Shaolin, 1362 — Pertemuan Besar Untuk Membunuh Singa

Menjelang runtuhnya Dinasti Song Selatan, ketika Guo Jing dan Huang Rong mengadakan Pertemuan Besar Para Pendekar yang didukung oleh Lu Guanyin1 dan istrinya, topik yang mencuat adalah pemilihan seorang tokoh yang berfungsi untuk menggalang persatuan seluruh pendekar Wulin untuk melawan serbuan Mongolia.

Lebih dari seratus tahun kemudian, di biara Shaolin, pertemuan akbar semacam ini kembali diadakan, tetapi dengan tema ‘Membunuh Singa’. Awalnya ketika mereka menerima undangan tersebut, semua pihak bertanya-tanya, ‘singa’ macam apakah yang dimaksud di sini? Orang biasanya memakai simbol ‘Naga’ untuk mewakili para penguasa, dan sejauh itu tidak ada yang menggunakan simbol ‘singa’ atau ‘harimau’. Tetapi bagi semua orang yang memiliki dendam pribadi dengan Xie Xun2, simbol tersebut sangat jelas.

Sebelum acara itu sendiri terselenggara, sudah jatuh beberapa korban. Di antaranya adalah dari pihak Kunlun Pai, suami-istri pemilik rumah tempat Zhang Wuji dan Zhao Min sempat menginap, dan beberapa pihak lain.

Ketika acara ‘Membunuh Singa’ itu sendiri akhirnya berlangsung, orang dikejutkan dengan berbagai perubahan yang terjadi di kubu Emei Pai yang dipimpin oleh Zhou Zhiruo. Mereka berubah menjadi kejam, licik, dan tidak segan-segan menggunakan cara-cara tidak lazim untuk memperoleh kemenangan atau membungkam orang.

Berikutnya semua orang lebih kaget lagi ketika melihat Song Qingshu, putra tunggal murid tertua Wudang, Song Yuanqiao, sekarang telah menjadi murid Emei, dan sekaligus suami Zhou Zhiruo yang saat itu menjadi ketua Emei. Sebelumnya mereka telah mendengar bahwa Ketua Emei Pai, Zhou Zhiruo mellangsungkan pernikahan dengan Ketua Ming Jiao, Zhang Wuji. Sayangnya pernikahan itu telah diganggu oleh kedatangan Shaomin Junzhu yang akhirnya mengajak Zhang Wuji meninggalkan tempat itu, meninggalkan teka-teki bagi semua orang yang menghadiri upacara pernikahan mereka.

Di akhir acara, ketika akhirnya misteri-misteri terbongkar setelah Zhou Zhiruo ditaklukkan oleh Wanita Berbaju Kuning, dan Xie Xun akhirnya membutakan kedua mata Cheng Kun, mereka kembali dikejutkan oleh berita bahwa mereka telah dikepung oleh sepuluh ribu prajurit yang dipimpin langsung oleh Jendral Chaghan Temur di kaki gunung.

Berbekal Kitab Strategi Perang yang diwariskan oleh Jendral Yue Fei3, akhirnya Zhang Wuji berhasil memimpin pasukan Ming dan para pendekar dunia persilatan untuk memukul mundur pasukan Chaghan Temur dari Shaolin.

Pada saat itu semua pendekar yang hadir bersorak, Ming Jiao makin kuat, Zhang Wuji dielu-elukan sebagai pemimpin besar. Tetapi di luar dugaan, ia akhirnya menyerahkan kitab warisan Jendral Yue Fei tersebut kepada Xu Da untuk digunakan dalam peperangan.

“Sebetulnya semuanya ini bukan karena kehebatan seorang Zhang Wuji,” kata Zhang Wuji merendah. “Aku sama sekali bukan ahli perang, bahkan sama sekali tidak memahami strategi militer. Tetapi Jendral Besar Yue Fei telah mewariskan tulisan tangannya sendiri, seperti yang tertulis dalam salinan ini. Selama ini semuanya tersimpan di dalam Tulong Dao, yang baru bisa kita ketahui setelah kita juga mendapatkan Yitian Jian. Itu pun kalau kita tahu rahasia di balik kedua senjata pusaka itu.”

Sekitar waktu yang bersamaan dengan kembalinya Zhang Wuji, Zhao Min, Zhou Zhiruo dan Xie Xun dari Pulau Ular, Qi Huanghou[^empress-ki] mulai melakukan kampanye untuk mendukung penobatan putranya menjadi kaisar menggantikan Toghon. Tetapi Toghon mencium aksi ini, dan ia tidak mau mengundurkan diri. Keretakan mulai terjadi, Toghon agak menjauh dari Qi Huanghou.

Konflik ini makin lama makin tajam, dan juga melebar ke kawasan lain, memecahkan Majelis Tinggi Kekaisaran menjadi dua fraksi utama, yaitu pendukung Toghon dan anti-Toghon. Peluang ini dimanfaatkan dengan sangat jeli oleh Zhu Yuanzhang, dan itu semua tidak luput dari perhatian Zhao Min. Ia bukan tidak tahu mengenai konflik keluarga istana, dan sebenarnya ia sudah sering berharap untuk bisa mendiskusikan hal ini dengan Zhang Wuji, tetapi sejauh ini ia tidak punya peluang. Ia pernah terlibat perdebatan yang meruncing dengan Zhang Wuji mengenai masalah ini, ketika Fan Yao mengajukan usul untuk membunuh Toghon Temur. Saat itu Zhang Wuji hanya setengah hati mendukung usul tersebut, tetapi tak disangka ternyata Zhu Yuanzhang mengajukan petisi sambil mengajak Tang He, Xu Da dan Chang Yuchun untuk menghadap Zhang Wuji, dan menolak usulan itu.

“Mengapa?” tanya Zhang Wuji saat itu.

“Jiaozhu, saat ini kita justru diuntungkan dengan adanya kaisar yang bodoh ini,” kata Zhu Yuanzhang, mengajukan alasannya. Ia masih berlutut di tanah bersama ketiga orang rekan militernya. “Jiaozhu bisa memandang Toghon Temur seperti Tongkat Penggebuk Anjing bagi kita. Dia justru adalah simbol yang menyatukan kita dan alasan bagi kita untuk bergerak.”

Zhang Wuji, Yang Xiao, Fan Yao, dan semua petinggi Ming Jiao yang ada di situ menatapnya lekat-lekat. Mereka tidak sungguh-sungguh mengerti apa maksudnya. Beberapa detik kemudian hanya Yang Xiao satu-satunya orang yang memahami apa maksudnya, tetapi ia tidak mengatakan apa-apa. Akhirnya Zhang Wuji kembali berkata, “Tolong Zhu Dage menjelaskan lebih rinci apa yang dimaksud. Kami semua hanya orang-orang Wulin yang kasar, dan tidak mengerti urusan politik.”

“Sejauh ini kita bisa mengumpulkan dukungan rakyat dengan sangat cepat,” lanjut Zhu Yuanzhang. “Ini karena apa?”

“Yang ini justru membuatku sangat heran, tolong Zhu Dage jelaskan lagi,” jawab Zhang Wuji.

“Karena rakyat merasakan akibat dari kebodohan kaisar,” sahut Zhu Yuanzhang dengan penuh percaya diri. Saat itu Zhao Min yang bukan anggota Ming Jiao sedang berada di Haozhou karena undangan dari Fan Yao, tujuannya justru untuk mendukung gagasan Fan Yao untuk membunuh Toghon Temur. Ia segera melihat kelemahan utama jawaban Zhu Yuanzhang ini. “Orang ini menyembunyikan fakta bahwa dialah yang mendorong rakyat setempat untuk melihat bencana alam dan semua akibat yang ditimbulkannya semata-mata adalah akibat dari ‘kebodohan kaisar’ yang salah mengelola negara,” pikirnya. “Si Keparat Zhu ini punya agenda tersendiri.”

Sementara itu ia mendengar Zhu Yuanzhang melanjutkan, “Karena dia bodoh, maka kita menjadi ada, dan rakyat mendukung kita. Pajak membumbung tinggi, harga barang-barang membumbung tinggi, kehidupan rakyat menjadi sulit, makanya mereka ingin segera menyingkirkan kaisar bodoh ini.”

“Dan bukankah itu justru yang akan kita lakukan?” tanya Zhang Wuji heran.

“Membunuh kaisar sih bisa saja,” kata Zhu Yuanzhang. “Seketat apapun pengawalan di dalam istana, Zaixia percaya kita pasti akan bisa melakukannya dengan perencanaan yang baik. Tapi selanjutnya bagaimana? Apa yang akan kita lakukan setelah kaisar tewas?”

Zhang Wuji dan semua orang melongo, rupanya bagi mereka kalau sumber masalahnya adalah pucuk pimpinan negara, setelah orang itu tersingkir selamanya, maka masalah bisa dianggap sudah selesai. Baru setelah berpikir beberapa saat akhirnya mereka mulai sadar, tetapi pemikiran mereka ternyata tidak seragam. Shuo Bude berkata, “Aku tahu, setelah itu kita bisa memanfaatkan situasi kacau di istana, dan melakukan serbuan terakhir untuk menumbangkan Dinasti Yuan. Mereka sedang dalam keadaan kacau, jadi pasti tidak menduga serangan kita.”

“Salah,” jawab Zhu Yuanzhang pendek.

Semua orang menatapnya dengan heran.

