunya sebelum menghabisi Song Qingshu di depan mereka semua, dan menggantikan Song Yuanqiao dengan Yu Lianzhou. Tak terasa ia menyimpulkan kalimat Zhang Sanfeng sesuai dengan situasi mereka, “Kalaupun sebagian pergi karena mereka punya ambisi pribadi yang tidak sesuai dengan cara kita, barangkali kita memang tidak memerlukan murid-murid yang tidak berbakti semacam ini…”

Yang Xiao dan Fan Yao agak kaget. Selama ini mereka memandang Zhang Wuji sebagai orang yang terlalu toleran, bahkan cenderung plin-plan dan terlalu baik, karena itulah hampir dalam setiap keputusan penting Yang Xiao perlu memberikan sedikit desakan untuk membuatnya bertindak. Tapi kalimat terakhir itu mengandung ketegasan yang tidak bisa ditawar-tawar.

Zhang Wuji mengalihkan pandangannya kepada Yang Xiao, ia bertanya dengan nada biasa, “Yang Zuoshi, masih ingat tiga syarat yang kuajukan sebelum aku menerima jabatan ini?”

“Shouxia tidak berani melupakannya,” jawab Yang Xiao.

“Dan butir pertama dari aturan yang kita sepakati?” tanya Zhang Wuji lagi.

“Semua anggota Ming Jiao tidak boleh saling berkelahi sendiri, apalagi saling membunuh,” jawab Yang Xiao. “Ini berlaku bagi semua orang tanpa kecuali, termasuk Jiaozhu dan Yin Wang.”

“Dan bagaimana jika seseorang melanggar aturan itu?” tanya Zhang Wuji lagi.

“Orang itu harus segera dikeluarkan dari perguruan,” jawab Yang Xiao tanpa keraguan.

“Sekarang ini sudah jelas kita tidak bisa mengusir Zhu Yuanzhang,” kata Zhang Wuji. “Selain bukan dia sendiri yang melakukan penangkapan atas diri Han Lin’er, juga sama sekali tidak ada laporan yang masuk kepada kita atas terjadinya peristiwa itu sendiri.”

“Memang bukan dia yang melakukannya, tapi dia menghasut orang lain untuk melakukannya,” kata Zhao Min. Ia menatap Zhang Wuji, lalu melanjutkan, “Zhang Jiaozhu melupakan satu hal penting. Bagaimana dengan fakta bahwa dia mencekoki kita dengan obat bius?”

“Itu tidak bisa kita pakai,” kata Fan Yao. “Zhu Yuanzhang pasti menyuruh orang lain untuk melakukannya, dan dia akan mengatakan bahwa Jiaozhu dan Jinzhu hanya dibawa ke sebuah kamar tamu untuk beristirahat. Apa yang terjadi selanjutnya adalah di luar sepengetahuannya.”

“Luar biasa,” kata Yang Xiao. “Dengan begitu kita hanya akan menghukum kambing hitam berikutnya.”

Zhou Zhiruo berkata dengan hati-hati, “Hm, apakah dengan begitu berarti tidak ada sesuatu yang bisa kalian lakukan terhadap orang ini? Bagaimana jika perjuangan rakyat ini nantinya sukses? Mmm… maksudku, apa yang akan kalian lakukan selanjutnya dengan orang ini?”

Yang Xiao berdehem, ia berkata dengan perlahan-lahan, “Kalau dengan restu dari Surga perjuangan kita sukses, maka saat itu kita sudah tidak perlu memusingkan masalah ini lagi, karena orang ini nantinya, kalaupun dia masih berani berbuat sesuatu yang merugikan rakyat, pasti akan ada pihak lain yang menanganinya.”

“Pihak lain?” tanya Zhou Zhiruo tidak mengerti.

“Zhou Guniang,” kata Yang Xiao. “Akhirnya rakyat akan tetap memerlukan seorang kaisar — dan semua jajarannya.” Ia tidak meneruskan kalimatnya lagi. Dan menatap Zhang Wuji dengan pandangan bertanya.

Zhang Wuji tidak bereaksi, ia sedang berusaha menyimpulkan apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. Ia tahu Yang Xiao sedang berusaha mendorongnya untuk mengambil tindakan sebagai seorang calon kaisar, seandainya semua perjuangan berat ini akhirnya sukses. Tapi ia sama sekali tidak berminat maupun merasa mampu melakukan tugas semacam itu.

Saat itu Zhao Min berpikir, “Kalau kalian menunggu sampai saat itu untuk menyingkirkan Zhu Yuanzhang, maka sudah sangat terlambat. Kelihatannya bangsat Zhu inilah yang akan menjadi kaisar selanjutnya.” Ia tidak mau mengomentari lebih jauh urusan ini, dan hanya diam menunggu reaksi Zhang Wuji.

Akhirnya Zhang Wuji mendesah dan berkata, “Yang Zuoshi, kita sudah pernah membahas masalah ini sebelumnya. Sampai saat ini keputusanku tidak berubah.”

Zhou Zhiruo tidak memahami arti di balik kalimat Zhang Wuji itu, ia melihat Zhao Min sama sekali tidak berkomentar. Ia sendiri tidak memahami urusan politik, tetapi ia hanya membayangkan seandainya mereka semua akan dipimpin oleh kaisar seperti Zhu Yuanzhang. Miejue Shitai berpesan supaya memberikan Kitab Warisan Wumu kepada orang yang layak, dan Zhang Wuji ternyata memberikannya kepada Xu Da. Ia tidak mengenal Xu Da, tapi ia tahu orang itu adalah anak buah Zhu Yuanzhang. Ia juga tidak tahu seberapa besar pengaruh Zhu Yuanzhang bagi Ming Jiao, termasuk apa posisi orang itu sebenarnya. Tapi dari isi pembicaraan mereka ia bisa memahami bahwa Zhu Yuanzhang punya potensi untuk menjadi seorang kaisar nantinya.

Ia memang pernah memikirkan bahwa seandainya perjuangan Ming Jiao sukses, maka Zhang Wuji akan menjadi kaisar, tapi sejauh ini Zhang Wuji sendiri tidak pernah menunjukkan gejala seperti itu. Ini membuatnya bingung. Dulu ia pernah berangan-angan bahwa ia akan memimpin Emei, sementara Zhang Wuji memimpin Ming Jiao, mereka berdua akan menjadi pasangan hebat yang sangat dihargai dan dipandang tinggi di dunia persilatan. Ini sesuai dengan angan-angan gurunya. Emei akan mencapai puncak kejayaannya, meskipun dengan cara menikahi Zhang Wuji berarti ia melanggar sumpahnya di hadapan gurunya. Tetapi bukankah Miejue Shitai sendiri juga menyuruhnya mendekati Zhang Wuji untuk mendapatkan Tulong Dao? Lalu apa salahnya menikahinya untuk membuat prestasi Emei lebih tinggi lagi di mata dunia?

Tapi akhirnya impian itu buyar seketika. Bahkan di hadapan orang banyak ia dipermalukan. Zhang Wuji meninggalkannya untuk mengikuti Zhao Min. Dalam emosinya ia ingin mencabik-cabik Zhao Min menggunakan Jiu Yin Baigu Zhua yang baru beberapa bulan dipelajarinya, dan akhirnya malah mengacaukan segalanya. Jauh di dalam hatinya ia sangat menyesali tindakan sesaat itu. Apalagi ketika akhirnya ia tahu alasan Zhang Wuji sebenarnya adalah untuk menyelamatkan Xie Xun.

Akhirnya setelah ia terhempas kembali sampai ke jurang terdalam di Shaolin, ketika semua tindakannya terbongkar setelah kalah dari wanita berbaju kuning yang menggunakan kungfu dari Jiu Yin Zhen Jing yang jauh lebih dalam dari kungfunya yang masih dangkal itu, ia merasa sangat lelah. Ketika akhirnya ia bertemu dengan ‘Hantu’ Yin Li, ia nyaris gila. Tapi secara ajaib semuanya berubah total, Yin Li tidak tewas, dan bahkan tidak membencinya. Bahkan Zhang Wuji juga memaafkannya. Ia merasa sangat beruntung, dan secara alamiah ia kembali menjadi dirinya sendiri seperti apa adanya. Hatinya melembut, tetapi ia mulai kehilangan minat sama sekali untuk memimpin Emei, dan menyerahkannya kepada Jingxuan Shitai.

Semula ia memandang Zhao Min sebagai saingan abadi dalam cinta mereka kepada Zhang Wuji. Tapi ia juga tahu bahwa hal seperti ini tidak bisa dipaksakan, percuma ia berusaha membunuh atau mencelakai Zhao Min. Itu bahkan akan membuat Zhang Wuji membencinya. Saat ini ia hanya ingin bersama Zhang Wuji sejenak, mengenai dirinya sendiri… “Ah! Kenapa aku terus memikirkan soal ini,” pikirnya menegur diri sendiri. Ia menepis lamunannya dan berkata kepada diri sendiri, “Aku harus memikirkan kepentingan orang banyak, kepentingan rakyat…”

Ia akhirnya buka suara, “Wuji Gege,” katanya sambil menatap Zhang Wuji. “Ehm, maksudku Zhang Jiaozhu, saat ini kalau kau tidak mengambil tindakan, aku kuatir orang itu akan menjadi kaisar…”

Tiba-tiba saat itu Zhao Min memandangnya, bibirnya seolah tersenyum, tapi sayangnya ia sama sekali tidak sedang tersenyum. Ia tetap tidak berkomentar, tapi Zhou Zhiruo sempat melihat matanya berbinar sedikit. “Entah apa yang dipikirkannya,” pikir Zhou Zhiruo.

Ia melihat Zhang Wuji sedang berpikir dalam dan akhirnya menghela nafas, lalu berkata, “Kalaupun Zhu Yuanzhang menjadi kaisar, dia tetap akan memerlukan dukungan rakyat. Dan kalau rakyat memang mendukungnya, mengapa kita tidak?”

Yang Xiao sudah mengantisipasi jawaban seperti ini, ia sudah sangat mengenal Zhang Wuji. Ia berkata dengan hati-hati, “Jiaozhu, kalau kita…” Ia tidak sempat meneruskan kalimatnya, karena saat itu Zhang Wuji mengangkat tangannya dan berkata dengan nada datar, “Yang Zuoshi, kurasa kita sudah berpikir terlalu jauh. Saat ini perjuangan kita masih jauh dari selesai. Aku berjanji akan memikirkan masalah ini dengan lebih serius.” Ia bangkit dari tempat duduknya. “Saat ini aku memang belum menemukan cara terbaik untuk menanganinya,” katanya sambil berjalan ke jendela dan memandang keluar. “Tapi kuharap kalian mulai sekarang memikirkan dengan serius bahwa suatu saat nanti aku akan tetap meninggalkan Ming Jiao, untuk ini keputusanku sudah tetap.”

Zhang Wuji memutuskan untuk kembali ke penginapan dan menghindari berpapasan dengan para anggota Ming Jiao. Ia hendak memesan satu kamar lagi untuk Zhou Zhiruo, tapi Zhao Min berkata, “Kurasa sebaiknya kau memesan kamar dengan dua tempat tidur, supaya aku dan Zhou Jiejie bisa mengobrol. Aku akan pindah ke kamar itu.”

Zhou Zhiruo agak heran, tetapi ia tersenyum manis dan berkata, “Kau tidak takut aku akan melubangi kepalamu?”

Zhao Min menggelengkan kepalanya dan berkata, “Karena kau tidak takut aku menggores wajahmu, aku juga tidak perlu kuatir soal kukumu.” Ia berpaling kepada Zhang Wuji sambil memanggil seorang pelayan. “Aku lapar,” katanya. “Kurasa Zhou Jiejie masih ingin mengobrol sambil makan, kau ingin makan apa, Zhang Da Jiaozhu?”

Mereka memesan mie dan beberapa makanan ringan. Zhang Wuji menghabiskan dua mangkuk besar mie sambil mengobrol tentang hal-hal yang tidak penting. Zhou Zhiruo makan bakpao kesukaannya ditemani kuah yang kental dan pedas, sementara Zhao Min menghabiskan semangkuk mie, lalu minum arak ditemani kacang dan potongan daging babi panggang. Suasana malam itu sangat santai dan menyenangkan, meskipun mereka tahu kemungkinan ada saja orang yang sedang memantau gerak-gerik mereka.

Setelah menenggak secawan arak, Zhang Wuji berkata, “Aku ingin ke Wudang Shan.”

“Baik,” kata Zhao Min dengan santai. ”Kami berdua akan menemanimu.” Ia sama sekali tidak menunggu persetujuan Zhou Zhiruo.

“Meizi,” kata Zhou Zhiruo. “Kurasa mereka tidak akan menerimaku dengan baik.” Ia sempat bermusuhan dengan Yin Liting dan Yu Lianzhou demi menegakkan wibawanya ketika di Shaolin. Ia juga teringat beberapa murid Emei yang disuruhnya membungkam beberapa orang, dan mereka menggunakan cara-cara yang tidak akan disetujui oleh Wudang. Pada saat itu ia bersikap acuh tak acuh. Lebih jauh lagi, ia akan sangat sulit menjelaskan tentang Song Qingshu yang bergabung dengan Emei.

“Zhou Jiejie,” kata Zhao Min. “Aku sendiri juga punya banyak masalah dengan Wudang. Kau jangan lupa, aku ini Xiao Yaonu yang memenjarakan kalian semua di Kuil Wan’an. Tapi akhirnya Zhang Zhenren tetap memaafkan aku.”

“Min Mei benar,” kata Zhang Wuji. “Tai Shifu bukan orang yang berpikiran sempit. Lagipula, kali ini aku ingin membicarakan tentang Chang Dage dan Xu Dage, disamping Zhu Yuanzhang sendiri. Waktu kita masih kecil dulu, Tai Shifu yang akhirnya membawamu ke Wudang. Sebaliknya Chang Dage membawaku menemui Hu Xiansheng di Lembah Kupu-kupu. Kurasa mengingat kejadian itu akan membantu Tai Shifu untuk menilai keadaan dengan lebih tepat.”

Zhang Wuji menilai Chang Yuchun dan Xu Da adalah orang-orang sederhana yang sungguh-sungguh mengabdi untuk rakyat. Ia sebisanya ingin menghindarkan mereka berdua dari pengaruh Zhu Yuanzhang. Tapi sejak tadi ia tidak bisa menemukan cara yang terbaik, mengingat keduanya berada di bawah komando Zhu Yuanzhang. Setelah pertemuan dengan Yang Xiao dan Fan Yao ia sadar bahwa mereka tidak boleh sembarangan mengungkapkan kecurangan Zhu Yuanzhang, karena itu akan berpengaruh besar pada moral pasukan.

“Aku hanya tidak yakin…” gumam Zhou Zhiruo.

Ia tidak bisa meneruskan kalimatnya karena saat itu Fan Yao muncul dengan alis berkerut.

“Fan Youshi,” sapanya. Ia mengajak semua orang meninggalkan meja makan itu dan masuk ke kamarnya, lalu bertanya, “Ada kabar apa lagi?”

Fan Yao memberi hormat dengan berlutut dan meletakkan tangan di dada, lalu berkata, “Jiaozhu, kita baru menerima kabar sangat penting, tapi…” Ia tampak ragu-ragu.

Zhang Wuji tahu ia agak canggung setelah melihat Zhao Min dan Zhou Zhiruo ada di situ. Ia segera berkata, “Fan Youshi, bukankah aku tadi bilang, mulai sekarang Nona Zhou dan Nona Zhao boleh kau anggap orang sendiri, tidak perlu terlalu banyak aturan.”

“Baik,” kata Fan Yao. Tapi ia berjalan mondar-mandir dua kali dengan kening berkerut, sebelum akhirnya berkata, “Sebetulnya Shouxia tidak tahu pasti bagaimana cara mengatakan hal ini…” Ia berpaling kepada Zhao Min, lalu berkata dengan hati-hati, “Junzhu, baru saja ada kabar bahwa Wangye telah tewas…”

Kalimatnya tidak selesai, Zhao Min pingsan.

Akhir Perjalanan Seorang Jendral

Zhang Wuji membawa Zhao Min ke kamar yang ditempatinya bersama dengan Zhou Zhiruo, lalu ia sendiri kembali ke kamarnya untuk bicara dengan Fan Yao. Zhou Zhiruo tetap di kamarnya untuk menjaga Zhao Min.

“Bagaimana terjadinya?” tanya Zhang Wuji ketika mereka sudah sendirian. “Ini di luar dugaanku.”

Fan Yao memaparkan laporan yang baru mereka terima. Ketika kembali dari Shaolin, Chaghan Temur bersama pasukannya terperangkap di sebuah hutan dan berhadapan dengan kelompok petani setempat. Menurut laporan, perangkap itu bukan dipasang oleh para anggota Ming Jiao. Dalam pertempuran sengit itu pasukan Chaghan berhasil menawan beberapa orang yang akhirnya menyerah, sisanya melarikan diri ke dalam hutan. Mereka tidak mengejar lebih lanjut. Ketika pasukan itu bermalam di hutan, salah seorang dari tawanan itu dengan salah satu cara berhasil meloloskan diri dan menyelinap ke tenda Chaghan, lalu membunuhnya dengan sebuah golok.

Zhang Wuji berjalan mendekati jendela tanpa bicara, lalu memandang ke luar sampai lama. Sekarang ia sungguh tidak tahu apa yang harus dikatakannya setelah Zhao Min sadar. Tampaknya inilah yang dipikirkannya ketika mengatakan bahwa ia sedang memikirkan ayahnya sebelum mereka terjebak oleh Zhu Yuanzhang. Tiba-tiba ia teringat sesuatu, lalu berpaling kepada Fan Yao sambil bertanya, “Fan Youshi, kau yakin ini tidak ada kaitannya dengan Zhu Yuanzhang?”

“Shouxia tidak berani memastikan,” jawab Fan Yao. Ia diam sejenak, lalu melanjutkan, “Jiaozhu, dalam hal ini seandainya Zhu Yuanzhang terlibat perencanaan sekalipun, kita tetap tidak bisa menyalahkan dia, karena Chaghan Temur sudah jelas adalah batu sandungan terbesar bagi perjuangan kita.”

Zhang Wuji mengangguk. “Dalam hal ini kau benar,” katanya. “tapi ini juga membuatku ingin lebih cepat mengundurkan diri dari Ming Jiao.”

“Jiaozhu, perjuangan kita belum selesai,” kata Fan Yao.

“Fan Youshi, menurutku perjuangan kita memang tidak akan pernah selesai,” jawab Zhang Wuji. “Coba pikir baik-baik, kalaupun kita sukses menggulingkan Dinasti Yuan, selanjutnya akan terjadi persengketaan mengenai siapa yang akan menjadi kaisar. Katakanlah, kita membiarkan Zhu Yuanzhang menjadi kaisar, lalu apa? Melihat cara kerjanya, setelah itu ia akan menyingkirkan orang-orang yang dianggapnya bisa mengancam tahtanya. Ini boleh jadi termasuk kau dan aku — dan juga Yang Zuoshi. Dan bahkan rekan-rekan terdekatnya di medan perang, Xu Da, Tang He, Chang Yuchun, dan seterusnya.” Ia menghela nafas panjang. “Akhirnya aku melihat, apa yang kita hasilkan ternyata tidak jauh berbeda dengan Dinasti Yuan, atau bahkan lebih buruk. Setidaknya Jendral Chaghan Temur tidak menghabisi rekannya sendiri.”


Di dalam kamarnya Zhao Min tersadar dan tangisnya meledak tak terkendali, selama beberapa saat Zhou Zhiruo mencoba menghiburnya, merangkulnya tanpa mengatakan apa-apa, karena memang ia tidak tahu apa yang harus dikatakan. Ia sendiri sudah kehilangan ibunya sejak kecil. Ketika ayahnya tewas dalam sebuah insiden di Sungai Han, Chang Yuchun melindunginya dari sekelompok prajurit Mongolia, sampai mereka diselamatkan oleh Zhang Sanfeng yang saat itu sedang membawa Zhang Wuji untuk kembali ke Wudang Shan, karena itu di dalam hatinya berkembang kebencian yang mendalam terhadap semua prajurit Mongolia. Ayah Zhao Min adalah seorang jendral besar yang memang bertugas untuk membasmi para pemberontak lokal. Ia secara pribadi tentu saja tidak mengenal Chaghan Temur, tetapi secara naluriah ia membencinya sejak awal karena gurunya.

Tetapi sejak mendengar bahwa Zhu Yuanzhang telah merancang perangkap untuk menangkap Zhang Wuji dan Zhao Min, samar-samar ia mulai menyadari bahwa semua ini bukan sesederhana seperti apa yang ada di benaknya sejak kecil. Untuk mengobarkan amuk massa, orang harus diarahkan ke sebuah sasaran yang sama-sama mereka benci, dan hingga saat ini sasaran paling tepat adalah Jendral Chaghan Temur. Dari cerita Zhang Wuji ia mendengar Zhu Yuanzhang dengan ringan menuduh Han Lin’er berkomplot dengan pejabat pemerintah, karenanya pantas mati. Zhou Zhiruo bukan anggota Ming Jiao, dan tentu saja sama sekali tidak punya kaitan dengan Chaghan Temur. Tanpa tahu apa-apa secara mendetil, ia segera melihat fakta bahwa Han Shandong sebelumnya diagung-agungkan begitu rupa sampai dianggap sebagai titisan Buddha oleh rakyat. Di saat lain putranya dituduh berkomplot dengan musuh. Ini sangat aneh dan mencurigakan. Dalam hati ia langsung menyimpulkan bahwa tuduhan kepada Han Lin’er dan tewasnya Chaghan Temur adalah hasil rancangan satu orang, yang memiliki ambisi besar untuk berkuasa. Dengan sederhana ia juga menyimpulkan bahwa orang itu adalah Zhu Yuanzhang. Tapi tentu saja ia tidak bisa membuktikan pendapatnya.

Ketika Zhou Zhiruo dengan terpaksa menerima tugas dari gurunya untuk mendapatkan kembali Yitian Jian dan Tulong Dao yang menjadi benda pusaka Emei, lalu memanfaatkan rahasia besar yang ada di dalamnya demi mengusir bangsa Mongol dan sekaligus membesarkan nama Emei Pai ke tingkat dunia, ia langsung merasakan tekanan besar yang tidak sanggup ditanggungnya. Apalagi tidak lama setelah itu gurunya meninggal.

Tetapi setelah melihat Yin Li masih hidup di kaki gunung Shaoshi itu, secara ajaib beban berat itu seolah-olah terangkat dari pundaknya. Sejak saat itu Zhou Zhiruo adalah orang bebas yang tidak merasa perlu berpihak kepada siapapun.

Saat ini ia menuangkan teh hangat untuk Zhao Min dan membantunya duduk. Tangis Zhao Min sudah reda, dan pelan-pelan ia mencoba memahami apa yang terjadi. “Apa rencanamu selanjutnya?” tanya Zhou Zhiruo.

“Aku ingin mendengar apa sebenarnya yang terjadi,” kata Zhao Min.

“Ayo kita temui Fan Youshi, dia sedang bicara dengan Wuji Gege di kamarnya,” jawab Zhou Zhiruo. Mereka segera bergabung dengan Zhang Wuji.

Fan Yao mengulangi ceritanya tentang tewasnya Chaghan. Zhao Min menyimak ceritanya tanpa menyela sama sekali, lalu berkata dengan serius, “Terima kasih, Shifu mau mengungkapkan cerita ini dengan terus terang.” Ia berdiri, lalu membungkuk hormat di hadapan Fan Yao dengan tangan di dada.

“Junzhu,” kata Fan Yao dengan hati-hati, “saat ini sebaiknya jangan terlalu cepat menarik kesimpulan…”

“Aku tahu,” kata Zhao Min sambil meneguk teh yang disodorkan Zhou Zhiruo. “Shifu tahu apa yang terjadi dengan ibuku?”

“Soal itu Shifu tidak tahu,” jawab Fan Yao. “Kami hanya menerima laporan dari para anggota Panji Api.”

“Apa rencanamu selanjutnya?” tanya Zhang Wuji.

“Aku ingin menemui ibuku,” kata Zhao Min. “Dia pasti sangat terguncang.”

“Aku akan menemanimu,” kata Zhou Zhiruo.

Fan Yao menggelengkan kepalanya. “Junzhu, itu sangat berbahaya,” katanya. “Saat ini terlalu banyak orang mengawasi Ruyang Wang Fu9. Kehadiranmu akan sangat menarik perhatian.”

Zhao Min menggelengkan kepalanya. “Ruyang Wang Fu adalah rumahku,” katanya. “Shifu juga kenal seluk-beluk tempat itu. Aku dan Zhou Jiejie bisa menyelinap di malam hari.” Ia berpaling kepada Zhou Zhiruo. “Terima kasih Zhou Jiejie mau menemaniku,” katanya sambil tersenyum.

Tiba-tiba Zhang Wuji berkata, “Aku ingin menyelinap ke barak militer Zhu Yuanzhang. Fan Youshi, kau bisa menemaniku?”

“Dengan senang hati,” kata Fan Yao. “Kita pergi malam ini juga.”

“Baik,” kata Zhao Min. “Kita berkumpul lagi di sini besok sore.”

Kedua kelompok kecil itu beraksi malam itu juga. Mereka berpisah di pintu gerbang penginapan.

Zhang Wuji dan Fan Yao menghindari petugas ronda yang berjaga di depan areal perkemahan, mereka mengitari areal itu menuju ke belakang. Tenda Zhu Yuanzhang terletak di tengah. Sebelum memasuki areal perkemahan, mereka melihat dua sosok bayangan berkelebat melompati barikade dengan gerakan seringan bulu. Zhang Wuji dan Fan Yao saling berpandangan. Zhang Wuji berbisik, “Entah apa yang dilakukan Xuanming Er Lao di sini, larut malam begini?”

Mereka membuntuti kedua orang itu sambil menjaga jarak. Ternyata kedua orang itu tidak menuju ke tenda Zhu Yuanzhang, mereka mengitari perkemahan ke sisi barat, lalu memasuki salah satu tenda besar yang dijaga oleh dua orang pengawal.

Zhang Wuji berbisik ke telinga Fan Yao, “Kau masih ingat pohon besar di tepi sungai yang kita lewati tadi?”

Fan Yao mengangguk. “Bagaimana selanjutnya?” tanyanya.

“Kau memantau dua orang ini,” bisik Zhang Wuji. “Aku akan mengunjungi sobat kita Zhu Yuanzhang. Kita bertemu lagi di dekat pohon itu dalam waktu dua jam dari sekarang. Jangan mengejutkan mereka, kau hanya perlu jadi penonton.”

“Baik,” jawab Fan Yao. Ia segera berkelebat ke arah barat dengan langkah ringan.

Ketika Zhang Wuji sampai di tenda Zhu Yuanzhang, ia melihat tenda besar itu dijaga beberapa orang petugas ronda dengan sangat ketat di bagian depan, belakang, dan kedua sisinya. Ia tidak menemukan cara untuk mendekatinya tanpa ketahuan. Sementara ia sedang berpikir, dilihatnya seorang wanita yang berusia sekitar tiga puluh tahun. Ia melongok dari dalam tenda dan berbicara dengan petugas ronda yang menjaga di depan. Wanita itu sedang menggendong seorang bayi yang tampaknya belum genap berusia setahun di pelukannya.

Zhang Wuji pernah mendengar bahwa setelah kembali ke kehidupan normal, Zhu Yuanzhang menikah dengan seorang wanita yang diangkat anak oleh seorang pemimpin pemberontak, Guo Zixing. Ketika itu Zhu Yuanzhang adalah salah seorang bawahannya. Wanita ini bernama Ma Xiuying. Kelihatannya yang sedang menggendong anak ini adalah perempuan itu. “Siapa lagi perempuan di dalam tenda Zhu Yuanzhang, dan sedang menggendong anak,” pikir Zhang Wuji.