“Dalam keadaan darurat, yang pasti akan mengambil-alih kendali adalah Putra Mahkota,” jelas Zhu Yuanzhang. “Jadi mereka tidak bisa dikatakan ‘tidak siap’. Justru mereka sudah agak lama siap untuk itu, dan dengan membunuh kaisar berarti kita malah membantu pihak lain untuk naik ke pucuk pimpinan.”

Zhao Min tahu pasti bahwa Ayushiridara, putra Toghon Temur, telah diajukan berbagai pihak untuk segera menggantikan ayahnya. Zhao Min juga tahu pasti bahwa Putra Mahkota sangat berambisi untuk menggantikan ayahnya, dan sedikit banyak didukung oleh ibunya. Zhao Min tidak tahu pasti apa yang ada di benak Sang Permaisuri Qi, tetapi dalam hati sebenarnya ia sangat mengagumi wanita itu. Entah bagaimana ia merasa apa yang dialami oleh Toghon Temur dan Permaisurinya agak mirip dengan dirinya dan Zhang Wuji. Bedanya adalah, Ki Seung Nyang muda bukan seorang pimpinan pemberontak, dan sama sekali tidak bertujuan menggulingkan Dinasti Yuan.

Ia sudah agak lama memikirkan soal ini baik-baik setelah Fan Yao mengajukan usul tersebut. Kalau masalahnya adalah Toghon membuat keputusan yang salah dan bodoh, dan tidak mau mengurus negara, kelihatannya membunuh Toghon Temur memang akan menyelesaikan masalah. Tapi apa betul hanya itu masalahnya? Rasanya masalah ini sudah ada sejak ia sendiri masih sangat kecil, atau bahkan sebelum ia lahir. Rakyat dihasut untuk mempercayai isu seputar kelaparan yang terjadi akibat meluapnya Sungai Kuning, dan kemudian pemerintah menanggapi dengan berbagai proyek untuk membangun bendungan dan mengeruk sungai itu. Proyek itu menimbulkan masalah besar.

Semuanya masih ditambah dengan mencuatnya gerakan Han Santong, yang sebetulnya didukung Zhu Yuanzhang. Rakyat mempercayai omong kosong murahan bahwa Han Santong adalah titisan Buddha. Celakanya seseorang — dan ia menduga orang ini adalah Zhu Yuanzhang — mendukung hal ini dengan mengangkat Han Santong sebagai raja lokal.

Selama ini banyak orang, termasuk Zhu Yuanzhang, menduga bahwa Zhao Min sangat dekat dengan Putra Mahkota, tetapi mereka tidak tahu bahwa sebenarnya yang memiliki hubungan dekat dengan Ayushiridara adalah Koke Temur, alias Wang Baobao, kakak Zhao Min. Bahkan Chaghan Temur juga tidak terlalu dekat dengan Putra Mahkota, dan dalam hal ini juga tidak terlalu peduli. Ayah Zhao Min menghabiskan sebagian besar waktunya di medan laga, dan bukan di istana. Wang Baobao sudah lama menjalin kerja sama dengan Putra Mahkota dalam upaya mereka untuk memenangkan tahta. “Bodoh sekali,” pikir Zhao Min. “Justru hal semacam inilah yang membuat keparat seperti Zhu Yuanzhang ini bertepuk tangan.”

Saat itu dari balik pilar gedung yang berisi banyak ruang tamu di markas Ming Jiao di Haozhou, ia bisa melihat betapa semua orang terkesiap mendengar penjelasan Zhu Yuanzhang, termasuk Zhang Wuji. Dan akhirnya petisi itu ditanggapi secara positif oleh semua pihak, bahkan Zhu Yuanzhang dihujani pujian dan terima kasih. Zhao Min mengeluh dalam hati, “Aduh, betapa bodohnya mereka semua. Aku tidak heran kalau setelah ini Si Bangsat Zhu ini akan menjadi Ketua Umum Ming Jiao.”

Ia teringat suatu malam tepat sebelum Kuil Wan’an tempatnya menahan anggota enam perguruan silat utama terbakar, Zhang Wuji mengungkapkan cita-citanya yang terbesar adalah untuk menjadi seorang tabib keliling untuk menolong orang. Saat itu Zhao Min juga teringat angan-angannya sendiri sejak kecil untuk bertualang ke segala tempat di dunia ini sebagai orang bebas. Tepat pada detik itu juga ia merasa seandainya saja hal tersebut terkabul, maka segala penghalang bagi cintanya kepada Zhang Wuji akan lenyap seketika. Ia bukan lagi anggota Ming Jiao, apalagi ketua mereka. Dan dirinya sendiri juga bukan lagi seorang anak jendral Mongol, apalagi seorang Junzhu4. Tapi saat itu Zhao Min melihat angan-angan ini sepertinya semakin jauh, tanpa mencari tahta, justru tahta yang mendatangi Zhang Wuji. Semua orang di Ming Jiao menghendaki dia menggantikan kaisar yang sekarang dan mendirikan dinasti baru. Sedangkan Zhu Yuanzhang ingin menggantikan posisinya.

Bagi Zhao Min akan jauh lebih bagus kalau Zhu Yuanzhang, atau siapapun, menggantikan posisi Zhang Wuji, tapi jika ia sendiri ikut mendukung orang semacam itu, bukankah itu seolah-olah mencelakai Zhang Wuji? Mana mungkin ia mendukung bangsat ini untuk menggulingkan orang yang dicintainya? Ia sendiri sempat salah menduga, dan mengira diam-diam Zhang Wuji ternyata punya ambisi pribadi dengan hanya setengah hati mendukung usulan Fan Yao. Ia saat itu bisa melihat jelas betapa lega hati Zhang Wuji ketika mendengar penjelasan Zhu Yuanzhang, tetapi itu bukan seperti yang dikira banyak orang. Akhirnya ia bisa memahami bahwa sebenarnya di dalam hati Zhang Wuji tindakan seperti membunuh orang, apalagi setingkat Kaisar, adalah di luar keinginannya. Sebisanya ia akan menghindari hal itu, karenanya ia merasa lega bahwa rencana tersebut bisa dibatalkan dan semua orang terpaksa mencari jalan lain.

Sampai di sini Zhao Min teringat hal lain lagi. Yang paling ditakutinya adalah kalau semua ini terus berlanjut, maka cepat atau lambat Zhang Wuji akan berhadapan dengan ayahnya di medan laga. Celaka sekali kalau hal itu sampai terjadi. Zhang Wuji pernah mengungkapkan kekuatirannya mengenai hal ini, dan sampai sekarang ia sendiri pun masih belum menemukan jalan keluar untuk menanganinya. Ketika di Haozhou mereka berdua akhirnya bertemu kembali dan akhirnya malah berdebat sengit tentang politik sampai jauh malam di kedai kenangan mereka. Kalau Zhou Zhiruo yang secara diam-diam membuntuti Zhang Wuji, tidak buru-buru muncul di kedai itu, bukan tidak mungkin perdebatan itu masih akan meruncing. Tetapi akhirnya peristiwa itu berlanjut sampai ke acara perkawinan yang dikacaukannya dengan paksa. Sampai di sini Zhao Min tersenyum sendiri, ia sedikit pun tidak menyesali tindakannya mengacaukan upacara pernikahan Zhang Wuji dengan Zhou Zhiruo.

Sekarang setelah krisis di Kuil Shaolin berhasil diatasi, perhatian semua orang pastilah akan kembali pada peperangan mereka dengan Kekaisaran Yuan. Saat ini kehadiran Zhao Min di Ming Jiao cukup bisa diterima, atau tepatnya tak seorang pun berani mengungkit latar belakangnya karena menghormati Zhang Wuji. Ia melihat melambungnya popularitas Zhang Wuji ini bukan sesuatu yang baik, karena itu pasti menambah rasa tidak puas Zhu Yuanzhang. Padahal kalau sungguh-sungguh ingin menjadi ketua Ming Jiao, Zhu Yuanzhang cukup mengatakannya secara baik-baik, dan nyaris seketika itu juga Zhang Wuji akan meletakkan jabatan dengan senang hati.

Hanya saja, Zhao Min tahu yang tidak menyukai Zhu Yuanzhang bukan dia seorang, Zhou Dian sudah lama tahu kelicikan Zhu Yuanzhang. Yin Yewang, Yang Xiao, Fan Yao dan juga Wei Yixiao juga pasti menyadarinya, karena itu mereka tidak akan melepaskan Zhang Wuji begitu saja.

Zhao Min berjalan keluar dari Shaolin sambil berpikir dalam, tanpa sadar kakinya melangkah menuruni jalan setapak menuju ke kaki gunung. Tiba-tiba di sebuah tikungan ia merasa ada hembusan angin di belakangnya, dan sebelum ia sempat bereaksi, dua titik akupuntur di dekat bahunya telah tertotok. Hampir bersamaan, dua titik akupuntur di belakang lututnya juga ditotok, ia tidak bisa menggerakkan kaki dan tangannya dan diam terpaku di tempatnya.

“Aiyo,” kata sebuah suara lembut nan merdu dari arah belakangnya. Sedetik kemudian sosok anggun berbaju hijau muncul dari belakangnya dengan langkah ringan. “Zhao Meizi5 kelihatannya sedang memikirkan urusan serius, bukannya Wuji Gege masih ada di dalam, kau mau ke mana?”

Zhou Zhiruo menatapnya dengan senyum kemenangan. Zhao Min agak heran melihat rambutnya tergerai tanpa diikat, memamerkan kecantikan khas suku Han, tetapi ada sesuatu yang misterius dalam senyumnya. “Kau mau apa?” tanyanya. Di luar dugaannya, Zhou Zhiruo bersikap sangat lembut, tidak terlihat ada sedikit pun permusuhan di matanya.

“Kau tidak usah takut,” kata Zhou Zhiruo. “Yang pasti aku tidak akan menyayat wajahmu, atau mencungkil matamu, apalagi membunuhmu. Itu hanya akan menambah panjang daftar kejahatanku, kan?”

Zhao Min tertawa. “Kalau sudah tahu begitu, sebaiknya bebaskan aku,” katanya. “Menahanku di sini apa sih untungnya bagimu?’

“Wah,” jawab Zhou Zhiruo ringan. “Mungkin justru kau yang beruntung, nantinya kau akan berterima kasih kepadaku. Dan aku bukan ingin menahanmu, hanya membuatmu tetap tenang sementara kita nonton sandiwara.”

“Sandiwara apa?” tanya Zhao Min curiga. Ia mulai kuatir, tetapi ia sama sekali tidak punya bayangan apa yang akan dilakukan perempuan cantik yang ternyata kejam ini.

Zhou Zhiruo menatapnya dari jarak dekat, mengamati mukanya dan berkata dengan halus, “Selama ini aku belum pernah menyadari kau ternyata secantik ini, tidak heran Wuji Gege rela melakukan segala-galanya bagimu, menuruti semua keinginanmu.”

“Wah, kapan dia menuruti semua keinginanku?” kata Zhao Min sambil tertawa. “Seandainya saja begitu, maka segalanya akan jauh lebih mudah…” Ia masih ingin bicara, tapi totokan berikutnya membuatnya kehilangan suara.

Zhou Zhiruo lagi-lagi tersenyum. Ia membebaskan totokan di kaki dan tangan Zhao Min, lalu memapahnya ke balik sebuah pohon dan duduk di bawahnya. “Seperti yang kukatakan tadi,” katanya, masih tersenyum. “Kau tidak usah takut, tunggu saja di sini. Tidak akan ada binatang buas di tempat ini.”

Dengan ringan ia berkelebat pergi ke arah puncak gunung. Yang terlihat hanya sebuah titik hijau menghilang di kejauhan.

Zhao Min memeras otaknya, berusaha menemukan apa alasan Zhou Zhiruo menahannya di tempat ini. Ia memandang sekelilingnya, tapi tidak bisa menemukan benda apapun yang cukup menarik perhatian. Jalan setapak menuju ke kuil Shaolin ini begitu tenangnya, padahal tak terlalu lama sebelumnya ada pertempuran sengit yang merenggut ribuan nyawa manusia di dekat tempat ini. Hembusan sejuk angin sepoi-sepoi menenangkan hati dan pikiran Zhao Min, ia merasa beberapa bulan belakangan ini ternyata ia sangat lelah. Masalah yang terus menerus mengganggu pikirannya tentang Zhang Wuji dan keluarganya tak kunjung bisa dibereskan, dan sekarang dirinya bahkan tak bisa menggerakkan tangan dan kakinya di tempat ini. Sebelum meninggalkannya tadi Zhou Zhiruo kembali menotok tangan dan kakinya sehingga ia tak bisa bergerak, bahkan masih tetap tak bisa bersuara untuk menjerit minta tolong.

Sayup-sayup telinganya mendengar ada sesuatu bergerak di belakangnya, tapi ia tidak bisa berpaling untuk melihatnya. Ia menunggu beberapa saat, dan sepertinya ada gerakan manusia beberapa meter dari tempatnya duduk, orang itu sedang bergerak ke arah barat, dan setelah beberapa langkah suara itu menghilang. Rupanya orang itu menyembunyikan diri di balik pohon lain. Kalau menilai dari tempatnya bersembunyi, orang itu pasti tahu bahwa ia sedang duduk di sini, tapi sejauh ini tidak melakukan apa-apa. Dari langkah kakinya yang tidak terlalu ringan, Zhao Min tahu pasti itu bukan Zhou Zhiruo.

Ia memandang ke langit dan melihat senja telah menjelang, cahaya merah matahari terbenam mewarnai langit menjadi lembayung dangan jutaan variasi warna di awan, menciptakan pemandangan yang sangat menakjubkan. Keindahan jalan setapak menuju ke puncak Shaoshi ini, ditambah dengan hembusan angin sejuk, membuat mata Zhao Min terasa berat, tanpa sadar ia tertidur.

Ia terbangun oleh suara manusia berjalan di antara semak-semak di dekatnya, saat itu sepertinya sudah tengah malam atau bahkan dini hari. Ia mencoba mengamati sekelilingnya dalam gelap, namun ia tidak melihat apa-apa. Beberapa saat kemudian sosok pemuda kekar berbaju putih muncul dari arah puncak, itu ternyata Zhang Wuji. Zhao Min ingin berteriak, tapi tak ada suara keluar dari mulutnya. Dengan panik ia bermaksud menggulingkan diri untuk menarik perhatian, tetapi anggota tubuhnya lumpuh, ia sama sekali tidak bisa bergerak.

Zhao Min melihat Zhang Wuji mengendap-endap sambil memandang ke sekeliling, seolah-olah sedang mencari sesuatu atau seseorang di sekitar tempat itu. “Hei, aku di sini, tolol!” jerit Zhao Min dalam hati. Tapi ia sama sekali tidak bisa bersuara. Ia melihat Zhang Wuji bergerak menjauh dan tampaknya akan segera pergi dari situ. Dalam hati Zhao Min mengeluh, “Celaka! Entah kapan totokan ini akan terbuka sendiri?” pikirnya. Ia merasa perutnya lapar, dan seketika itu berharap perutnya akan bersuara, tapi sedikit pun tak ada yang terdengar. Bayangan Zhang Wuji dengan cepat menghilang di balik pohon besar, entah apa yang dilakukannya.

Zhao Min berusaha mendengarkan setiap suara dengan teliti, tetapi tak ada orang lain di sekitar situ. Tak lama kemudian ia melihat Zhang Wuji bergerak ke arah barat, lalu menghilang. Tak lama kemudian tiba-tiba telinganya sayup-sayup mendengar suara gemerincing dan keliningan suara dari arah Kuil Shaolin, tampaknya mereka mengadakan acara doa di tangah malam ini. “Di tengah malam?” pikir Zhao Min bertanya-tanya. “Ini kelihatannya ada peristiwa yang tidak biasa, entah apa itu?”

Berikutnya ia tidak bisa menangkap dengan jelas suara-suara dari arah Shaolin, tetapi pasti tidak sunyi senyap seperti sebelumnya. “Ini pasti ada sebuah peristiwa penting,” pikir Zhao Min dengan yakin. Ia menjadi agak gelisah, sampai saat itu ia masih belum bisa menggerakkan kedua tangan dan kakinya, dan tetap tidak bisa bersuara. Ia hanya bisa membuka mata dan telinganya lebar-lebar berusaha menangkap segala sesuatu yang sedang terjadi di situ.

Tiba-tiba ia melihat bayangan hitam bergerak turun dari arah Shaolin, orang itu dengan lincah bergerak ke arah pohon besar di dekatnya, tetapi sayangnya ia tidak melihat Zhao Min ada di sekitar situ. Dari bayangannya, sosok itu tampaknya seorang wanita, tinggi dan langsing. Tampaknya masih muda. Rambutnya panjang terurai, lekuk-lekuk tubuhnya sangat indah. Sepertinya ia pernah melihat sosok ini sebelumnya, tetapi seketika itu ia tidak bisa mengingatnya.

Tak lama kemudian ia bisa melihat sosok Zhang Wuji dan Zhou Zhiruo sedang bergandengan tangan menuruni jalan setapak. Dari kejauhan Zhao Min melihat Zhou Zhiruo menyandarkan diri dengan sikap manja ke bahu Zhang Wuji. Dalam hati ia mengutuk, “Xiao Yinzei6, rupanya seperti ini kelakuanmu di belakangku ya?” Tapi begitu mereka mendekat ia segera melihat bahwa sebetulnya Zhou Zhiruo yang lebih mendekatkan diri, dalam kegelapan malam ia melihat air muka Zhang Wuji seolah penuh kekuatiran.

Saat itu Zhao Min merasa pita suaranya mulai lentur, ia merasa setidaknya ia akan bisa menggeram atau berdehem, yang akan menimbulkan suara cukup keras untuk didengar orang di situ. Ia sudah siap melakukannya ketika ia merasa bayangan hitam yang ada di dekat pohon besar itu bergerak sedikit, tetapi tetap tidak bersuara dan masih bertahan di tempat persembunyiannya. Ia berusaha menahan keinginannya untuk bersuara. Melihat adegan mesra yang ada di hadapannya ia bahkan lebih merasa penasaran untuk mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan, dan bukannya ingin segera membebaskan diri. Ia tahu Zhou Zhiruo sengaja melakukan apapun untuk membuatnya marah, dan ia tidak ingin kalah.

Setelah mereka berdua lebih dekat beberapa meter lagi, ia bisa mendengar Zhou Zhiruo mendesah dan berkata, “Wuji Gege, waktu pertama kalinya kita bertemu di Sungai Han itu, aku diselamatkan oleh Zhang Zhenren. Kalau aku tahu aku harus menderita seperti sekarang, rasanya di Sungai Han waktu itu aku lebih baik mati saja.”

Zhang Wuji tidak menjawab. Ia teringat akan bait yang biasa dibacakan oleh para anggota Ming Jiao, tanpa sadar ia bergumam pelan, “Apakah kesukaan dalam hidup ini, dan apakah penderitaan dalam kematian? Aku merasa kasihan melihat manusia, dengan banyaknya penderitaan mereka.”