Dugaannya memang tepat. Tetapi tak lama kemudian ia melihat seorang wanita lain yang kurang lebih sebaya dengan Zhao Min atau Zhou Zhiruo, dan sangat cantik. Wanita ini datang dari tenda sebelah yang lebih kecil, berbicara dengan petugas ronda, lalu memasuki tenda besar itu. Ia juga menggendong seorang anak yang berusia sekitar setahun lebih.

“Hmm,” kata Zhang Wuji dalam hati. “Kelihatannya Zhu Daye ini juga seorang Da Yinzei10.”

Hanya dalam waktu sekitar dua menit, wanita cantik itu keluar lagi sambil menggendong anaknya. Tampaknya ia baru kena damprat, sepertinya ia sedang terisak. “Rupanya Ma Xiuying ini punya perangai yang agak mirip Zhu’er,” pikir Zhang Wuji dengan geli. “Seharusnya Guifei11 itu belajar dari Zhiruo, bukan dari Min Mei.”

Kira-kira lima menit kemudian, Ma Xiuying keluar dari tenda untuk berbicara dengan lantang kepada petugas jaga. Meskipun suaranya lantang, tapi dari tempat persembunyiannya Zhang Wuji hanya bisa mendengar sayup-sayup, sepertinya ia mendengar Ma Xiuying menyebutkan nama Zhu Yuanzhang, lalu salah seorang petugas itu membungkuk dengan penuh hormat dan berbalik. Ia bergegas pergi dari situ. “Rupanya Zhu Yuanzhang tidak ada di dalam tendanya,” pikir Zhang Wuji. “Tampaknya ia mengira Zhu Yinzei ini sedang berada di tenda wanita cantik itu, lalu sengaja memanggilnya datang. Dan rupanya Zhu Yuanzhang juga sedang tidak bersama perempuan cantik itu. Akhirnya dia menyuruh petugas mencari Zhu Yuanzhang.”

Zhang Wuji tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi, ia bergegas membuntuti petugas yang barusan pergi.

Setelah berputar-putar, akhirnya mereka tiba di depan tenda yang sebelumnya didatanginya bersama Fan Yao. Ia tercengang, lalu berpikir, “Huh, kenapa Xuanming Er Lao menemui Zhu Yuanzhang secara diam-diam, malam-malam begini?”

Dilihatnya Fan Yao sudah tidak berada di tempatnya semula. “Entah ke mana perginya Fan Youshi?” pikirnya. Karena kedua sisi tenda besar ini tidak dikawal, akhirnya ia memutuskan untuk mendekati tenda itu dari sisi timur. Ia baru hendak mengintip ke dalam tenda ketika Fan Yao berjingkat dari arah belakang tenda dan memberinya isyarat untuk bergabung.

Mereka kemudian keluar dari areal perkemahan itu lewat belakang, lalu dengan cepat berlari memasuki hutan.

“Apa yang kau temukan?” tanya Zhang Wuji setelah agak jauh dari areal perkemahan.

“Ternyata Xuanming Er Lao sudah agak lama bergabung dengan Zhu Yuanzhang,” jawab Fan Yao. “Zhu Yuanzhang menawarkan bayaran yang sangat tinggi. Orang-orang semacam Lu Zhangke dan He Biweng ini memang akan mengabdi kepada siapapun yang mampu membayar mereka dengan harga tinggi. Jangan mengharapkan kesetiaan dari mereka.”

“Luar biasa,” kata Zhang Wuji. “Selain romantis ternyata Zhu Daye kita ini mampu membayar lebih tinggi ketimbang Chaghan Temur. Entah apa pendapat Min Mei soal ini.”

“Romantis?” tanya Fan Yao heran.

“Zhu Daye kita punya seorang Yang Guifei11 yang bahkan sudah melahirkan seorang bayi baginya,” kata Zhang Wuji. Lalu ia menceritakan penemuannya. Yang Guifei yang dimaksud adalah Selir Yang dari Dinasti Tang, yang terkenal karena kecantikan dan pengaruhnya yang luar biasa terhadap Kaisar Li Longji.

Fan Yao tertawa, tetapi kemudian air mukanya berubah serius. “Jiaozhu, ini sebenarnya masalah serius,” katanya. “Berarti selama ini kita sedang berusaha mengatur seseorang yang secara diam-diam sudah menjadi ‘raja’ di bawah komando kita. Kurasa dia bahkan sudah tidak lagi memerlukan Ming Jiao.”

“Kalau begitu langsung kita tendang saja orang ini dari Ming Jiao,” jawab Zhang Wuji. “Dia tidak memerlukan kita, dan kita juga tidak memerlukan murid murtad macam dia. Lebih cepat dia angkat kaki dari Ming Jiao akan lebih bagus.”

Fan Yao tipe orang yang sangat praktis, pikirannya tidak berbelit-belit. Ia segera menyetujui pendapat Zhang Wuji, tetapi ia tahu Yang Xiao kemungkinan besar tidak akan sependapat. Saat ini ia tidak tahu apakah Zhang Wuji masih mau menjadi ketua Ming Jiao. Seandainya begitu, maka apapun pendapat Yang Xiao, kalau seorang Jiaozhu sudah membuat keputusan, ia juga tidak akan berani membantah.

“Selain itu, apa lagi yang kau dengar?” tanya Zhang Wuji.

“Xuanming Er Lao melaporkan soal tewasnya Chaghan Temur,” kata Fan Yao.

“Hmm, berarti itu bukan hasil kerja Zhu Yuanzhang,” kata Zhang Wuji. “Kalau tidak, untuk apa mereka melaporkan soal itu kepada Zhu Yuanzhang. Apa mereka tahu siapa pelakunya?”

“Mereka tidak tahu, hanya sama seperti yang kita dengar,” jawab Fan Yao. “Ada hal lain yang juga penting. Ini soal situasi di istana. Kelihatannya Zhu Yuanzhang memakai Xuanming Er Lao ini untuk memata-matai istana.”

“Ada apa di istana?” tanya Zhang Wuji.

“Saat ini situasi kekaisaran sangat kacau. Sebenarnya saat ini yang lebih banyak melakukan tugas kaisar adalah permaisurinya — Qi Huanghou — dia seorang Goryeo, tadinya pelayan istana. Tapi dia rupanya buru-buru ingin membuat kaisar mengundurkan diri, supaya anaknya bisa menjadi kaisar.”

Zhang Wuji bersiul. “Aku tidak tahu ada hal semacam ini,” katanya. “Kalau Qi Huanghou ini seorang Goryeo, berarti banyak pihak sebetulnya menentang pencalonan anaknya, kan?”

“Jiaozhu benar,” kata Fan Yao. “Memang itu yang terjadi. Tapi sebetulnya anaknya memang sudah resmi diangkat menjadi Putra Mahkota. Tapi soal mengundurkan diri ini — hmm, rupanya Toghon Temur ini masih ingin berkuasa.”

Ingatan Zhang Wuji kembali ke beberapa waktu sebelum pernikahannya yang batal dengan Zhou Zhiruo, saat itu Zhu Yuanzhang pernah menggagalkan rencana Fan Yao untuk membunuh Kaisar Toghon Temur. Sekarang ini ia merasa di situ ada sesuatu yang salah, tapi ia tidak tahu tepatnya apa.

Karena tempat itu sama sekali bukan tempat yang layak untuk mendiskusikan masalah serius, maka Fan Yao mengajak Zhang Wuji kembali ke penginapan. Mereka bergegas meninggalkan tempat itu.


Sementara itu di Ruyang Wang Fu, Zhao Min dan Zhou Zhiruo tanpa kesulitan berarti menyelinap masuk melalui pintu belakang. Ketika melihat seorang pelayan perempuan melintas di halaman belakang, Zhao Min memanggilnya dengan sebuah siulan. Pelayan itu segera mengenalinya dan menjerit tertahan, “Junzhu!”

Zhao Min segera memberi isyarat supaya ia tidak bersuara. Ia menyuruhnya secara diam-diam membawakan dua perangkat pakaian pelayan yang pas untuk dirinya sendiri dan Zhou Zhiruo, dan supaya jangan memberitahu semua orang lain. Lalu mereka menggabungkan diri dengan para pelayan.

Jendral Chaghan Temur adalah seorang pemimpin besar yang disegani. Kematiannya menimbulkan kegemparan di istana kekaisaran. Tadi sore Kaisar Toghon Temur secara pribadi hadir di situ untuk memberikan penghormatan terakhir bagi Chaghan, dan menempatkan sejumlah pengawal untuk memperketat penjagaan di sekitar Ruyang Wang Fu. Para tamu berdatangan sejak jenazah Chaghan tiba di rumah itu sampai malam ini. Kaisar secara khusus menempatkan orang kepercayaannya untuk mengawal keluarga Chaghan, terutama sekali ibu Zhao Min. Jika ada perubahan yang kelihatannya penting, orang-orangnya akan langsung melaporkan hal itu kepada Sang Kaisar.

Saat ini perpecahan di istana sudah mencapai titik yang sangat kritis, orang-orang dari Toghon Temur berbeda dari orang kepercayaan Qi Huanghou, atau Pangeran Ayushiridara. Kaisar tidak senbarangan mempercayai orang lain, ia menyuruh orang-orang kepercayaannya melaporkan segala hal langsung kepada dirinya. Mereka tidak bisa membedakan dengan jelas antara oang-orang Toghon Temur, atau pengawal biasa, dan orang dari Qi Huanghou. Tujuan Zhao Min adalah untuk menemui ibunya dan memberikan penghormatan terakhir di depan jenazah ayahnya.

Pelayan yang disuruhnya mengambil baju untuk menyamar tadi adalah Fang Meijian, teman baiknya sejak kecil. Ia adalah putri tunggal Ah Da. Istri Ah Da adalah seorang pelayan istana keturunan Goryeo. Ah Da, Ah Er dan Ah San sudah mengikuti ayah Zhao Min jauh sebelum ia menjadi seorang jendral besar. Bahkan sebelum Zhao Min dilahirkan.

Zhao Min dan Zhou Zhiruo mengikuti beberapa pelayan yang mengantarkan makanan dan minuman bagi para tamu. Selama mereka di ruang tamu, Zhou Zhiruo tidak berani terlalu jauh dari Zhao Min. lingkungan ini sangat asing baginya. Mereka melihat tamu-tamu yang datang dari berbagai penjuru rata-rata adalah pemimpin pasukan atau orang dalam keluarga kekaisaran. Rasanya tidak satu pun dari mereka dikenal oleh Zhou Zhiruo. Ia mengamati banyak di antara mereka punya karakteristik wajah seperti Xiao Zhao dan ibunya. Beberapa orang tampak seperti berasal dari Goryeo, beberapa lagi mirip orang Dali dari suku Bai, beberapa lainnya lebih mirip orang dari Da Yue12, lainnya seperti orang Rusia.

Zhao Min segera mengenali kalangan Borjigin yang sudah pasti adalah kepercayaan dari Toghon Temur. Dua orang dari kalangan El Temur yang agak berseberangan dengan pandangan politik ayahnya juga hadir. Sekilas ia sempat melihat seorang pengawal dari Permaisuri Bayan Khutugh, kubu yang sangat berseberangan dengan Permaisuri Qi, hadir sebentar, lalu buru-buru pergi. Ia merasa ada sesuatu yang salah, tetapi saat itu ia tidak dapat mengingat dengan baik apa yang melintas di benaknya.

Karena kuatir ada orang mengenalinya, ia tidak berani terlalu lama berada di sekitar ruang utama yang dipenuhi tamu. Ia buru-buru mengajak Zhou Zhiruo kembali ke halaman belakang. Mereka mengitari rumah dari atas atap, dan tiba di seberang bangunan di mana ibunya tinggal. Mereka melihat tempat itu dijaga oleh beberapa petugas yang tidak dikenal Zhao Min. Ia segera menyimpulkan para petugas ini adalah orang kepercayaan Toghon Temur.

Saat itu ia seketika teringat apa yang dipikirkannya ketika di ruang utama — sejak awal memasuki Ruyang Wang Fu ia sama sekali tidak melihat bayangan Xuanming Er Lao. Ia merasa hal ini sangat aneh. Pada saat seperti ini seharusnya mereka berdua sibuk bertugas di bawah pimpinan Wang Baobao, tetapi ketika mengitari areal rumah besar ini ia juga tidak melihat bayangan mereka sama sekali. Wang Baobao sibuk menyambut tamu dengan segala basa-basinya.

Zhao Min berniat menyuruh Meijian memancing ibunya ke salah satu sudut di halaman belakang untuk menemuinya, tetapi ia tidak melihat peluang untuk itu. Akhirnya ia minta dibawakan alat tulis dan meninggalkan sebuah surat pendek untuk menghibur ibunya, dan memberitahunya bahwa ia dalam keadaan baik-baik saja. Ia menitipkan surat itu kepada Meijian dan berpesan supaya jangan memberitahu orang lain bahwa mereka pernah datang ke situ.

Mereka meninggalkan Ruyang Wang Fu lewat pintu belakang tanpa diketahui seorang pun kecuali Meijian.

Dari situ mereka berkuda ke arah tenggara, menuju Haozhou, untuk kembali bergabung dengan Zhang Wuji dan Fan Yao di penginapan mereka. Sudah menjelang fajar ketika mereka meninggalkan Ruyang Wang Fu, dan mereka tidak buru-buru, bahkan masih menyempatkan diri membeli bakpao sambil minum teh di sebuah kedai untuk sarapan.

“Zhou Jiejie,” kata Zhao Min di atas kudanya yang berjalan santai sambil menikmati udara pagi. “Aku sejak tadi sama sekali tidak melihat bayangan Xuanming Er Lao. Kurasa ini aneh.”