Mendengar bait-bait yang dikutip Zhang Wuji itu, tangan Zhou Zhiruo yang sedang memeluk lengannya bergetar. Ia berkata dengan nada rendah, “Zhang Zhenren membawaku ke Emei Pai, tentu maksudnya untuk kebaikanku. Tapi kalau dia — Lao Renjia7 — sudi menerima aku di bawah bimbingannya di Wudang Shan, dan mengangkatku menjadi murid Wudang, maka segalanya akan jadi lain sekarang ini. Aih, aku bukan ingin bilang Enshi8 tidak baik, tapi dia memaksaku mengucapkan sumpah yang jahat, memaksaku menentang Ming Jiao, menyuruhku membencimu dan mencelakaimu, padahal di dalam hatiku, sejujurnya saja…”

Zhang Wuji merasa agak tersentuh mendengar ketulusan di dalam suaranya. Ia bisa melihat Zhou Zhiruo jelas sekali punya kesulitannya sendiri. Segala kejahatan yang dilakukannya, terutama sekali adalah karena ia sangat menghormati ucapan Miejue Shitai sebelum meninggal. Ketika melihatnya sangat ketakutan, rasa sayangnya kepada Zhou Zhiruo jadi lebih mendalam.

Sebaliknya dari tempat duduknya, tanpa bisa bergerak dan bersuara, Zhao Min diam-diam mengeluh, “Iblis Cantik ini masih juga memakai jurus yang sama, dan kelihatannya Wuji Gege masih juga termakan tipuannya.” Ia teringat bagaimana Zhou Zhiruo mencuri obat pelemah otot dari sakunya, dan meracuni semua orang di Pulau Ular, lalu dengan sengaja melemparkan segala kesalahan kepada dirinya, padahal saat itu ia juga diracuni. Begitu berpikir soal Pulau Ular, mendadak Zhao Min teringat sesuatu. Ia begitu kagetnya sampai nyaris menjerit. Ia mengamati dengan teliti sosok hitam yang bersembunyi di dekatnya. “Pasti dia,” pikirnya tanpa ragu. “Tapi mana mungkin…”

Saat itu angin malam bertiup di sepanjang jalan setapak pegunungan itu, membawa semerbak wangi bunga yang lembut dari alam sekitarnya. Merasa lengannya dipeluk manja oleh seorang wanita cantik yang sedang mencurahkan isi hatinya dengan penuh perasaan, Zhang Wuji tidak dapat menahan perasaannya yang bergejolak. Ketika berusaha menyingkirkan racun dari tubuh Zhou Zhiruo ia harus menyentuh bagian-bagian tubuh yang cukup intim, kulit mereka bersentuhan. Tambahan lagi, sebelumnya mereka berdua pernah secara resmi bertunangan, dan bahkan sedetik lagi hendak mengucapkan ikrar perkawinan. Semuanya itu membuat Zhang Wuji terombang-ambing, dan ia melamun, tak tahu apa yang harus dikatakannya.

Zhao Min mendengar Zhou Zhiruo melanjutkan, “Wuji Gege, waktu kita berdua akan menikah di Haozhuo itu, mengapa pada saat Zhao Min memintamu, kau dengan segera mengikutinya? Apa kau sungguh-sungguh mencintainya sepenuh hati?”

“Aku baru bermaksud menceritakan hal ini kepadamu,” jawab Zhang Wuji. “Ayo kita duduk sejenak.” Ia menunjuk ke arah sebuah batu besar di pinggir jalan.

“Tidak,” kata Zhou Zhiruo. “Sekarang ini hatiku sangat kacau, aku tidak akan bisa mendengarkan ceritamu. Ayo kita jalan-jalan sebentar tanpa bicara, baru kemudian aku akan mendengarkan cerita itu.”

Zhang Wuji mengangguk. Ia mengikuti Zhou Zhiruo jalan berputar-putar, seolah tanpa tujuan yang pasti, bahkan sampai beberapa li dari tempat semula, sebelum akhirnya mengambil jalan kecil untuk kembali ke dekat tempat semula. Lalu akhirnya ia berkata, “Baik, sekarang kau bisa ceritakan semuanya.” Ia berjalan mendekati sebuah batu gunung yang besar di balik semak-semak. Mereka duduk berdampingan di situ.

Di tempat duduknya, di bawah pohon, Zhao Min merasa jantungnya berdegup kencang. Tadi ia tidak bisa melihat ke mana mereka berdua pergi, tapi kelihatannya saat itu sama sekali tidak ada yang mereka bicarakan. Ia sangat terkejut ternyata Zhou Zhiruo memilih tempat duduk tepat di belakang semak-semak di seberang pohon di mana ia sendiri berada. Dari tempat duduknya Zhao Min memang tidak bisa melihat apa yang mereka lakukan, tetapi ia bisa mendengar dengan jelas setiap kata yang mereka ucapkan, bahkan hembusan nafas mereka pun bisa didengarnya di keheningan malam.

Zhang Wuji dengan nada rendah menceritakan secara rinci bahwa saat itu ia — Zhao Min — menunjukkan rambut Xie Xun yang digenggamnya. Hal itu membuat Zhang Wuji tak punya pilihan selain mengikutinya. Ia juga menceritakan segala hal yang terjadi setelah meninggalkan tempat di mana acara itu berlangsung. Setelah itu Zhao Min hanya mendengar keheningan malam. Kelihatannya Zhou Zhiruo terdiam sangat lama, tanpa bisa mengatakan apa-apa.

“Zhiruo, kau menyalahkan aku?” tanya Zhang Wuji memecahkan keheningan.

Zhao Min mendengar suara Zhou Zhiruo seperti tersedak ketika berkata, “Aku melakukan begitu banyak kesalahan fatal, sekarang ini aku hanya bisa menyalahkan diri, kenapa aku harus menyalahkanmu?”

Saat itu Zhao Min mendengar suara seperti tepukan di bahu, tampaknya Zhang Wuji sedang berusaha menghibur Zhou Zhiruo dengan menepuk-nepuk bahunya. Lalu terdengar suaranya dengan lembut berkata, “Di dunia ini, orang melakukan bermacam-macam kesalahan karena keadaan. Hal-hal seperti ini selalu muncul secara tak terduga. Kau tidak usah terlalu menyalahkan diri dan patah semangat.”

Di tempat duduknya Zhao Min merasa gemas. “Dasar Xiao Yinzei, kau dengan mudah memaafkan Wu Qingying yang pernah bermaksud membunuhmu. Dan juga Zhu Jiuzhen. Dan sekarang Zhou Zhiruo, yang bahkan lebih fatal dari semuanya.” Ia tiba-tiba mendengar suara orang mendengus pelan dari balik pohon di dekatnya. Tapi tampaknya baik Zhou Zhiruo maupun Zhang Wuji sama sekali tidak memperhatikannya.

Terdengar suara merdu Zhou Zhiruo berkata lagi, “Wuji Gege, aku ingin menanyakan satu hal lagi. Tapi kau harus menjawab dengan sejujur-jujurnya, tidak boleh ada kebohongan sedikitpun. Juga tidak kalaupun kau tidak ingin menyakiti aku. Pokoknya tidak boleh ada sesuatu yang kau sembunyikan.”

“Baik,” kata Zhang Wuji. “Aku tidak akan menutupi apapun juga.”

Zhou Zhiruo berkata, “Aku tahu di dunia ini ada setidaknya empat orang wanita yang sangat mencintaimu. Yang pertama adalah Xiao Zhao, tapi dia sudah pergi jauh ke Persia. Yang kedua adalah Nona Zhao, dan yang lain adalah…” Ia ingin mengatakan ‘Nona Yin’, tapi ia seperti tak punya keberanian untuk mengatakannya. Setelah diam agak lama, ia kemudian melanjutkan, “Seandainya sekarang ini kami berempat dalam keadaan hidup dan sehat, dan ada di sampingmu, yang manakah yang benar-benar kau cintai?”

Zhao Min bisa merasakan betapa hati Zhang Wuji terombang-ambing. Kedengarannya ia bergumam tak jelas, lalu tergagap, “Ini… ini… mmm… Soal ini…”

Yang terjadi sebenarnya adalah, ketika Zhang Wuji terombang-ambing di atas perahu kecil bersama Zhou Zhiruo, Zhao Min, Yin Li dan Xiao Zhao, ia sudah berkali-kali memikirkan hal ini. “Empat orang perempuan ini sangat mencintaiku. Tapi aku harus bagaimana? Siapapun yang akan kunikahi, aku akan harus menyakiti tiga orang lainnya dengan sangat berat. Tapi pada akhirnya, di lubuk hatiku yang terdalam, yang mana di antara mereka berempat yang sungguh kucintai?”

Tapi karena ia selalu sulit untuk memutuskan hal ini, akhirnya ia selalu menepis pertanyaan itu sama sekali dari benaknya. Ia seringkali menggantinya dengan pikiran, “Orang-orang Tartar belum terusir dari sini, negara kita masih belum juga berhasil dibebaskan, Xiong Nu9 masih belum hancur. Bagaimana aku bisa membangun sebuah keluarga? Akhirnya, dengan alasan apa aku harus punya anak-anak?”

Di saat lain ia berpikir, “Aku seorang Ketua Umum Ming Jiao. Semua yang kukatakan akan terlaksana. Aku bukan saja bertanggung jawab atas maju dan mundurnya Ming Jiao, tapi juga semua orang di Wulin10. Aku yakin di sepanjang hidupku sampai hari ini, aku belum pernah melakukan hal-hal yang memalukan. Meskipun begitu, kalau aku sampai jatuh dalam pesona perempuan, bukan saja aku akan ditertawakan semua pendekar di dunia persilatan, aku juga akan membuat nama besar Ming Jiao tercoreng.”

Di saat lain lagi ia juga berpikir, “Tepat sebelum meningggal, Mama dengan serius memperingatkan bahwa wanita cantik sangat mampu menipu orang, dan supaya aku sangat berhati-hati di sepanjang hidupku. Bagaimana aku bisa mengabaikan nasihat ibuku sendiri.”

Sebenarnya berdebat menggunakan cara apa pun, ia hanya sedang berusaha untuk melarikan diri dari kenyataan dan menipu diri sendiri. Merenungkan dan memutuskan wanita mana yang paling dicintainya sama sekali tidak perlu dianggap sebagai penghalang bagi tugasnya untuk memperjuangkan pembebasan negerinya. Juga tidak akan merusak nama baik Ming Jiao. Tapi ia selalu merasa yang ini manis sekali, tapi yang itu baik, yang lain lagi cantik, yang satunya lembut, karena itu ia tidak dapat melepaskan mereka dan hanya memilih satu. Itulah alasan yang sebenarnya ia tidak berani terlalu banyak memikirkan masalah ini. Meskipun kungfunya sangat tinggi, namun sifat alamiahnya dalam menghadapi masalah adalah plin-plan. Ia akan selalu memilih untuk membiarkan segala sesuatu terjadi secara alamiah. Kalau dipaksa mengambil sebuah keputusan, maka ia akan lebih suka mengorbankan keinginannya sendiri ketimbang tidak setuju dengan pendapat orang lain.

Ambil contoh tentang Qian Kun Da Nuo Yi11. Ia mempelajarinya karena dibujuk Xiao Zhao. Bicara soal hak, saat itu ia berada dalam posisi kuat untuk mengambil alih kepemimpinan Ming Jiao, tapi ia perlu dipaksa oleh Yin Tianzheng, Yin Yewang, Yang Xiao, Zhou Dian dan yang lain sampai akhirnya ia menyetujui pendapat mereka semua. Pertunangannya dengan Zhou Zhiruo adalah karena ia menghormati permintaan Xie Xun. Ia tidak jadi membungkuk kepada Langit dan Bumi dengan Zhou Zhiruo karena Zhao Min memintanya. Saat itu, jika saja Jinhua Popo dan Yin Li bukan memakai cara paksa, tapi memintanya secara baik-baik untuk ikut ke Pulau Ular12, maka kemungkinan besar ia akan pergi bersama mereka.

Meskipun demikian, dari waktu ke waktu ia juga sering berpikir, “Kalau aku bisa hidup bersama dengan empat wanita ini seumur hidupku, berbagi suka dan duka dengan rukun dan damai, bukankah itu akan sangat menyenangkan dan bebas?” Lagipula, di akhir era Dinasti Yuan itu, entah seorang sastrawan, politisi, saudagar, pendekar Jianghu, atau penjahat besar, tidak jarang seorang pria punya tiga istri dan beberapa orang selir. Bahkan sebaliknya, sangat jarang ada orang yang hanya punya seorang istri. Hanya karena ajaran Ming Jiao yang berasal dari Persia13 orang dihimbau untuk hidup sederhana dan bekerja keras, karena itu punya istri dan selir-selir menjadi tidak biasa di kalangan Ming Jiao.

Zhang Wuji secara alamiah adalah tipe orang yang ‘lunak’. Ia selalu punya pemikiran bahwa dengan siapa pun ia akan menikah, itu akan menjadi sebuah keberuntungan baginya. Akibatnya setiap kali ia merasa harus membuat keputusan mengenai siapa yang akan dinikahinya, ia akan menekan hal ini. Begitu ia teringat, ia akan selalu memperingatkan diri sendiri, “Orang harus selalu bisa puas dengan apa yang dimilikinya. Kalau aku selalu memikirkan hal-hal semacam ini, bukankah bararti aku jadi orang jahat. Sungguh memalukan!”

Peristiwa berikutnya, Xiao Zhao pergi ke Persia, Yin Li meninggal, dan kelihatannya, Zhao Min adalah orang yang membunuh Yin Li. Secara logis, sisa pilihan yang tersedia baginya adalah menikah dengan Zhou Zhiruo. Tetapi kemudian, melalui berbagai kejadian tak terduga, hal-hal yang aneh terjadi, misteri-misteri terungkap. Zhou Zhiruo dan Zhao Min ternyata bertukar posisi, seolah terkena sentuhan Qian Kun Da Nuo Yi. Yang tadinya baik menjadi jahat, dan sebaliknya. Ia merasa begitu beruntung tidak jadi menikah dengan Zhou Zhiruo, dan dengan begitu terhindar dari kesalahan besar. Tambahan lagi, kenyataan bahwa Zhao Min memutuskan ikatan keluarga dengan ayah dan kakaknya sudah diketahui umum. Maka dari itu ia seharusnya tidak punya kesulitan untuk memutuskan masalah ini lagi. Di luar dugaan, Zhao Min sekarang mendadak hilang tanpa jejak dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dan saat ini juga Zhou Zhiruo sedang mendesaknya ke sebuah sudut sempit dengan pertanyaannya.

Melihatnya ragu-ragu dan tidak menjawab, Zhou Zhiruo berkata, “Pertanyaanku tentu saja asal-asalan. Xiao Zhao sudah menjadi Ketua Umum Ming Jiao Persia yang harus tetap perawan, dan aku… aku membunuh Nona Yin. Dari kami berempat, sekarang ini pilihanmu tinggal Nona Zhao seorang. Aku hanya ingin tahu, seandainya kami berempat masih hidup dan segalanya baik-baik saja, kami semua ada di sisimu, apa yang akan kau lakukan?”

“Zhiruo,” kata Zhang Wuji, akhirnya. “Masalah ini sudah sangat lama membebani pikiranku. Sudah jelas aku sulit memutuskannya, sampai hari ini… aku sekarang tahu siapa cintaku yang sejati.”

“Siapa?” tanya Zhou Zhiruo. “Apa… apa mungkin Nona Zhao?”

“Betul,” jawab Zhang Wuji. “Hari ini, waktu aku mencari-cari dia dan sama sekali tidak bisa menemukannya, aku sungguh berharap untuk mati. Kalau mulai saat ini aku tidak bisa melihatnya lagi, aku sama sekali tidak berharap untuk hidup lebih lama. Ketika Xiao Zhao meninggalkan aku, aku sangat patah hati. Waktu adik sepupuku meninggal, aku lebih berduka lagi. Kau… kau jadi seperti ini, aku bukan hanya sakit hati, tapi juga merasa bersalah. Tapi, Zhiruo, aku tidak mau membohongimu, kalau seumur hidup aku tidak bisa lagi menemui Nona Zhao, maka aku lebih suka mati. Ini perasaanku yang terdalam, yang belum pernah kuungkapkan di depan orang lain.”

Seketika itu di tempat duduknya di bawah pohon, Zhao Min berlinang air mata. Ternyata mula-mula dirinya bersama-sama dengan Yin Li, Zhou Zhiruo dan Xiao Zhao adalah sama di mata Zhang Wuji. Tapi begitu mengira ia — Zhao Min — hari ini sengaja pergi meninggalkannya untuk selamanya, barulah ia menyadari bahwa dirinya punya tempat yang sangat berbeda di hati Zhang Wuji. Ia tidak sama dengan ketiga wanita lainnya.

Ketika Zhou Zhiruo mendengar jawaban itu, ia diam-diam berkata, “Waktu itu di Dadu14 aku melihatmu menemui dia di kedai arak kecil, aku sudah tahu sebenarnya hatimu condong ke mana. Aku hanya berangan-angan, seandainya kau dan aku menikah, mungkin… mungkin aku akan bisa menarikmu kembali mencintaiku. Tapi kalau bicara sejujurnya… sungguh… aku tahu hal ini tentu saja tidak mungkin.”

Zhang Wuji berkata dengan penuh penyesalan, “Zhiruo, terhadapmu, aku selalu punya rasa hormat. Terhadap sepupuku dari keluarga Yin, hatiku akan selalu berterima kasih. Kepada Xiao Zhao, aku selalu punya tempat yang lembut d hatiku untuknya. Tapi terhadap Nona Zhao, sebenarnya… aku sebenarnya punya semacam cinta yang terukir di hati dan terpahat di tulangku.”

Terukir di hati, terpahat di tulang, terukir di hati, terpahat di tulang,” gumam Zhou Zhoruo. Setelah diam sejenak, ia berkata dengan nada rendah, “Wuji Gege, cintaku untukmu juga terukir di hati dan terpahat di tulang. Kau tidak tahu soal ini ya?”

Zhao Min tahu saat itu Zhang Wuji pasti sangat tersentuh, ia pasti akan menggenggam tangan Zhou Zhiruo. Ia kemudian mendengar Zhang Wuji berkata dengan suara lembut, “Zhiruo, aku tahu. Yang aku tidak tahu adalah bagaimana aku harus membalas cintamu yang sebesar itu di sepanjang hidupku. Aku… aku dalam hal ini bersalah kepadamu.”