“Kau pikir mereka mengkhianati ayahmu?” tanya Zhou Zhiruo.

Zhao Min menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tahu,” katanya. “Yang jelas orang semacam mereka akan menuruti siapapun yang membayar mereka dengan harga tinggi.” Ia diam sejenak, lalu menambahkan, “Aku tidak tahu berapa tepatnya ayahku membayar mereka, tapi sejauh ini ayahku mempercayai mereka. Aku tidak.” Ia tahu sebenarnya Lu Zhangke dan He Biweng tidak pernah sungguh-sungguh menghormatinya, meskipun mereka selalu berusaha bersikap sebagaimana bawahan terhadap atasan. Ia tahu Lu Zhangke seringkali mengganggu beberapa selir ayahnya, Selir Han hanya salah satunya. Sedangkan He Biweng selalu menganggapnya tak lebih dari anak kecil. Meskipun begitu mereka berdua tidak berani membantah kalau ia sudah memberikan perintah.

“Berarti kemungkinan Zhu Yuanzhang memang ada hubungannya dengan tewasnya ayahmu,” kata Zhou Zhiruo.

“Itu belum tentu,” kata Zhao Min. “Mula-mula aku juga berpikir begitu. Tapi setelah melihat situasi di rumahku semalam, kukira ada kemungkinan lain.”

Saat itu mereka sedang lewat di jalan yang cukup ramai. Mereka sudah tiba di lingkar luar Haozhou, dan Zhao Min tiba-tiba melihat bayangan putih dan hitam di kejauhan. Ia segera turun dari kudanya dan memberi isyarat kepada Zhou Zhiruo. “Kita lewat sini.” Ia berbelok ke sebuah jalan kecil di sebelah kanannya. Mereka pura-pura sedang melihat-lihat perhiasan yang dipajang di sebuah kios di pinggir jalan. “Xuanming Er Lao ada di dekat kita,” bisik Zhao Min.

Beberapa saat kemudian terlihat kedua orang itu lewat di atas kuda mereka menuju keluar kota.

“Kelihatannya mereka sedang menuju ke arah Ruyang Wang Fu,” kata Zhao Min setelah mereka kembali berada di jalan menuju ke penginapan. Di sebuah persimpangan Zhao Min melihat tiga sosok lain menyembunyikan diri di tengah keramaian, dan berbelok ke jalan kecil di sebelah timur. Mereka segera mengikuti tiga orang itu ke arah yang sama, hingga akhirnya tiba di sebuah kuil terlantar yang sudah lama tak terurus.

Mereka berdua turun dari kuda. “Kalian bisa keluar sekarang,” kata Zhao Min dengan nada tegas.

Ah Da, Ah Er dan Ah San muncul dari balik tembok kuil. Zhou Zhiruo agak terkejut ketika melihat mereka. Ia masih ingat peristiwa penangkapan yang membawanya bersama Miejue Shitai dan semua orang lain ke Kuil Wan’an.

Tapi Zhao Min memberi isyarat supaya ia tenang.

Ketiga orang itu membungkuk hormat di hadapan Zhao Min dengan tangan di dada. “Junzhu,” sapa mereka serempak.

Zhao Min langsung mengarahkan pandangannya kepada Ah Da, ia berkata, “Apa yang kalian lakukan di sini? Siapa yang menyuruh kalian memata-matai aku?” Selain Meijian, ia yakin tidak ada orang lain yang tahu tentang kehadiran mereka di Ruyang Wang Fu semalam. Dan sekarang Ah Da ada di sini. Mungkinkah Meijian memberitahu ayahnya?

“Junzhu, sebetulnya kami sedang mengikuti Xuanming Er Lao sejak kemarin,” jelas Ah Da. “Secara kebetulan tadi kami melihat Junzhu dan Zhou Guniang dari kejauhan.” Ia memandang Zhou Zhiruo dengan ragu-ragu.

“Kau bisa ceritakan apa saja yang perlu kuketahui,” kata Zhao Min. “Zhou Guniang bersamaku, tidak ada yang harus disembunyikan.” Ia mengalihkan pandangannya kepada Ah Er dan Ah San, lalu kembali kepada Ah Da. “Ceritakan apa yang kalian temukan.”

Ternyata Ah Da, Ah Er dan Ah San mengikuti Lu Zhangke dan He Biweng sampai ke dekat areal perkemahan Zhu Yuanzhang, tetapi mereka tidak berani mendekat. Karena Zhang Wuji dan Fan Yao tiba lebih dahulu, mereka tidak tahu bahwa keduanya ada di dekat situ.

Setelah Zhao Min mendengar cerita tersebut, ia segera menyimpulkan bahwa Xuanming Er Lao membelot ke kubu Zhu Yuanzhang. Seharusnya hal ini juga sudah diketahui Zhang Wuji dan Fan Yao saat ini. “Siapa yang menyuruh kalian memata-matai dua orang itu?” tanya Zhao Min lagi.

“Kemarin Ah Er melihat Lu Zhangke sedang berbicara dengan seseorang yang tidak kami kenal, gerak-geriknya agak mencurigakan. Akhirnya Lu Zhangke mengajak He Biweng ke sebuah kedai arak untuk bertemu dengan tiga orang lain yang muncul bersama orang pertama itu. Setelah itu malamnya mereka keluar kota, jadi kami merasa penasaran.”

“Ini artinya Xiao Wangye juga belum tahu masalah ini — begitukah?” tegas Zhao Min. Ia melihat ketiga anak buahnya menganggukkan kepala. “Setahu kami memang tidak,” jawab Ah Da, mewakili yang lain.

Saat itu Ah Er menyela, “Junzhu, Shouxia ingin menceritakan sesuatu, tapi sebaiknya kita masuk ke kuil kosong ini.”

Mereka masuk ke kuil itu sambil membawa kedua kuda Zhao Min dan Zhou Zhiruo, lalu Ah San menutup pintu gerbang dari dalam. Tempat itu sudah lama terlantar, tetapi mereka masih menemukan halaman dengan tempat duduk yang agak nyaman. Ah Er membersihkan beberapa kursi dan meja taman sekedarnya. Ia kemudian menatap Zhou Zhiruo dengan ragu.

“Seperti yang kukatakan tadi,” ulang Zhao Min. “Kau bisa bicara apa saja. Zhou Guniang adalah orang sendiri.”

Bukan seperti Xuanming Er Lao, ketiga orang ini sudah mengikuti ayahnya sejak Zhao Min belum dilahirkan, dan saat itu Chaghan Temur sama sekali tidak berkaitan dengan militer. Mereka bertiga bukan tipe orang yang akan mengkhianatinya. Sikap mereka yang ragu-ragu menandakan bahwa apa yang akan diceritakan adalah sesuatu yang sangat sensitif.

“Mungkin Junzhu belum tahu,” kata Ah Er. “Saat ini di Ruyang Wang Fu ada banyak pengawal dari istana…”

“Soal ini aku tahu,” potong Zhao Min. “Semalam aku mampir ke rumah, tapi hanya Meijian yang tahu.”

Ketiganya saling berpandangan. Zhao Min menambahkan, “Tepatnya dua pihak dari istana.”

“Tiga,” sahut Ah Er. “Yang satu lagi… kiriman dari Pangeran — Putra Mahkota…”

“Ah!” seru Zhao Min terkejut. Ia menatap ketiga anak buahnya bergantian, lalu bertanya, “Ini baru terjadi kemarin, kan?”

Ah Da berdehem, lalu ia mewakili Ah Er menjawab pertanyaan itu, “Dua pihak yang Junzhu maksud itu memang baru kemarin tiba di sini. Tapi yang pertama sebetulnya sudah tiba sebelum Wangye berangkat ke Gunung Shaoshi. Sebenarnya Wangye sendiri yang menerima mereka…”

“Begitukah!” Zhao Min terbelalak. Ia melihat bahwa sejauh ini ketiga anak buahnya bicara dengan bahasa yang agak samar, sambil sesekali memandang ragu ke arah Zhou Zhiruo. Ia sekarang tahu bahwa mereka berpendapat masalah ini tidak seharusnya dibicarakan dengan orang luar. Zhao Min melihat Zhou Zhiruo sama sekali tidak memahami apa yang sedang mereka bicarakan, dan jelas sekali sedang merasa penasaran, tapi tidak mengatakan apa-apa.

“Zhou Jiejie,” katanya. “Soal ini ceritanya sangat panjang, aku bisa ceritakan pelan-pelan. Tapi kau harus tahu setidaknya satu hal penting. Para pengawal yang ada di kediaman ayahku saat ini setidaknya berasal dari beberapa pihak. Yang pertama adalah dari Kaisar, yang kedua dari Qi Huanghou, dan yang ketiga dari Putra Mahkota. Mereka masing-masing mengirimkan orang-orang ini dengan maksud tertentu, sayangnya sampai sekarang aku sendiri masih belum pasti…”

Zhou Zhiruo belum pernah tertarik membicarakan tentang keluarga Kaisar Dinasti Yuan sebelumnya, karena itu ia juga baru kali ini mendengar nama Qi Huanghou. Tapi ia pernah mendengar desas-desus bahwa salah satu istri atau selir kaisar adalah seorang mantan pelayan istana, yang berasal dari Kerajaan Goryeo. Yang membuatnya heran adalah pengawal yang diutus dari istana ternyata datang dari tiga pihak yang berbeda. Hal inilah yang menarik perhatiannya.

Sejak tadi Ah Da, Ah Er dan Ah San heran melihat keakraban Zhao Min dengan Zhou Zhiruo. Tetapi mereka ragu karena Zhou Zhiruo terang-terangan adalah Ketua Emei Pai, yang sebelumnya sempat ditawan Zhao Min di Kuil Wan’an. Setelah melihat Zhao Min dengan bebas menceritakan tentang masalah yang seharusnya dirahasiakan, mereka menjadi lebih takjub. Tapi mereka tidak berani menanyakan apa-apa.

“Masalah ini toh akhirnya akan terbuka juga,” lanjut Zhao Min. “Sekarang ayahku sudah meninggal. Aku mengandalkan bantuan kalian bertiga untuk memastikan ibuku tetap aman. Kalian sampai hari ini masih bersamaku, kan?” Ia menatap ketiganya satu persatu untuk minta kepastian.

Ah Da, Ah Er dan Ah San buru-buru berlutut dengan tangan di dada di hadapannya. “Wangye dan Junzhu memberi kepercayaan yang begitu besar. Kalau Junzhu ingin kami melakukan apapun, Junzhu tinggal mengatakannya, kami pasti akan melaksanakannya, meskipun harus mengorbankan nyawa,” kata Ah Da mewakili semuanya.

Zhao Min menatap sebelah tangan Ah Da yang diputuskan oleh Zhang Wuji. Ia menghela nafas, lalu berkata, “Kuharap kau tidak menyimpan dendam untuk masalah ini… ”

Ah Da berkata, “Shouxia bukan orang baru di Jianghu. Kehilangan tangan ini adalah akibat ketidakmampuan sendiri. Sama sekali bukan salah Junzhu.”

Sebenarnya Zhao Min ingin mencegah permusuhan antara Ah Da dengan Zhang Wuji, tapi saat ini bukan waktunya membahas masalah ini. Ia mengalihkan topik kembali ke sebelumnya. “Xiao Wangye ikut ke Shaolin. Selama ini berarti orang-orang dari Putra Mahkota terus siaga di Ruyang Wang Fu?”

“Betul,” jawab Ah San, baru sekarang ia buka mulut. “Mereka berganti giliran setiap enam jam.”

Lagi-lagi Zhao Min terbelalak. “Dan kalau sedang tidak berjaga mereka ke mana?” desaknya.

Ketiga anak buahnya saling bertukar pandang. Ah San menjawab, “Soal ini kami sungguh tidak tahu. Kami pikir… Xiao Wangye sudah mengatur semuanya sebelum berangkat ke Gunung Shaoshi…”

“Ah, justru itulah yang seharusnya kalian ketahui!” seru Zhao Min, ia hampir berteriak.

Ah Da menyela dengan hati-hati, “Mengenai hal ini, secara kebetulan Meijian pernah melihat kelompok mereka masuk ke salah satu kedai arak atau rumah bordil. Beberapa lainnya naik kuda keluar dari gerbang kota.”

Zhao Min menampar lututnya sendiri dengan keras. Lalu bangkit berdiri dan berjalan mondar-mandir dengan kening berkerut. “Gila…!” gumamnya. Setelah beberapa menit ia baru kembali duduk dengan tegak dan memandang ketiga anak buahnya dengan sangat serius. “Kalian tahu penginapan paling bagus di kota ini? Mulai sekarang aku ingin kalian melaporkan segala perubahan yang terjadi di rumah kepadaku di situ. Kalian bilang ingin bicara dengan Nona Zhao atau Nona Zhou.” Ia diam sejenak, lalu menambahkan, “Aku juga ingin supaya Shen Jian Ba Xiong13 juga ikut membantu mengawasi gerak-gerik mereka dan melaporkan kepadaku setiap hari. Ini bisa dipahami?”

Ah Er tampak agak ragu. “Mereka berdelapan ke penginapan sekaligus?” tanyanya.

Zhao Min diam sejenak, lalu menjawab, “Tidak perlu semuanya, untuk mereka bisa bergiliran. Setiap hari hanya seorang yang melapor mewakili semuanya. Tapi aku perlu bicara dengan kalian bertiga setiap hari.”

Ketiga orang itu menerima perintah dengan penuh hormat.

Tiba-tiba Ah Er berkata, “Junzhu, masih ada satu hal lagi, mungkin ini tidak terlalu penting…”

“Katakan saja,” kata Zhao Min.

“Tadi Shouxia sempat mendengar dua orang prajurit Zhu Yuanzhang menyebutkan nama Chen Youliang, tapi kurang jelas apa sebenarnya yang sedang mereka bicarakan,” jelas Ah Er.

Dahi Zhao Min berkerut mendengar nama ini. “Ini mungkin penting,” katanya, tapi ia tidak bisa menemukan kaitan antara Chen Youliang dengan peristiwa yang terjadi belakangan ini. Karena itu ia hanya menyimpan dalam hati keterangan tersebut dan tidak berkomentar lebih lanjut.

“Ingat baik-baik,” kata Zhao Min dengan tegas. “Semua urusan ini tidak boleh diketahui orang lain. Tidak juga untuk Xiao Wangye, Wang Fei, atau Meijian. Pendeknya, kecuali kita berlima yang ada di sini, ditambah dengan Shen Jian Ba Xiong, tidak boleh ada orang lain yang tahu. Kata-kataku cukup jelas?”

Mereka mengiyakan dengan serempak.

Zhao Min membubarkan pertemuan kecil itu, lalu mengajak Zhou Zhiruo kembali ke penginapan.


Dalam perjalanan kembali ke penginapan dari petualangan malam mereka, Zhang Wuji dan Fan Yao berpapasan dengan Zhou Dian dan Peng Yingyu.

Zhou Dian segera melaporkan bahwa untuk saat ini Han Lin’er dalam keadaan aman. Zhang Wuji menghela nafas lega, lalu menceritakan penemuan baru mereka.

“Ah!” seru Zhou Dian. “Ini pasti Sun Shi14! Aku sudah pernah bilang, Zhu Laoshi keparat ini selalu ingin menjatuhkan Jiaozhu, dan sekarang makin lama makin jelas!” Ia berpaling kepada Peng Yingyu, “Aku bukan bilang semua biksu, tapi kau harus mengakui sekarang, biksu yang ini memang kentut anjing, kan?”

Sebelumnya Zhu Yuanzhang dikenal sebagai seorang biksu keliling, tetapi kemudian memutuskan untuk kembali ke kehidupan biasa dan bergabung dengan gerakan melawan pemerintah.

“Sun Qie15,” kata Peng Yingyu mengoreksi istilah itu. “Karena sekarang dia sudah melahirkan anak, mustinya sekarang dia dipanggil Sun Qie. Aku sudah lama tahu soal ini, kudengar Selir Sun ini sangat baik.”

“Ah, kalau begitu kau juga Biksu Kentut Anjing, Peng Heshang,” omel Zhou Dian. “Maksudmu dia cantik, kan? Apa menurutmu dia juga lebih cantik dari Nona Zhou?”

Peng Yingyu tidak tersinggung. Zhou Dian memang sudah dikenal suka bicara seenaknya. Ia tersenyum. “Sun Qie ini memang kira-kira sebaya dengan Nona Zhou atau Nona Zhao,” katanya.

“Jadi kalian bahkan sudah tahu namanya?” sela Zhang Wuji, ia agak geli mendengar perdebatan mereka.

“Aku tidak tahu siapa namanya,” kata Peng Yingyu. “Tapi ayahnya adalah Sun Heqing, seorang pejabat Dinasti Yuan.”

“Gila!” seru Zhou Dian, hampir berteriak. “Dan dia masih ingin bilang orang lain adalah pengkhianat? Tapi aku belum pernah dengar soal Sun Anu ini — pejabat macam apa dia? Orang dari mana?”

“Sepertinya dari Changzhou,” jawab Peng Yingyu. “Tapi dia dan istrinya sudah tewas dalam perang, entah kapan dan di mana. Setelah itu dia diangkat anak oleh Ma Shixiong. Dia masih punya dua orang kakak, Sun Dashi dan Sun Fan.”

Fan Yao tersenyum. “Perpustakaan Peng Heshang sangat lengkap,” katanya. “Aku bahkan tidak tahu sama sekali soal ini. Yang jelas ini berarti sekarang juga Zhu Wangye kita ini sudah bertingkah seperti kaisar.”

Zhou Dian menepuk pahanya sendiri keras-keras. “Tepat sekali!” serunya. “Padahal Jiaozhu masih di sini! Makin lama dia makin kurang ajar! Apa dia ingin jadi Jiaozhu?”

Zhang Wuji tertawa ringan. “Zhou Dage,” katanya. “Rasanya kita pernah menyinggung soal ini. Aku sudah pernah bilang, kalau pun dia ingin menjadi Jiaozhu — atau salah satu dari kalian — itu artinya aku sudah saatnya mengundurkan diri. Sejak awal aku memang tidak merasa mampu mengelola Ming Jiao ini.”

Air muka Fan Yao berubah. “Jiaozhu,” katanya dengan serius. “Kami semua akan selalu membutuhkan Jiaozhu. Dan sekarang pun perjuangan kita masih belum tuntas. Fan Yao, Zhou Dian dan Peng Yingyu tidak merasa mampu menggantikan tugas Jiaozhu.” Ia memberi isyarat kepada kedua rekannya.

Zhou Dian dan Peng Yingyu buru-buru berlutut dengan tangan di dada. “Zhou Dian bicara sembarangan,” kata Zhou Dian. “Mohon Jiaozhu memberi hukuman.”

“Nah, nah, bukan seperti itu,” kata Zhang Wuji. Ia buru-buru ikut berlutut. “Kalau kalian tidak berdiri, kita semua akan bicara sambil berlutut.”

Mereka semua bangkit berdiri. Zhang Wuji melanjutkan, “Setelah aku melihat pasukannya, kurasa saat ini juga Zhu Yuanzhang tidak lagi bergantung kepada Ming Jiao. Dia bahkan bisa menggaet orang sebanyak yang dia mau untuk bergabung. Dan sebelumnya aku sempat bilang kepada Fan Youshi, Ming Jiao sendiri juga tidak membutuhkan orang seperti dia. Kecuali kalau sampai di sini aku keliru…” Ia menanti tanggapan.

“Jiaozhu benar,” kata Peng Yingyu. “Kita tidak membutuhkan orang macam dia.”

“Tapi kalau dia angkat kaki, banyak orang kita akan mengikuti dia saat ini,” kata Fan Yao.

“Nah, berarti kita juga tidak membutuhkan mereka yang angkat kaki itu,” sahut Zhou Dian tanpa keraguan.

“Zhou Dage,” kata Zhang Wuji. “Kelihatannya sampai hari ini kita selalu sehati. Aku juga berpendapat begitu. Tapi Ming Jiao ini bukan milik kita sendiri. Dan akhirnya, entah kita akan berakhir sukses atau gagal total di medan perang, di masa depan rakyat akan tetap membutuhkan seorang kaisar. Dan itu jelas bukan aku.”

Zhou Dian ingin membantah, tetapi Fan Yao memberi isyarat supaya ia diam.

“Kalian perlu tahu,” lanjut Zhang Wuji. “Saat ini ternyata Xuanming Er Lao sudah dibayar oleh Zhu Yuanzhang untuk memata-matai istana kekaisaran.” Ia berpaling kepada Fan Yao, yang segera mengiyakan. Lalu secara singkat menceritakan apa yang didengarnya dari tenda Zhu Yuanzhang. “Kalau melihat situasinya,” lanjut Zhang Wuji. “maka seperti yang sudah kita bicarakan tadi — dengan atau tanpa kita, berikutnya Zhu Yuanzhang akan mengambil alih tahta. Itulah akhir perjuangan kita…”

Sampai di sini ia disibukkan oleh suara protes dari Peng Yingyu dan Zhou Dian. Ia membiarkan kedua orang itu melampiaskan kekesalan mereka. Setelah mereda, ia baru melanjutkan penuturannya, “Nah, sekarang apa yang Zhu Yuanzhang tahu, ternyata kita juga tahu. Aku percaya, dengan sedikit usaha sebenarnya kita bisa saja lebih banyak tahu, dan kita akan memiliki peluang yang sama — setidaknya bersaing, untuk memimpin bangsa ini dengan dia. Hanya saja, kalian perlu memikirkan terlebih dahulu, siapa yang akan kalian calonkan untuk menduduki tahta berikutnya, tentu saja kita perlu merobohkan Dinasti Yuan terlebih dahulu. Tapi calon itu sudah pernah kalian pikirkan atau belum? Karena aku sudah pasti tidak akan mampu memimpin bangsa ini.”

Mereka semua terdiam.

Zhang Wuji tersenyum. “Bagaimana?” katanya sambil memandang Zhou Dian. “Zhou Dage sekarang ingin menjadi kaisar?”

Zhou Dian tertawa. “Aku masih suka menjadi Wu Sanren16,” katanya dengan santai. “Jadi Wu Sanren enak, lebih bebas.”

Mereka semua tertawa, tetapi makna dari uraian Zhang Wuji itu membuat ketiga orang lainnya berpikir, “Kelihatannya Jiaozhu sudah bertekad untuk mengundurkan diri secepatnya, tapi selanjutnya bagaimana dengan Ming Jiao?”

Zhang Wuji sepakat untuk mengadakan rapat terbatas di markas Ming Jiao dalam beberapa hari ini, yang hanya diikuti oleh Yang Xiao, Fan Yao, Wu Sanren dan Yin Yewang. Ia berpesan supaya jangan menyebarkan bahwa mereka telah bertemu dengan dia hari itu.

Setelah itu ia mengajak Fan Yao untuk kembali ke penginapannya. Hari sudah menjelang senja ketika mereka tiba di penginapan. Zhou Zhiruo dan Zhao Min juga sudah tiba, mereka telah beristirahat dan merapikan diri. Setelah Zhang Wuji dan Fan Yao beristirahat sejenak, mereka berkumpul di ruangan Zhao Min yang lebih besar untuk makan malam sambil bertukar pengalaman.

Di tengah acara kecil itu tiba-tiba Zhou Zhiruo bertanya, “Fan Youshi, kalau boleh aku tahu, sebenarnya bagaimana awalnya kalian bisa berkenalan dengan Zhu Yuanzhang ini? Bagaimana dia bisa bergabung dengan Ming Jiao?”

Pertanyaan itu cukup mengejutkan Fan Yao. Ia tidak bisa segera menjawab pertanyaan itu dan mengalihkan pandangannya kepada Zhang Wuji.

“Soal ini kurasa tidak terlalu jelas bagi Fan Youshi,” kata Zhang Wuji. “Tapi aku sendiri untuk pertama kalinya bertemu dengan Zhu Yuanzhang ketika dia masih menjadi biksu keliling. Waktu itu aku bersama Buhui Mei Mei — maksudku, Bibi Guru Buhui — sedang dalam perjalanan ke Guangming Ding untuk mencari Yang Zuoshi.” Ia tersenyum sambil menatap Zhou Zhiruo, lalu melanjutkan, “Soal ini kurasa kau juga sudah tahu, Ji Gugu, ibu Buhui, tewas di tangan Miejue Shitai…”

Zhou Zhiruo menghela nafas. “Aku juga merasa Shifu bersikap terlalu keras,” katanya. “Waktu Shifu ingin memaksaku melakukan perintahnya, dia selalu menyinggung hal ini, tentang bagaimana Ji Shijie tewas dalam sekali pukul di tangannya. Aku langsung merinding setiap kali mendengarnya.”

Zhang Wuji menggelengkan kepalanya. “Sudahlah, hal ini sudah berlalu,” katanya. “Pendeknya, saat itu aku harus mengantarkan Buhui Mei Mei kepada ayahnya. Di tengah jalan kami berkenalan dengan Xu Da dan Zhu Yuanzhang. Saat itu bencana kelaparan sedang melanda ibukota dan sekitarnya, termasuk wilayah yang kami lewati. Kami hampir dijadikan makanan oleh para penduduk di sebuah kampung. Xu Da menolong kami, dan sekaligus kami berkenalan dengan Zhu Yuanzhang. Saat itu pun mereka sudah terlibat dalam gerakan pemberontakan, eh — entah apa itu namanya — pokoknya yang melawan pemerintahan Dinasti Yuan.”

“Kurasa itu Pemberontakan Hong Jin,” sahut Zhao Min. “Mereka dijuluki begitu karena selalu memakai ikat kepala warna merah.”

“Oh, kalau begitu benar,” kata Zhang Wuji lagi. “Kurasa ini gerakan yang sama seperti Han Shantong.”

Fan Yao berdehem. “Soal gerakan ini Shouxia kebetulan memahaminya,” katanya. “Sebenarnya Ming Jiao sendiri tidak punya prajurit atau militer macam apapun. Sebenarnya kalau Jiaozhu melihat para anggota yang memakai ikat kepala merah itu, mereka adalah kelompok Pemberontak Hong Jin yang menggabungkan diri dengan Ming Jiao. Ini termasuk Zhu Yuanzhang, Xu Da dan Tang He.”

“Bagaimana dengan Chang Yuchun?” tanya Zhou Zhiruo.

“Chang Yuchun agak lain,” kata Fan Yao. “Dia memang murid Ming Jiao. Tetapi dalam perkembangan dia ikut-ikutan gerakan para pemberontak itu, meskipun tidak melepaskan diri dari Ming Jiao. Perlu diketahui, sebenarnya Ming Jiao adalah sebuah perguruan yang berdasarkan sebuah agama. Bukan gerakan anti-pemerintah atau lainnya. Ming Jiao sebenarnya sama seperti Emei, Shaolin atau Wudang, meskipun ajaran agama yang dipercayai berbeda.”

“Ah!” seru Zhao Min. “Sekarang aku mengerti, jadi sebenarnya Ming Jiao bahkan bukan perguruan silat?”

“Memang bukan,” kata Fan Yao sambil tersenyum. “Junzhu sangat cerdas. Sebenarnya Shaolin dan Wudang awalnya juga bukan perguruan silat. Zhang Zhenren pastilah mendirikan kelompok itu untuk menekuni ajaran Tao. Damo Dashi datang dari India untuk menyebarkan agama Buddha, dan akhirnya kuil Shaolin berdiri. Tetapi para murid diajari ilmu bela diri, selain untuk melindungi diri, sebenarnya tujuan utamanya adalah untuk menyehatkan tubuh, sebagai olah raga yang baik. Ming Jiao juga sama.”