“Kau tidak bersalah,” kata Zhou Zhiruo. “Kau selalu memperlakukanku dengan sangat baik, kau kira aku tidak tahu itu ya? Aku sekarang ingin tanya lagi. Seandainya Nona Zhao kali ini meninggalkanmu dan tidak akan kembali, kau tidak akan pernah melihatnya lagi selama-lamanya. Seandainya ia dibunuh oleh orang jahat, seandainya hatinya berubah dan tidak lagi mencintaimu, lalu kau… apa yang akan kau lakukan?”

Hati Zhang Wuji sudah terlalu lama berduka. Ketika mendengar kalimat itu, ia tidak tahan lagi. Pertahanannya jebol dan dengan suara tersedak ia berkata, “Aku… aku sungguh tidak tahu! Apapun juga yang terjadi. Demi langit di atas, dan bumi di bawah, pokoknya aku harus menemukannya.”

Zhou Zhiruo menghela nafas dan berkata, “Hatinya tidak akan berubah. Kalau kau ingin menemuinya, itu sih gampang saja.”

Zhang Wuji terkejut dan sekaligus senang. “Di mana dia?” tanyanya. Ia bangkit berdiri. “Zhiruo, cepat katakan, dia ada di mana?”

Sepasang mata indah Zhou Zhiruo menatap Zhang Wuji lekat-lekat tanpa berkedip. Melihat mukanya yang berubah liar karena kegirangan, ia berkata dengan lembut, “Kau tidak pernah menunjukkan reaksi seperti ini bagiku. Kalau kau ingin menemukan Nona Zhao, kau harus setuju untuk melakukan sesuatu bagiku. Kalau tidak, kau boleh melupakan soal dia, untuk selama-lamanya.”

“Kau ingin aku melakukan apa?” tanya Zhang Wuji.

“Saat ini aku masih belum memikirkannya,” kata Zhou Zhiruo. “Nanti kalau sudah kupikirkan, baru aku akan memberitahumu. Aku bisa berjanji ini tidak akan melanggar aturan atau cara-cara orang gagah. Juga tidak akan menghalangi tugas besarmu untuk memulihkan negara. Dan tidak akan merusak nama baikmu atau reputasi besar Ming Jiao. Hanya saja, ini belum tentu mudah dikerjakan.”

Air muka Zhang Wuji berubah. Ia berpikir, “Min Mei juga memintaku melakukan tiga hal, dan dia juga mengatakan hal-hal semacam ini. Kenapa Zhiruo harus meniru ucapannya?”

“Kau mau melakukannya atau tidak, itu sepenuhnya terserah kepadamu,” kata Zhou Zhiruo. “Tapi ucapan pria sejati harus bisa dipegang. Kalau kau sudah setuju, maka nantinya kau tidak boleh menelan kembali kata-katamu begitu menghadapi akibatnya.”

Zhang Wuji berkata dengan bimbang, “Kau bilang ini tidak akan melanggar aturan atau cara-cara orang gagah, tidak akan menghalangi tugasku memulihkan negara, dan tidak akan merusak nama baikku atau reputasi Ming Jiao?”

“Betul!” jawab Zhou Zhiruo.

“Baiklah,” kata Zhang Wuji. “Kalau begitu sekarang juga aku bisa berjanji.”

“Kalau begitu kita harus bertepuk tangan sebagai tanda perjanjian15,” kata Zhou Zhiruo. Ia mengulurkan tangannya, siap untuk mempertemukan telapak tangannya dengan tangan Zhang Wuji.

Zhang Wuji memahami baik-baik bahwa segera setelah tangan mereka bertemu, ia akan berada di dalam sebuah belenggu berat. Nona Zhou ini dari luar tampak sangat lembut, halus dan sopan. Tetapi hatinya ternyata penuh akal bulus dan tindakannya kejam. Ia sama sekali tidak kalah dari Zhao Min, karena itu setelah tangannya terangkat, ia tidak segera mempertemukannya dengan tangan Zhou Zhiruo.

Zhou Zhiruo tersenyum dan berkata, “Begitu kau berjanji, aku akan memberitahumu, dan kau akan segera bisa menemui kekasihmu.”

Dada Zhang Wuji serasa terbakar, ia tidak lagi mempedulikan segala hal lain dan segera menepuk telapak tangan Zhou Zhiruo.

Zhou Zhiruo tertawa dan berkata, “Coba lihat, siapa yang ada di sini?” Ia menarik semak-semak di belakang mereka sampai tersibak. Di belakangnya, di antara kelopak bunga, di bawah pohon, tampak wajah seorang wanita muda yang seolah sedang tersenyum tetapi tidak tersenyum. “Min Mei!” seru Zhang Wuji memanggilnya dengan kaget dan kegirangan.

Tiba-tiba dari arah beberapa zhang dari situ terdengar seruan seorang wanita lain, “Ah!” seolah-olah wanita itu juga tidak bisa menahan kagetnya ketika tempat di mana Zhao Min berada diungkapkan. Suara itu sebenarnya sangat pelan, namun Zhang Wuji bisa menangkapnya dengan jelas.

Zhang Wuji terpana beberapa saat, sejuta pikiran berkelebat dengan cepat di benaknya. Pelan-pelan ia menarik tangan Zhao Min untuk bangkit berdiri. Ketika tangan mereka bertemu, ia merasa tangan Zhao Min agak kaku. Ia baru menyadari apa yang sebenarnya terjadi.

Tadi sore dua orang murid Emei, Jing Hui Shitai dan Bei Jinyi membawa tandu dengan Song Qingshu yang terluka sangat parah di atasnya, lalu keduanya mulai bercerita panjang lebar. Saat itu pastilah Zhou Zhiruo dengan salah satu cara berhasil menangkap Zhao Min, menotoknya, dan menyembunyikannya d sini, karena itulah sepanjang sore sampai malam ini ia tidak bisa menemukan Zhao Min. Sejak tadi sebenarnya Zhou Zhiruo dengan sengaja mengarahkan dia ke sini, dan duduk di tempat ini, supaya Zhao Min bisa mendengar sendiri isi pembicaraan mereka. Kalau tadi ia membalas sikap manis Zhou Zhiruo, apalagi sampai mengucapkan kata-kata yang bernada membalas cintanya, maka saat itu ia sudah masuk ke dalam perangkapnya. Zhao Min akan meninggalkannya dengan sukarela. Begitu memikirkan hal ini, punggungnya tanpa sadar berkeringat dingin. “Sungguh memalukan, aku sangat bodoh!”

Ia segera memegang pergelangan tangan Zhao Min untuk memeriksa denyut nadinya, dan ternyata aliran darahnya normal, tidak ada tanda-tanda luka dalam. Saat itu pelupuk mata Zhao Min basah oleh air mata, ia merasa sangat bahagia. Sejak tadi ia sudah mendengar isi hati Zhang Wuji yang sebenarnya. Belum pernah ia begitu yakin akan apa yang sebenarnya ada di hati Zhang Wuji sampai malam ini. Kebahagiaannya sungguh tak terlukiskan oleh kata-kata.

Zhou Zhiruo menekuk pinggangnya dan membisikkan sesuatu ke telinga Zhang Wuji. Zhang Wuji juga menjawabnya dengan berbisik. Tiba-tiba Zhou Zhiruo marah dan berteriak, “Zhang Wuji, kau sama sekali tidak memandangku! Coba lihat baik-baik, setelah Zhao Guniang keracunan, kau kira dia masih bisa hidup berapa lama lagi?”

Zhang Wuji terperanjat. “Dia keracunan?” tanyanya. “Kau meracuninya?” Ia membungkuk untuk memeriksa Zhao Min. Ia baru membuka mata Zhao Min ketika merasa punggungnya mati rasa karena jalan darahnya telah ditotok.

“Aduh!” seru Zhang Wuji. Tubuhnya terayun.

Gerakan Zhou Zhiruo secepat angin. Jari-jemarinya yang halus penuh tenaga, ia dengan cepat menotok lima titik akupuntur utama di bahu Zhang Wuji, bagian kiri punggung sebelah bawahnya, dan di tengah punggungnya. Zhang Wuji jatuh terjengkang. Ia melihat kilau hijau gelap ketika Zhou Zhiruo menghunus pedang dan mengarahkannya ke dadanya.

“Kau tidak bisa melarikan diri, juga tidak bisa sembunyi,” katanya dengan suara galak. “Aku akan mengambil nyawamu malam ini. Hantu Yin Li selalu menggangguku. Toh akhirnya aku juga akan mati. Aku ingin mati bersamamu.” Sambil mengatakan hal itu ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, siap untuk menikam dada Zhang Wuji.

Tiba-tiba ada suara perempuan dari belakangnya, “Tahan! Zhou Zhiruo, Yin Li belum mati!”

Memalingkan kepalanya, Zhou Zhiruo melihat seorang wanita yang berbaju serba hitam bergegas keluar dari balik pohon, dengan jari-jarinya terulur untuk menyerangnya. Zhou Zhiruo mengelak ke samping. Wanita itu berbalik. Cahaya bulan dengan lembut menyinari wajahnya dari samping, ia cantik tapi wajahnya dipenuhi bekas luka yang samar.

Zhang Wuji bisa melihat dengan jelas, itu tak lain dan tak bukan adalah adik sepupunya — Yin Li, hanya saja, bengkak-bengkak di wajahnya sekarang telah hilang. Meskipun wajahnya penuh bekas luka, tetapi semua sayatan itu tak bisa menutupi kecantikannya. Ia samar-samar terlihat seperti anak perempuan kecil yang halus, dan berdiri di samping Jinhua Popo ketika pertama kali melihatnya di Lembah Kupu-kupu beberapa tahun yang lalu.