“Mengenai pertanyaanmu tadi,” kata Zhang Wuji kepada Zhou Zhiruo. “Aku pun tidak pasti kapan Zhu Yuanzhang mulai bergabung dengan Ming Jiao. Tapi di Lembah Kupu-kupu kulihat dia datang bersama rombongan Chang Yuchun, bersama Xu Da dan Tang He. Karena itu kupikir mereka sudah lama menjadi anggota Ming Jiao. Saat itu dia bukan lagi seorang biksu.” Ia tersenyum tipis. “Aku sendiri kan saat itu masih baru bergabung,” katanya. “Itupun karena Yang Zuoshi, kakekku, pamanku Yin Yewang, Wei Fuwang dan semua orang lain memaksaku untuk menjadi ketua.”

Zhao Min tertawa. “Kalau seekor kucing tidak suka ikan asin, meskipun kita menyodorkan ikan asin di depan hidungnya, ia tetap tidak akan memakannya,” katanya.

Zhang Wuji mengabaikan sindiran itu, tetapi dua orang lainnya tertawa.

Fan Yao melanjutkan penuturannya, “Mengenai Han Shantong ini, sebetulnya dia juga bukan satu-satunya… Gerakan mereka awalnya juga mendeklarasikan diri sebagai gerakan keagamaan, Jiaozhu mungkin pernah mendengar — Masyarakat Teratai Putih17?”

Zhang Wuji yang dilahirkan di Pulau Es dan Api, dan selama sepuluh tahun pertama hanya bertemu dengan kedua orang tuanya dan Xie Xun, punya pengetahuan yang sangat terbatas mengenai agama-agama dan organisasi yang ada di Zhongyuan. Meskipun akhirnya ia bergabung, dan bahkan menjadi ketua Ming Jiao, dan banyak mendapat masukan dari Yang Xiao, tetapi sebagian besar waktu mereka dihabiskan dengan masalah internal dan perjuangan Ming Jiao. Ia sama sekali tidak tahu tentang apa yang dimaksud Fan Yao. Ia menggelengkan kepalanya sambil berkata, “Ini kedengarannya seperti kelompok salah satu suku, kan? Aku belum pernah dengar.”

Zhou Zhiruo menyela, “Aku pernah mendengar tentang Bai Lianshe ini dari Shifu, mereka juga beragama Buddha dari Kuil Donglin di Jiangzhou.”

“Benar,” kata Fan Yao. “Kuil Donglin itu sudah ada sejak jaman kuno, sebelum Dinasti Tang. Ini ajaran Buddha Mahayana yang disebarkan oleh Biksu Huiyan. Tetapi seorang pedagang kain dari Luotian yang bernama Xu Shouhui memulai sebuah gerakan dengan menyamar sebagai pengikut ajaran ini. Akhirnya justru dialah yang pertama-tama mendeklarasikan diri sebagai Raja Han di Jiangzhou. Berikutnya bahkan menganggap diri kaisar sebuah negara dengan nama Kekaisaran Tianwan.”

Zhang Wuji agak bingung, ia bertanya, “Di Jiangzhou? Tadinya kukira Xu Shouhui ini anggota Ming Jiao?”

“Aiyo!” kata Zhao Min sambil tertawa. “Zhang Da Jiaozhu, aku sudah pernah bilang, kau ini menggemparkan Wulin waktu mengalahkan enam perguruan besar di Guangming Ding itu. Karena itulah semua pihak ingin bergabung dengan Ming Jiao, tapi mereka semua punya tujuan sendiri-sendiri. Mereka hanya memanfaatkan kalian, tapi kalian tidak menyadarinya. Xu Shouhui ini pastilah juga ingin memanfaatkan namamu yang terkenal itu.”

Seketika itu Zhou Zhiruo merasa seolah-olah cahaya terang bersinar di benaknya. Ia baru menyadari apa sebenarnya yang terjadi selama ini. Ia baru mengerti kenapa gurunya semakin membenci Ming Jiao dan Zhang Wuji setelah kekalahan mereka di Guangming Ding.

Fan Yao buru-buru berkata, “Kami bukan tidak tahu soal ini, tapi saat ini rakyat memerlukan jalan keluar untuk mengatasi kemiskinan, penindasan dan penderitaan di bawah pemerintahan Dinasti Yuan…”

Zhao Min memotong kalimatnya, “Shifu, kalian selalu mengatakan pemerintahan Dinasti Yuan, dan seolah-olah pemerintah dibenturkan dengan rakyat. Tapi kalian mengabaikan masyarakat di sekitar Ruyang Wang Fu, bukankah Shifu sendiri tinggal di situ sejak aku masih kecil? Apa menurut Shifu mereka semua menderita, miskin dan ditindas?”

Fan Yao agak gugup ketika menjawab, “Soal ini Shifu tahu, memang di sekitar situ keadaannya baik, tapi…”

Zhao Min hendak bicara lagi, tapi Zhang Wuji buru-buru menengahi, “Bicara soal ini tidak akan selesai meskipun kita menghabiskan waktu beberapa tahun.” Ia mengalihkan pandangannya kepada Fan Yao. “Kita teruskan cerita Fan Youshi, aku sama sekali tidak tahu ada sebuah negara di sekitar — di mana itu…?”

“Mereka menundukkan daerah Quzhou, sejak itu wilayah itu dijadikan markas mereka. Itulah ibukota mereka,” kata Fan Yao. “Jiaozhu perlu tahu, sebenarnya ini bisa terjadi karena rakyat mendengar bahwa Xu Shouhui ini adalah penjelmaan dari Buddha Maitreyya. Sejak itu popularitas mereka membumbung tinggi, orang berlomba-lomba ingin menjadi pengikut mereka.”

“Hm!” dengus Zhao Min. “Ini gosip murahan! Keluargaku juga penganut ajaran Buddha. Tapi aku sama sekali tidak percaya berita semacam ini!”

Ketiga orang lainnya tertawa. Zhang Wuji berkata, “Ini boleh kita anggap sebagai cara mereka menarik pengikut baru. Lalu apa yang terjadi selanjutnya?”

“Selanjutnya cara-cara seperti ini jadi semakin banyak,” lanjut Fan Yao. “Han Shantong juga memakai cara yang sama.”

“Ah!” seru Zhang Wuji. “Dan akhirnya, karena jumlahnya semakin banyak, pemerintah beranggapan mereka ingin memberontak?”

Fan Yao tertawa. “Sebenarnya mereka memang sedang memberontak,” katanya. “Coba lihat, gerakan Xu Shouhui itu, masa mendirikan sebuah negara di dalam negara?”

“Itu memang benar,” kata Zhao Min menimpali. “Justru karena inilah akhirnya ayahku dipanggil dan ditunjuk untuk membasmi pemberontakan.”

Mereka semua diam agak lama, mencerna baik-baik apa yang sebenarnya terjadi.

“Jiaozhu,” kata Fan Yao memecahkan keheningan. “Coba tebak, gerakan yang dibentuk Xu Shouhui itu akhirnya dikenal sebagai apa?”

Zhang Wuji memandangnya dengan heran, lalu balik bertanya, “Itu sudah menjadi negara, kan? Kerajaan Tianwan?”

“Bukan,” kata Zhao Min. “Itu pasti Pemberontakan Hong Jin!”

“Luar biasa!” puji Fan Yao. “Junzhu memang benar. Sekarang, kesimpulan apa yang bisa kita tarik dari situ?”

Sebelum Zhao Min menjawab, Zhou Zhiruo mendahuluinya, “Kupikir pasti Zhu Yuanzhang yang merencanakan semua itu sejak awal. Cerita soal Buddha Maitreyya segala, itu pasti usul dia.”

Zhang Wuji tercengang. Ia menatap Zhou Zhiruo dan Fan Yao bergantian, lalu bertanya, “Fan Youshi, ini benarkah?”

“Memang ada gosip seperti itu,” kata Fan Yao dengan hati-hati, “tapi kita tidak bisa membuktikan kebenarannya. Jadi aku juga tidak berani memastikan apakah benar begitu.”

“Aku berani taruhan — tebakan Zhou Jiejie pasti benar!” tandas Zhao Min.

“Nah, kalian terlalu cepat menarik kesimpulan,” kata Zhang Wuji.

Fan Yao berdehem, lalu berkata, “Jiaozhu, ada satu hal yang menarik seputar Xu Shouhui ini. Dia punya seorang jendral andalan yang bernama Ni Wenjun18. Orang ini akhirnya melakukan kudeta melawan dia. Saat itu ada salah seorang ‘sobat’ kita yang menjadi anak buahnya.”

“Siapa orang ini?” tanya Zhang Wuji.

“Chen Youliang,” jawab Fan Yao.

“Peristiwa ini — kapan tepatnya?” tanya Zhang Wuji penasaran.

“Pemberontakan itu?” kata Fan Yao. “Sekitar lima tahun yang lalu.”

“Aku tidak mengerti,” kata Zhang Wuji. “Maksudmu Chen Youliang memberontak melawan Xu Shouhui ini? Kapan dia bergabung dengan para pemberontak? Kupikir dia selalu berada di Kai Pang?”

Zhou Zhiruo menyela, “Kurasa Chen Youliang pasti membunuh Ni Wenjun itu, jadi dia berjasa menyelamatkan Xu Shouhui.”

“Wah! Zhou Jiejie makin lama makin pintar,” puji Zhao Min. “Kau tahu dari mana?”

Muka Zhou Zhiruo memerah, ia tersipu. “Aku hanya asal tebak, aku pernah diakali Chen Youliang,” katanya.

Fan Yao mengangguk. “Itu memang betul, akhirnya Ni Wenjun dihabisi oleh Chen Youliang,” katanya. Ia mengalihkan pandangannya kepada Zhang Wuji, lalu berkata, “Jiaozhu, ada desas-desus yang mengatakan saat ini Chen Youliang punya pasukan yang sangat kuat di sebelah Utara19.”

“Ck ck ck… bagaimana caranya dia bisa mengumpulkan orang dalam waktu sesingkat ini?” kata Zhang Wuji berdecak kagum. “Kau yakin ini tidak ada kaitannya dengan Kai Pang?”

“Wuji Gege,” kata Zhao Min. “Lima tahun yang lalu berarti sebelum kau menggemparkan dunia. Apa betul saat itu Chen Youliang belum bergabung dengan Kai Pang?”

Fan Yao tertawa terbahak-bahak. “Chen Youliang bergabung dengan Kai Pang karena disuruh oleh gurunya — Cheng Kun,” katanya. “Sebenarnya Chen Youliang bisa menyelundup kemana-mana, karena pada dasarnya orang cenderung tidak mempedulikan dia. Penampilannya tidak mengesankan, tampangnya biasa, kalau kita sebutkan ciri-cirinya, maka sejuta kemungkinan akan muncul. Dia sudah menyelundup ke Kai Pang sejak lama, tapi sekaligus juga ikut kelompok Hong Jin. Karena itu kita sulit melacak di mana dia berada sekarang. Setelah tahu rencana Cheng Kun akan terbongkar, dia langsung menghilang tanpa jejak. Sekarang Cheng Kun sudah tidak bisa berkutik karena dibutakan oleh Xie Xun, dan juga dihukum di Shaolin. Dia harus bergerak sendirian, tidak bisa lagi mengandalkan gurunya. Dan sudah pasti tidak ada hubungannya dengan Kai Pang, karena para penatua Kai Pang sudah tidak lagi percaya sama dia.”

Mereka semua tahu bahwa Chen Youliang adalah murid Cheng Kun, atau Yuanzhen Dashi dari Shaolin.

Zhao Min mengerutkan alisnya, ia berpikir keras, lalu berkata, “Menurutku dia pasti sedang berusaha memanfaatkan Xu Shouhui lagi. Bukan tidak mungkin dia akan menggulingkan Xu Shouhui, seperti cara Zhu Yuanzhang menggulingkan Han Lin’er.”

Tiba-tiba Zhou Zhiruo berkata, “Kalau dia kembali ke Xu Shouhui, bukankah berarti dia jadi di bawah komando Zhu Yuanzhang?”

Zhao Min menepuk pinggiran meja dengan keras. “Shifu!” katanya. “Kita sebetulnya tidak perlu melakukan apa-apa, kita bisa mengadu domba Zhu Yuanzhang dan Chen Youliang.”

“Bagus sekali, bagus sekali!” kata Fan Yao sambil tertawa keras-keras. “Murid pintar! Shifu justru sedang memikirkan hal ini, bagaimana cara kita melakukannya?”

Dalam hati Zhang Wuji berpikir, “Kalau Min Mei dibiarkan terlalu lama berkumpul dengan Fan Youshi, yang timbul adalah sejuta akal bulus untuk mencelakai orang lain.” Tapi ia harus mengakui, itu ide yang sangat cerdik. Dia sendiri tidak akan bisa memikirkannya kalau pun diberi waktu berbulan-bulan. Padahal sebetulnya ada di depan mata. Saat ini ia sudah tahu bahwa Zhu Yuanzhang adalah orang dibalik gerakan para pemberontak Hong Jin, sedangkan Chen Youliang sebelumnya memang bergabung dengan gerakan itu juga. Kemungkinan besar sekarang ini mereka berdua sedang berseteru. Sedangkan pihak Dinasti Yuan sendiri sedang menghadapi masalah internal yang sangat rumit, kelihatannya dinasti ini tidak akan bertahan terlalu lama lagi. Ia tidak punya calon kuat yang bisa didukung dengan sepenuh hati, sedangkan dirinya sendiri selain tidak merasa mampu, juga tidak berminat untuk menduduki tahta, seandainya mereka memenangkan peperangan ini.

Akhirnya ia membulatkan tekad dan berkata, “Fan Youshi, itu semua tidak perlu dilakukan, karena aku sendiri sekarang ini sudah membuat keputusan bulat. Aku akan mengundurkan diri sekarang juga. Kau bisa membawa suratku untuk saudara-saudara di Ming Jiao. Aku berharap apa yang kalian upayakan akan membawa kedamaian bagi negeri ini dan rakyat. Untuk sementara aku belum tahu akan pergi ke mana untuk menetap, tapi kalau kalian memerlukan bantuanku, kalian bisa mencariku di Wudang. Aku ingin mengunjungi kakek guruku untuk mendengarkan nasihatnya.”

Fan Yao sangat terkejut, tapi Zhang Wuji mengangkat tangannya. “Sekarang juga aku akan menulis surat itu.”

Ia menulis surat pendek sesuai dengan apa yang dikatakannya tadi, lalu memberikannya kepada Fan Yao. Meskipun Fan Yao masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi dilihatnya keputusan Zhang Wuji sudah tidak bisa diubahnya lagi. Karena itu ia dengan berat hati berpamitan dan segera kembali ke markas Ming Jiao untuk berunding dengan Yang Xiao.

Setelah Fan Yao pergi, Zhang Wuji memandang Zhou Zhiruo dan Zhao Min bergantian, lalu berkata, “Aku mulai kuatir, segalanya bukan seperti yang kita harapkan. Rakyat jusru tidak akan mendapatkan kedamaian…”

Mereka bertiga menatap bulan sabit yang terlihat dari jendela tanpa bicara. Suara beberapa orang tamu yang mampir ke kedai arak di bawah untuk menikmati malam ditemani arak dan makanan ringan terdengar jelas dari situ.

Zhao Min mengambil sisa kacang di piring, lalu meneguk secawan arak tanpa bicara. Ia tampak agak sendu, mungkin teringat akan ayahnya yang belum lama meninggal. Zhou Zhiruo menatap ke jalanan yang terkadang dilewati oleh tandu, sesekali kereta berkuda lewat membawa orang-orang terhormat, mungkin untuk pulang ke rumah mereka, atau mungkin juga menuju ke rumah bordil yang suara keramaiannya masih terdengar dari situ. Tanpa sadar Zhang Wuji memandangi wajahnya yang cantik, tangannya yang lembut, sosoknya yang terbungkus setelan hijau itu tidak bisa menyembunyikan lekuk-lekuk tubuhnya yang indah. Lalu pandangannya beralih ke Zhao Min. Mereka berdua sangat kontras. Zhao Min tampak secara alamiah elegan dan hidup, gairah hidupnya mempengaruhi orang-orang di sekitarnya. Bahkan di saat sedang berkabung, ia masih terlihat seolah tanpa beban. Wajahnya yang putih dan halus itu menunjukkan ciri khas sukunya, dengan sedikit sentuhan orang-orang dari wilayah barat. Perawakannya tinggi, tetapi kecil dan ramping.

Jika sebelumnya Zhang Wuji punya segudang alasan untuk menepis pikiran-pikiran romantis semacam ini dengan memakai posisinya sebagai ketua Ming Jiao, saat ini ia baru saja melepaskan jabatannya, dan ia melamun Ia merasa lega, seolah sebuah batu yang selama ini menindih dadanya baru saja diangkat. Tetapi pikiran semacam ini kembali datang, dan sekarang ia tidak bisa lagi memakai alasan seperti sebelumnya, karena ia bukan lagi ketua Ming Jiao. Ia bukan siapa-siapa, bahkan sekarang juga ia tak tahu harus pergi ke mana, selain mengunjungi Wudang Shan yang sejak menginjakkan kaki ke Zhongyuan ini tanpa sadar sudah seperti rumahnya. Zhang Sanfeng seperti kakeknya, semua paman gurunya seperti saudara-saudara ayahnya, semua murid lain dianggapnya saudara.

Tapi ketika teringat ucapan Zhou Zhiruo sebelumnya tentang sebuah permintaan, tanpa sadar ia menghela nafas panjang.

“Kau pasti menyesal ya?” tanya Zhao Min. “Kau menyesal menulis surat itu.”

“Sama sekali tidak,” kata Zhang Wuji. “Sejak semula aku memang tidak ingin menjadi ketua Ming Jiao.”

“Kalau begitu untuk apa kau menarik nafas seperti itu?” tanya Zhao Min lagi. Ia menuangkan secawan arak dan menghabiskan isinya dalam sekali teguk.

Zhou Zhiruo tiba-tiba berkata dengan halus, “Kau tidak perlu memikirkan permintaanku. Aku sama sekali tidak memikirkannya lagi. Aku tidak ingin mengganggu kalian.”

Zhang Wuji tampak gelisah. Ia mondar-mandir dua kali, lalu duduk dan menuangkan secawan arak dan menghabiskan isinya. Ia ingin menuang secawan lagi, tetapi arak itu ternyata habis.

Tiba-tiba Zhao Min tertawa, ia mengutip sebuah syair, “Pedang dan Golok seperti mimpi…” Ia bangkit dan mengambil bungkusan pakaian yang biasa dibawanya, dan mengeluarkan botol kecil berisi arak. Sambil menuangkan isinya untuk Zhang Wuji ia melanjutkan puisinya, ”Aku mabuk, pandanganku kabur… Budi dan dendam hanya sebuah ilusi yang kosong.

Ia memandang Zhang Wuji dan Zhou Zhiruo yang sedang menatap ke arahnya, lalu melanjutkan dengan dua bait puisi berikutnya, ”Aku terbangun dari impian musim semi, hidup dan mati semuanya menjadi kekosongan…

Zhang Wuji dan Zhou Zhiruo terpesona, tanpa sadar mereka bertepuk tangan.

“Aku baru tahu kau bisa berpuisi seindah ini,” kata Zhou Zhiruo.

Zhang Wuji sudah pernah melihat puisi karya Zhao Min di Wisma Willow. Ia bertanya-tanya apa makna sebenarnya puisi itu. “Min Mei,” katanya. “Ini bukan saatnya berteka-teki. Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?”

“Aku bukan berteka-teki,” kata Zhao Min sambil tersenyum. “Aku hanya mengatakan apa yang kita alami belakangan ini. Coba kalian renungkan baik-baik. Mula-mula pedang dan golok itu menumpahkan begitu banyak darah manusia, lalu tiba-tiba keduanya menghilang, digantikan dua jilid tulisan berisi ilmu silat dan ilmu perang. Kita bertiga, tanpa sadar tahu-tahu kau menjadi Ming Jiao Jiaozhu, aku menjadi Junzhu, dan Zhou Jiejie menjadi ketua Emei. Lalu tiba-tiba kita tersadar dalam kekosongan. Aku bukan lagi Junzhu, bahkan ayahku tewas. Zhou Jiejie bukan lagi ketua Emei. Dan kau, kau baru saja melepaskan kesempatanmu untuk menjadi kaisar, bahkan melepaskan jabatan sebagai ketua Ming Jiao. Kita seperti baru terbangun dari impian musim semi, dan sekarang dihadapkan pada kenyataan, bahwa tangan kita kosong.”

Untuk pertama kalinya Zhang Wuji melihat wajah Zhou Zhiruo berubah cerah, matanya bersinar hidup ketika menatap Zhao Min yang sedang berbicara. Saat itu Zhou Zhiruo berkata, “Soal pedang dan golok itu aku juga merasa aneh. Mula-mula Shifu memaksaku bersumpah begitu beratnya, lalu aku harus menemukan kedua benda itu, tapi hanya untuk menghancurkan keduanya demi mendapatkan pusaka yang ada di dalamnya. Ketika itu aku merasa bersemangat, ternyata aku yang bodoh ini ada artinya. Saat aku melihat buku-buku itu di tanganku, lalu mulai membacanya, dan kemudian mempraktekkan isinya, tanpa sadar aku mulai melakukan hal-hal yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Tiba-tiba tanganku berlumuran darah, lalu nyawa manusia seperti tidak ada harganya bagiku.”

Ia berhenti sejenak, lalu menghela nafas dan melanjutkan, “Kemudian semuanya mendadak berubah lagi. Seperti puisimu tadi, aku terbangun dari impian musim semi, tiba-tiba semuanya berubah menjadi menyeramkan. Mula-mula aku tidak jadi menikah, lalu apa yang kukira kemenangan berubah menjadi kekalahan, tiba-tiba Yin Li menghantuiku, dan mendadak ia hidup lagi. Akhirnya aku mendengar sebentar lagi rakyat akan mendapat kedamaian, tapi akhirnya berubah kembali menjadi peperangan, yang belum pasti kapan akan berakhir. Segala hal yang kukira nyata ternyata pergi terbawa angin. Mula-mula ibuku meninggal, lalu ayahku, kemudian Shifu. Dan kau…” Ia mengalihkan pandangannya kepada Zhang Wuji. Mukanya memerah, ia tersipu. “Akhirnya kau juga meninggalkan aku…”

Zhang Wuji merasa bersalah, ia buru-buru berkata, “Zhiruo…” Tapi Zhuo Zhiruo memotong kalimatnya. “Wuji Gege, kau masih ingat ketika kita masih kecil, waktu Zhang Zhenren membawaku naik perahu untuk pergi ke Wudang Shan, kau memanggilku apa? Sekarang aku ingin mendengarnya lagi sebelum aku pergi…”

Zhang Wuji merasa sangat terharu, ia menatap Zhou Zhiruo sangat lama tanpa mengatakan sesuatu. Akhirnya ia berkata, “Zhiruo Mei Mei…”

Zhou Zhiruo tidak dapat menahan tangisnya, lalu menghambur ke arahnya, meletakkan kepala di dadanya tanpa mengatakan apa-apa. Zhang Wuji kehilangan kata-kata, ia juga tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Beberapa saat kemudian Zhou Zhiruo tiba-tiba melepaskan diri dan menghapus air matanya. Ia mengambil pedangnya yang tergeletak di atas meja sambil berkata, “Sekarang waktunya aku pergi.” Ia melangkah ke pintu.

Di luar dugaan, Zhao Min mendekatinya sambil berkata, “Zhou Jiejie, kalau memang ada yang harus pergi, maka akulah orangnya. Aku mengacaukan pernikahan kalian.”

“Tidak,” kata Zhang Wuji sambil berjalan mendekati pintu, lalu memandang kedua wanita itu. “Min Mei, Zhiruo Mei Mei, bisakah kalian mendengarkan aku dulu?”

“Wuji Gege,” kata Zhou Zhiruo. “Kau mau mengatakan apa lagi, di kaki Gunung Shaoshi itu bukankah semuanya sudah jelas?”

Zhang Wuji menggandeng tangan kedua wanita itu supaya mereka duduk kembali di sekitar meja. Setelah itu ia memandang mereka bergantian, sebelum berkata kepada Zhao Min, “Waktu itu di dekat Kuil Wan’an aku pernah mengatakan, seandainya suatu hari nanti aku bukan lagi ketua Ming Jiao, aku ingin melakukan banyak hal yang kusukai. Kurasa kau juga masih ingat tentang hal itu.”

“Tentu saja masih ingat,” kata Zhao Min tersenyum. “Saat itu kau bilang ingin menjadi seorang tabib keliling untuk menolong orang-orang sakit.”

Zhou Zhiruo sudah pernah mendengar tentang Zhang Wuji yang masih kecil menolong orang-orang sakit di kediaman Tabib Sakti Hu Qingniu, di Lembah Kupu-kupu. Bahkan Ji Xiaofu sempat ditolongnya. “Kau sudah menjadi tabib sejak kecil, Ji Shijie pernah menjadi pasienmu.”

Zhang Wuji tertawa, ia mengenang saat-saat itu sambil memainkan sumpit di meja makan. “Sebetulnya aku sangat takut waktu pertama kalinya menolong Chang Dage di situ, karena tersinggung Hu Xiansheng tidak mau menolongnya. Hu Xiansheng sangat aneh, tapi sebetulnya dia orang yang baik.” Ia menerawang sambil tersenyum sendiri mengingat rangkaian peristiwa di Lembah Kupu-kupu. “Sebetulnya hari-hari itu aku selalu merasa setiap saat aku bisa saja mati, tapi anehnya kalau kupikir-pikir lagi sekarang ini, justru pada saat itulah aku sangat bahagia.”

“Bukankah saat itu kau sendiri cedera berat?” tanya Zhao Min.

“Betul,” kenang Zhang Wuji. “Tapi serangan hawa dingin itu hanya datang secara berkala, bukan setiap saat aku merasa tersiksa. Huh…” Ia menghela nafas. “Kungfu Xuanming Er Lao itu sangat kejam. Karena aku masih kecil, He Biweng menggunakan tenaga yang sangat terukur, jadi aku memang tidak mati, tapi aku secara berkala akan terserang hawa dingin yang nyaris tidak bisa ditanggung.” Ia menatap Zhou Zhiruo dengan lembut. “Seandainya saja bukan kau yang menyuapi aku di Sungai Han itu, sebetulnya aku sudah pasrah, aku tidak ingin merepotkan Tai Shifu lebih lama lagi. Kau juga saat itu menjadi tabib.”

Mereka bertiga tertawa, suasana berubah menjadi agak riang.

“Zhang Jiaozhu,” kata Zhao Min sambil melemparkan senyumnya yang paling menawan. “Sebetulnya apa yang kauinginkan, sejak tadi kau bicara berputar-putar.”

“Kau masih ingin menjelajahi dunia ini bersamaku?” tanya Zhang Wuji.

Zhao Min memperhatikan di sudut bibirnya tersungging senyum samar, ia tidak bisa menangkap apa maknanya. “Tentu saja aku masih ingin menjelajahi dunia ini,” jawabnya. “Itu yang selalu kuinginkan sejak kecil. Tapi sejak kaisar memberiku gelar Junzhu ini aku selalu dikelilingi para pengawal seperti Xuanming Er Lao yang menjengkelkan, dan aku mau tidak mau harus mengurusi banyak urusan serius. Kenapa kau tiba-tiba menanyakan urusan ini?”