Saking kagetnya Zhou Zhiruo mundur dua langkah, matanya terbelalak mengamati Yin Li dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tangan kirinya di depan dada, tangan kanannya yang memegang pedang masih tetap mengarahkannya ke dada Zhang Wuji. Ia membentak, “Kau berani maju selangkkah lagi, aku akan menikamnya!”

Yin Li tidak berani bergerak, ia berkata dengan cemas, “Kau… kau kira kejahatanmu masih belum cukup banyak ya?”

“Kau ini hantu atau manusia?” tanya Zhou Zhiruo.

“Tentu saja aku manusia, kaulah yang hantu!” sahut Yin Li.

“Zhu’er!” Tiba-tiba Zhang Wuji berteriak, ia bangkit dan merangkul Yin Li. “Kau… aku begitu sakit hati merindukanmu!”

Yin Li memekik tertahan, kaget oleh perubahan mendadak itu. Ia tak bisa bergerak karena lengan Zhang Wuji melingkari tubuhnya.

Zhou Zhiruo cekikikan dan berkata, “Kalau kami tidak melakukan semua ini, kau masih juga tidak mau keluar.” Ia berbalik dan membebaskan totokan Zhao Min, mengurut titik akupuntur dan otot-ototnya yang kaku.

Zhao Min sudah sejak sore tadi berada dalam kendali Zhou Zhiruo. Ia sangat marah, untungnya setelah mendengar sendiri ungkapan perasaan Zhang Wuji ia merasa sangat bahagia, amarahnya lenyap seketika. Namun demikian sejak tadi ia telah menduga wanita yang bersembunyi di balik pohon itu adalah Yin Li, dan itu secara mendadak menuangkan aneka macam pikiran di benaknya. Amarahnya baru menghilang, sekarang digantikan kecemasan baru.

Yin Li berkata dengan marah, “Untuk apa kau bersikap begitu manis kepadaku? Lihat, sekarang ini Nona Zhou dan Nona Zhao keduanya ada di sini, hati-hati dengan sikapmu.”

“Hmm!” Zhao Min mencibir. “Jadi dia hanya perlu menjaga sikap kalau Nona Zhou dan aku ada di sini ya?”

Zhang Wuji berkata, “Aku terlalu bahagia begitu tahu kau masih hidup dan sehat-sehat saja. Biaomei16, apa kabar?”

Yin Li menarik tangannya dan menghadapkan muka Zhang Wuji ke arah bulan. Setelah mengamatinya lama, tiba-tiba ia memegang telinga Zhang Wuji dan menjewernya keras-keras.

“Aiyo!” jerit Zhang Wuji kesakitan. “Kau mau apa?”

“Kau — orang jelek17 ini — pantasnya dicincang jadi ribuan potong!” omel Yin Li. “Kau menguburku hidup-hidup di tanah, membuatku sangat menderita.” Sambil bicara ia memukuli dada Zhang Wuji berkali-kali.

Zhang Wuji tidak berani melindungi dirinya dengan Jiu Yang Shen Gong18. Ia membiarkan Yin Li memukuli dadanya sepuasnya, ia hanya menahan sakit sambil tersenyum. “Zhu’er, aku betul-betul mengira… mengira kau sudah mati. Aku menangis beberapa kali. Sekarang ternyata kau tidak jadi mati. Aku sangat bahagia. Lao Tianye19 sungguh punya mata!”

“Lao Tianye memang punya mata,” sahut Yin Li marah. “Tapi kau — orang jelek ini17 — tidak punya!” Ia bicara sambil terus menatap muka Zhang Wuji dari jarak dekat. “Kau tidak bisa membedakan orang mati dan orang hidup. Aku sungguh tidak percaya. Kau begitu membenci mukaku yang bengkak dan jelek, sampai hati kau menguburku tanpa menungguku berhenti bernafas. Kau tidak punya kesadaran sama sekali. Kau ini — setan berumur pendek20 yang tidak punya hati!”

Begitu melihatnya tanpa henti memaki-maki dan mengomel, kelakuannya, ekspresi mukanya, dan suaranya jadi persis sama dengan Yin Li yang sangat dikenalnya. Zhang Wuji tertawa riang. Sambil menggaruk kepala ia berkata, “Omelanmu tepat sasaran. Kau benar. Aku bodoh, aku melihat mukamu penuh darah dan kau tidak bernafas, jantungmu tidak berdetak. Jadi aku mengira kau sudah tidak bisa ditolong…”

Yin Li melompat ke depan untuk menjewer telinganya. Zhang Wuji tertawa sambil mengelak ke samping. Ia membungkuk hormat sambil merangkapkan kedua tangannya. “Zhu’er yang baik, mohon ampuni aku!”

“Aku tidak akan mengampunimu!” kata Yin Li. “Waktu itu entah bagaimana aku tersadar, aku merasa sangat dingin. Ternyata aku dikelilingi batu! Kalau kau mau menguburku hidup-hidup, kenapa kau menutupi aku dengan ranting dan batu-batuan? Kenapa bukan menimbun tanah, supaya aku tidak bisa bernafas dan betul-betul mati?”

“Terima kasih kepada langit dan bumi, ternyata aku hanya menutupimu dengan batu dan ranting,” kata Zhang Wuji. Ia tak bisa menahan diri untuk melirik Zhou Zhiruo.

Yin Li marah. “Perempuan ini sangat jahat. Aku melarangmu melihatnya!” katanya dengan ketus.

“Kenapa?” tanya Zhang Wuji.

“Karena dialah yang membunuhku,” jawab Yin Li. “kenapa kau masih tetap sayang sama dia?”

“Tapi kau tidak mati,” sela Zhao Min. “Bagaimana dia bisa jadi orang yang membunuhmu?”

“Tapi aku sudah pernah mati sekali,” kata Yin Li bersikeras. “Itu yang membuatnya jadi pembunuhku.”

Zhang Wuji berusaha membujuknya. “Zhu’er yang baik,” katanya. “Kau lolos dari bahaya dan hidup kembali. Kami semua sangat gembira. Kenapa tidak duduk dulu di sini, dan ceritakan bagaimana caramu pura-pura mati dan lolos dengan selamat?”

“Apa maksudmu — kami?” tanya Zhu’er. “Coba kutanya dulu, waktu kau bilang ‘kami’, maksudmu ‘kami’ itu siapa saja?”

Zhang Wuji berkata sambil tertawa, “Di sini cuma ada tiga orang. Tentu saja maksudku Nona Zhou, Nona Zhao dan aku.”

“Hm!” dengus Yin Li. Sambil tertawa dingin ia berkata, “Aku tidak mati, kau mungkin agak senang. Tapi menurutmu Nona Zhou dan Nona Zhao ini senang apa tidak?”

“Nona Yin,” kata Zhou Zhiruo. “Aku jahat sekali waktu itu, aku sudah mencelakaimu. Tapi kemudian, aku bukan saja menyesalinya dalam-dalam, tapi juga aku sama sekali tidak bisa tidur dengan nyenyak. Kalau tidak, waktu aku mendadak melihatmu di hutan, mana mungkin aku ketakutan seperti ini? Sekarang aku bisa melihatmu masih hidup dan sehat-sehat saja, semua bebanku terangkat. Surga adalah saksiku, sukacitaku sungguh tidak terbatas.”

Yin Li memiringkan kepalanya ke satu sisi dan berpikir sejenak. Ia mengangguk dan berkata, “Itu masuk akal. Sebenarnya, aku ingin membuat perhitungan denganmu, tapi karena kau sudah minta maaf, aku akan melupakannya.”

Zhou Zhiruo berlutut dan terisak. “Aku… aku sungguh-sungguh melakukan kejahatan besar kepadamu.”

Yin Li memang selalu judes, tetapi ketika melihat Zhou Zhiruo dengan setulus hati mengakui kesalahannya, hatinya lumer. Ia cepat-cepat membantunya bangkit dan berkata, “Aiyo! Zhou Jiejie, biarkan hal-hal yang sudah berlalu sungguh-sungguh berlalu, kita lupakan saja. Xiaomei21 mana berani menerima penghormatan sebesar ini. Lagipula, Xiaomei tidak mati.” Sambil menggandeng tangan Zhou Zhiruo ia mengajaknya duduk berdampingan.

Sambil menyibakkan rambutnya, Yin Li berkata, “Kau menyayat mukaku dengan pedang, itu juga bukan sama sekali tidak ada untungnya. Mukaku tadinya bengkak, setelah disayat pedang, darah beracun keluar, bengkak-bengkak itu pelan-pelan hilang.”

Zhou Zhiruo dibanjiri penyesalan. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya.

Zhang Wuji berkata, “Setelah peristiwa itu, Yifu, Zhiruo dan aku tinggal di pulau itu lama sekali. Zhu’er, setelah keluar dari kuburan itu kenapa kau tidak menemui kami?”