“Bukankah kau sekarang bukan lagi Junzhu?” tanya Zhou Zhiruo. “Kau bisa pergi ke manapun yang kau sukai bersama dengan Wuji Gege, dia bisa menjadi tabib sambil menjelajah dunia ini.” Ia mendesah, lalu berkata lirih, “Seperti kataku tadi, ini waktunya aku pergi…”

“Zhou Jiejie,” kata Zhao Min. “Aku sekarang sudah tahu apa yang ada di hati Cabul Cilik2 ini sebenarnya.” Ia bicara seolah-olah Zhang Wuji tidak ada di situ. “Kalau aku ada di sisinya, sebetulnya dia justru memikirkanmu. Jangan bilang kau sendiri tidak ingin bersamanya.”

Watak dasar Zhang Wuji sebetulnya romantis dan agak serius dalam memandang hidup. Ia menyaksikan sendiri bagaimana kedua orang tuanya meninggal karena bunuh diri di hadapan banyak orang. Sejak kecil ia sering dimanfaatkan orang yang ingin mengorek informasi tentang Xie Xun. Ia secara alamiah sering merenungkan dalam-dalam tentang kehidupan manusia di dunia ini. Saat ini meskipun Zhao Min mengucapkannya dengan nada seenaknya, tapi dalam hati ia mengakui ucapan itu memang benar. Xiao Zhao dan Yin Li sudah meninggalkannya. Sekarang ia tidak ingin kehilangan seorang pun dari kedua wanita yang ada di hadapannya itu, tapi ia tidak punya cara untuk mengatakannya. Dalam hati ia mengutuk diri, “Zhang Wuji, Zhang Wuji, kau ini memang tidak tahu malu.” Tetapi ketika membuka mulut, yang terdengar adalah, “Zhiruo Mei Mei, kalau aku sungguh-sungguh ingin bertualang dengan bebas menjelajahi dunia ini sebagai tabib keliling, dan aku sekarang juga memintamu, maukah kau ikut bersamaku?”

Muka Zhou Zhiruo merah padam, ia menundukkan kepalanya. “Kau sudah tahu aku pasti akan mengikutimu dengan senang hati,” katanya dengan agak lirih. “Tapi bagaimana dengan Zhao Meizi?”

“Dia sudah pasti juga akan ikut,” jawab Zhang Wuji sambil tertawa.

“Huh!” dengus Zhao Min, tapi ia tersenyum. “Miejue Shitai memanggilmu Xiao Yinzei2 bukan tanpa alasan. Jauh-jauh hari dia sudah tahu suatu saat nanti kau pasti akan mencuri murid kesayangannya untuk dirimu sendiri.”

Zhao Min bukan seperti Yin Li atau yang lain. Ia dibesarkan di lingkungan istana Chaghan Temur. Ibunya sendiri adalah salah seorang dari beberapa selir Chaghan. Baginya hal semacam ini sama sekali tidak asing.

Mereka diam beberapa saat untuk menikmati situasi baru itu, sebelum akhirnya Zhao Min bertanya, “Apa rencanamu selanjutnya? Kita tidak bisa terus seperti ini — kecuali kau tidak ingin punya beberapa orang Xiao Xiao Yin Zei generasi baru.”

Zhang Wuji dan Zhou Zhiruo tertawa mendengar lelucon itu.

“Seperti yang tadi kukatakan, aku ingin ke Wudang Shan,” kata Zhang Wuji setelah beberapa saat. “Aku memang ingin mendengar pendapat Tai Shifu tentang banyak urusan lain. Mengenai kita bertiga, aku yakin beliau — Lao Renjia — juga akan merestui kita.”

Tiba-tiba Zhou Zhiruo teringat sesuatu, ia bertanya, “Bukankah kau sudah menyuruh Ah Da, Ah Er dan Ah San melapor ke sini setiap hari?” Ia mengalihkan pandangannya kepada Zhao Min.

“Ah,” seru Zhao Min. “Aku hampir lupa tentang hal ini, besok akan kita temui mereka sebelum pergi. Dan sebenarnya memang masih ada urusan tertinggal di Henan.”

“Sebetulnya apa rencanamu, kau masih ingin membalas kematian ayahmu?” tanya Zhang Wuji.

Zhao Min menggelengkan kepalanya. “Keluargaku sudah lama diberi pengertian bahwa sewaktu-waktu peristiwa seperti ini memang bisa terjadi. Ayahku bertugas memerangi para pemberontak dari segala penjuru. Sejak kecil kami selalu kuatir setiap kali dia berangkat ke medan perang, seolah-olah itu terakhir kalinya kami semua melihat dia. Dan dia tewas ketika sedang menjalankan tugasnya, aku sedih, tapi tidak menyesalinya. Aku hanya ingin tahu bagaimana sebenarnya ia terjebak, kurasa ada sesuatu yang cukup serius di balik peristiwa ini.”

Setelah melepaskan jabatannya sebagai ketua Ming Jiao, Zhang Wuji mulai melihat Chaghan Temur sebagai seorang manusia biasa. Seandainya ia sendiri ditempatkan di posisi Chaghan, kemungkinan besar ia juga akan melakukan hal yang sama. Ia melihat Chaghan adalah seorang pemimpin yang baik, bahkan seorang negarawan yang setia. Hanya sayangnya, mereka berdua ada di pihak yang berseberangan.

Ketika para anak buahnya datang untuk melapor, Zhao Min segera menyatakan bahwa mulai saat itu mereka bisa memandang Zhang Wuji sebagai orang sendiri. Mula-mula Ah Da, Ah Er dan Ah San sangat terkejut, dan mereka sangat gentar melihat Zhang Wuji. Tetapi Zhang Wuji menyapa Ah Da dengan hormat, “Fang Daxia, Zhang Wuji sebelumnya melukaimu dengan berat, untuk ini aku sungguh menyesalinya.”

Ketegangan tiga orang itu mereda, meskipun mereka belum mengerti apa sebenarnya yang sedang terjadi. Kedelapan orang pemanah ulung itu adalah anak buah Zhao Min sendiri. Mereka dipilih Zhao Min dari antara ribuan orang pengikut ayahnya, dan sejak itu mereka berada di bawah komando Zhao Min. Saat ini Wang Baobao menggantikan posisi Chaghan mengepalai Ruyang Wang Fu dan para prajurit yang sebelumnya di bawah komandonya. Semalam Zhao Min menceritakan kepada Zhang Wuji dan Zhou Zhiruo bahwa Wang Baobao — atau Koke Temur — sebenarnya bukan putra ayahnya, ia adalah putra dari saudara perempuan ayahnya. Ia diangkat menjadi anak ketika ayahnya sendiri tewas di medan perang. Sejauh ini ia dan Wang Baobao tidak selalu sejalan, meskipun ia tidak secara terang-terangan kakaknya.

Para anak buah Zhao Min menemukan fakta bahwa para pengawal yang dikirim oleh Ayushiridara itu sebenarnya adalah mata-mata yang bertugas memantau apa saja yang dilakukan oleh dua kelompok pengawal lain yang dikirim oleh Qi Huanghou dan Toghon Temur. Mereka bekerja sama dengan Wang Baobao, sesuai perintah majikan mereka. Selain itu mereka juga sering menghubungi kelompok lain yang saat itu sedang berperang melawan pasukan Pemberontak Hong Jin di bawah pimpinan Zhu Yuanzhang.

“Ini kelompok dari mana lagi?” tanya Zhao Min.

“Soal ini masih kami selidiki,” kata Zhang Yishang20. “Tapi sepertinya petunjuk mengarah ke pasukan pemberontak.”

“Apa?” kata Zhao Min terkejut. “Apa mungkin orang yang dihubungi itu mata-mata dari pihak Wangye atau istana?”

“Soal ini Shouxia tahu,” kata Ah Da. “Dari ciri-cirinya berarti mereka sebetulnya anak buah Chen Youliang.”

“Wah, ini aneh sekali,” kata Zhao Min lagi. Tapi kemudian ia menyadari kemungkinan itu memang ada, karena Chen Youliang, menurut dugaan mereka, sedang berperang sengit dengan kelompok Zhu Yuanzhang. Kemungkinan ia mencari bantuan pihak lain dengan beberapa perjanjian khusus. Tapi sebenarnya Chen Youlian sendiri pada dasarnya berseberangan dengan pihak kekaisaran, kalau bisa ia juga ingin menggulingkan Dinasti Yuan.

Kelompok yang dipimpin Zhao Min ini sebelumnya sudah pernah mendatangi Wudang, dan saat itu mereka beristirahat di sebuah kedai arak di pinggir jalan di kaki gunung. Karena setelah ini mereka masih belum memastikan akan tinggal di mana, Zhao Min menyuruh mereka melapor kepada dirinya di tempat itu dalam tempo tiga hari ke depan.

Mereka bertiga berangkat ke Wudang Shan hari itu juga.

Footnotes

  1. Mei Zi (妹子), hampir sama seperti Mei Mei, adalah panggilan kepada seorang adik perempuan, tetapi dalam arti yang lebih intim.

  2. Zhao Min menggunakan istilah bahasa mandarin Xiao Yin Zei (小淫贼), yang berarti ‘Penjahat Cabul Kecil’. Julukan itu mula-mula berasal dari Miejue Shitai, dan kemudian dipakai oleh Ding Minjun setiap kali membicarakan Zhang Wuji. 2 3

  3. Karakter Kong (空), secara literal berarti ‘Kosong’ atau ‘Hampa’.

  4. Guangming Zuo Shi (光明左使) dan Guangming You Shi (光明右使) adalah kedudukan tinggi di dalam Ming Jiao, dalam hal ini masing-masing adalah Utusan Sayap Kiri dan Kanan. Di mana Sayap Kiri ditempati oleh Yang Xiao, dan Sayap Kanan oleh Fan Yao. Fungsi mereka sama, tetapi urusan yang menjadi tanggung jawab mereka berlainan. Istilah Guang Ming (光明) di sini berarti ‘Utusan Ming’, atau secara literal ‘Utusan Terang’, digunakan untuk mewakili Ming Jiao sendiri. Kedua posisi ini punya otoritas yang sama sebagai wakil ketua Ming Jiao.

  5. Shou Xia (手下), secara literal berarti ‘Bawahan’ atau ‘Anak buah’.

  6. Qi Zhu (旗主) adalah pemimpin panji atau bendera.

  7. Zhou Da Xia yang dimaksud adalah Zhou Dian.

  8. Panji Lima Elemen, atau Wuxing Qi (五行旗).

  9. Ruyang Wang Fu artinya adalah ‘Tempat Kediaman Pangeran Ruyang’.

  10. Zhang Wuji dijuluki Xiao Yinzei (小淫贼) oleh Miejue Shitai, Ding Minjun, dan sebagian besar murid Emei yang membencinya. Istilah Yin Zei (淫贼) itu sendiri berarti ‘Penjahat Cabul’. Sekarang ia mengganti Xiao (kecil) menjadi Da (besar), dan mengenakan istilah itu untuk Zhu Yuanzhang.

  11. Gui Fei (贵妃) adalah gelar kehormatan bagi seorang selir kekaisaran. 2

  12. Dinasti Tran berkuasa atas Viet Agung, atau dalam bahasa Han adalah Da Yue (大越). Wilayah ini di dunia modern kita kenal sebagai Vietnam.

  13. Shen Jian Ba Xiong (神箭八雄), secara literal adalah ‘Panah Dewa Delapan Pahlawan’.

  14. Sebutan Sun Shi (孫氏) bagi Selir Sun itu sebelum ia melahirkan anak bagi Zhu Yuanzhang. Sebutan Shi (氏) ini tidak melambangkan seorang selir resmi yang punya wewenang apapun.

  15. Sun Qie (孫妾) adalah gelar Selir Sun setelah ia melahirkan seorang anak bagi Zhu Yuanzhang.

  16. Wu San Ren (五散人) adalah salah satu posisi penting dalam Ming Jiao yang anggotanya terdiri dari lima orang, yaitu Leng Qian (冷謙), Shuobude (說不得), Zhang Zhong (張中), Peng Yingyu (彭瑩玉) dan Zhou Dian (周顛). Nama ini seringkali diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘Lima Pengembara’. Karakter San (散) secara literal berarti ‘Tersebar’ atau ‘Berserakan’. Sedangkan Wu (五) adalah ‘Lima’, dan Ren (人) adalah ‘Manusia’. Sangat bisa jadi nama ini memcerminkan tugas mereka yang sebenarnya, yaitu menyebar ke segala penjuru untuk menyebarkan ajaran Ming Jiao dan merekrut pengikut baru.

  17. Masyarakat Teratai Putih, atau Bai Lian She (白蓮社) adalah komunitas berbasis agama Buddha. Kelompok ini berpusat di Donglin Si (东林寺), atau Kuil Donglin, sekitar 20 km dari kota Jiujiang, propinsi Jiangxi. Pada jaman Dinasti Yuan daerah ini bernama Jiangzhou. Ajaran mereka adalah cabang dari aliran Buddha Mahayana yang mereka sebut ‘Tanah Murni’. Sasaran utamanya adalah meraih reinkarnasi di ‘Tanah Murni’ tersebut. Ajaran ini dipopulerkan oleh Biksu Huiyan dari Lu Shan, yang mendirikan Kuil Donglin pada tahun 386. Popularitas kuil mencapai puncaknya di era Dinasti Tang.

  18. Ni Wenjun (倪文俊) adalah seorang jendral yang terlibat dalam Pemberontakan Hong Jin di bawah komando Xu Shouhui.

  19. Utara yang dimaksud di sini adalah wilayah sebelah utara Sungai Yangtze.

  20. Zhang Yi Shang (趙一傷) adalah orang pertama dari delapan pemanah ulung pilihan Zhao Min. Ini dengan mudah dikenali dari karakter kedua dari nama mereka semua. Sedangkan karakter Shang (傷) itu secara literal berarti ‘cedera’ atau ‘terluka’. Dengan demikian nama itu kurang lebih bermakna ‘Orang pertama dari keluarga Zhang yang terluka’. Tetapi orang ini sebenarnya adalah prajurit dari Mongolia, nama itu dicomot dari perbendaharaan kata dan nama suku Han secara random, dan menghasilkan efek yang lucu-lucu.