“Aku tidak ingin menemuimu,” kata Yin Li dengan marah. “Kau dan Nona Zhou saling omong kosong sepanjang hari. Masa aku tidak marah mendengar rayuan gombal begitu? Hm! ‘Mulai saat ini cintaku kepadamu akan berlipat ganda atau malah tiga! Kita suami-istri, dua orang satu tubuh, bagaimana aku bisa menyakitimu?‘” Dalam kalimat terakhir itu ia menirukan cara bicara Zhang Wuji. Lalu ia melanjutkan dengan meniru suara Zhou Zhiruo, “‘Bagaimana kalau aku bersalah kepadamu atau menyinggung perasaanmu, kau akan memukulku, memaki aku, atau membunuhku? Sejak kecil, aku sudah tidak punya ayah atau ibu untuk mengajari aku. Kadang-kadang sungguh sulit untuk tidak mengacau.‘” Ia terbatuk, lalu mengganti suaranya dengan suara berat seorang pria, “‘Zhiruo, kau istriku tercinta. Kalaupun kau melakukan kesalahan, aku tidak akan menyalahkanmu atau memakimu.‘” Sambil menudingkan jari ke arah bulan di cakrawala Barat ia berkata, “‘Bulan di langit itu adalah saksi kita.‘”

Ternyata ketika Zhang Wuji dan Zhou Zhiruo saling mengungkapkan perasaan mereka di Pulau Ular, Yin Li mendengar semuanya. Ketika sekarang ia mengulangi setiap kata yang mereka ucapkan, muka Zhou Zhiruo memerah, sementara Zhang Wuji tampak tersipu dan gelisah. Ia mencuri pandang ke arah Zhao Min dan melihat mukanya pucat pasi. Karena itu ia mengulurkan tangan untuk menggenggam tangannya. Yang mengejutkannya, Zhao Min memutar tangannya dan mencubit lengannya dengan dua kukunya yang panjang. Zhang Wuji meringis kesakitan, tapi tidak berani bersuara. Ia bahkan tidak berani bergerak.

Yin Li merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah papan kayu. Ia mendorongnya ke depan muka Zhang Wuji. “Coba lihat baik-baik. Ini apa?” tanyanya.

Zhang Wuji mengamatinya lebih dekat dan melihat beberapa karakter terukir di atas papan itu. ‘Makam Istriku Tercinta, Zhu’er Yin Li. Dinyatakan dengan tulus oleh Zhang Wuji’. Itu papan penanda kuburan yang didirikannya di atas makam Yin Li di Pulau Ular.

Yin Li berkata dengan pahit, “Begitu aku merangkak keluar dari kuburan, aku langsung melihat papan kayu ini, dan aku bingung. Apa ini? Ke mana perginya Bajingan Cilik Berumur Pendek yang tidak punya hati, Zhang Wuji itu? Aku memikirkannya sampai seratus kali tapi tidak mengerti apa yang terjadi, sampai berikutnya aku mendengar kalian bicara ‘Wuji Gege ini’ dan ‘Wuji Gege anu’. Tiba-tiba aku jadi mengerti, ternyata Zhang Wuji itu Zeng Aniu, dan Zeng Aniu ya berarti sama saja dengan Zhang Wuji. Kau ini, orang tak punya hati, kau menipuku dengan licik!” Ia mengangkat papan kayu itu, lalu menghempaskannya keras-keras ke kepala Zhang Wuji. ‘Krekk!’ papan itu patah, serpihan kayu beterbangan kemana-mana.

Zhao Min marah. “Kenapa kau terus-terusan memukuli orang?” katanya.

Yin Li tertawa keras-keras dan berkata, “Aku suka memukulnya, apa hubungannya denganmu? Hatimu sakit ya?”

Zhao Min tersipu dan berkata, “Dia mengalah kepadamu. Kau ini sungguh tidak bisa membedakan apa yang baik.”

Yin Li tertawa. “Kenapa kau bilang aku tidak bisa membedakan apa yang baik?” tanyanya. “Kau tidak usah kuatir, aku tidak akan berebut orang jelek ini denganmu. Aku sudah memberikan hatiku hanya kepada satu orang, yaitu orang yang menggigit tanganku di Lembah Kupu-kupu, Zhang Wuji. Soal orang jelek ini, aku tidak peduli namanya Zeng Aniu atau Zhang Wuji, aku sedikitpun tidak menyukainya.”

Berpaling kepada Zhang Wuji, ia berkata dengan suara lembut, “Aniu Gege, kau selalu memperlakukan aku dengan sangat baik, aku sangat berterima kasih. Tapi sejak lama aku sudah memberikan hatiku kepada Zhang Wuji kecil yang tidak punya hati dan jahat itu. Kau bukan dia, bukan, kau bukan dia…”

Zhang Wuji terheran-heran. “Aku sudah jelas Zhang Wuji,” katanya. “Kenapa… apa…”

Yin Li menatapnya dengan ekspresi lembut sampai lama, lama sekali. Matanya berubah-ubah tak menentu. Akhirnya ia menggelengkan kepala dan berkata, “Aniu Gege, kau tidak mengerti. Di padang gurun wilayah barat itu, kau dan aku sudah melalui situasi hidup-mati bersama-sama. Di pulau kecil itu, kau teramat sangat baik kepadaku. Kau ini orang baik. Tapi aku sudah bilang, hatiku sudah kuberikan kepada Zhang Wuji itu sejak lama. Aku akan menemukannya. Coba katakan, menurutmu kalau aku menemukan dia, apa dia masih akan memukulku, mengomeli aku atau menggigitku apa tidak?”

Tanpa menunggu jawaban Zhang Wuji, ia berbalik dan pelan-pelan berjalan pergi.

Tiba-tiba Zhang Wuji mengerti. Selama ini yang dicintai Zhu’er adalah Zhang Wuji kecil yang menolak pergi ke Pulau Ular bersamanya dan Jinhua Popo, dan malah menggigit tangannya, dan bukan dirinya yang sekarang sudah dewasa, selalu bersikap baik kepadanya, dan adalah kakak sepupunya. Rasanya seolah-olah hati Zhang Wuji terbagi tiga saat itu, sebagian hatinya terluka, sebagian tidak rela melepaskannya pergi, dan sebagian lagi lega. Ia memandangi bayangan Yin Li sampai menghilang di kegelapan malam. Sampai kapanpun Yin Li akan terus teringat pada anak kecil kuat yang menggigit tangannya di Lembah Kupu-kupu itu, dan ia akan terus ingin menemukannya. Tentu saja ia tak akan pernah menemukan anak itu lagi. Tapi kemudian Zhang Wuji ingat sesuatu, bukankah selama ini ia justru sudah menemukannya? Bukankah anak itu terus ada di dalam hatinya? Ada orang bilang bahwa kenangan yang kita simpan tentang seseorang malah lebih baik ketimbang orang itu sendiri di dunia nyata?

Zhou Zhiruo mendesah. “Ini semua salahku,” katanya. “Aku melukainya begitu berat, sampai akhirnya dia menjadi gila.”

Tapi Zhang Wuji malah berpikir, “Ia mungkin saja agak bingung, dan itu karena aku. Tapi kalau dibandingkan dengan orang normal, rasanya belum tentu ia lebih tidak bahagia.”

Di pihak lain Zhao Min sedang memikirkan masalah lain. Yin Li sudah pergi, tapi bagaimana dengan Zhou Zhiruo? Xie Xun sudah ditemukan, aman dan sehat. Yin Li masih hidup. Kitab ilmu silat yang ada di dalam Yitian Jian berikut Warisan Wumu yang berisi strategi militer di dalam Tulong Dao, dan golok itu sendiri juga sudah berhasil diperbaiki dan dikembalikan kepada Zhang Wuji. Pendeknya, tampaknya sekarang segala pelanggaran dan kesalahan besar yang dilakukan Zhou Zhiruo bukan jadi makin berat. Memang benar Song Qingshu membunuh Mo Shenggu karena dirinya, tapi itu kesalahan Song Qingshu sendiri, tidak ada kaitannya dengan Zhou Zhiruo. Ia bahkan tidak tahu bahwa ada masalah itu, dan sudah jelas ia tidak ikut merencanakannya. Sebelumnya Zhang Wuji sempat bertunangan dengan dia, dan Zhang Wuji jelas bukan orang yang dengan gampang mengingkari janjinya sendiri.

“Ayo kita pergi!” kata Zhou Zhiruo sambil bangkit berdiri.

“Ke mana?” tanya Zhao Min.

“Waktu aku ke sini tadi, kulihat Peng Yingyu buru-buru datang mencari dia,” jawab Zhou Zhiruo sambil mengarahkan pandangannya kepada Zhang Wuji. “Sepertinya ada urusan Ming Jiao yang sangat penting.”

Hati Zhang Wuji berubah dingin. “Aku tidak boleh mengabaikan urusan partai dan terlena oleh perempuan,” pikirnya, lalu buru-buru berkata, “Ayo, cepat, kita harus cari tahu apa yang sedang terjadi.”

Mereka segera berangkat, dan setelah berjalan cepat dalam beberapa saat mereka sudah tiba di perkemahan Ming Jiao. Di situ Yang Xiao, Fan Yao, Peng Yingyu dan lainnya sudah lama menunggu kehadiran Zhang Wuji. Mereka baru hendak mengutus beberapa petugas untuk mencarinya. Ketika melihatnya muncul, semua orang mengekspresikan kegembiraan mereka, tetapi ketika melihat Zhou Zhiruo dan Zhao Min sama-sama muncul bersamanya, mereka terlihat kaget.

Zhang Wuji bisa melihat rasa tidak senang di wajah mereka, ia merasa ada sesuatu yang salah. Ia segera bertanya, “Peng Dashi, kau mencariku?”

Sebelum Peng Yingyu menjawab, Zhou Zhiruo menarik tangan Zhao Min menjauh sambil berkata, “Ayo kita duduk di situ.”

Zhao Min mengerti bahwa Zhou Zhiruo tidak ingin memancing kecurigaan orang, ia juga tidak berminat mendengarkan urusan internal Ming Jiao. Karena itu Zhao Min menemaninya keluar ruangan. Yang Xiao, Fan Yao dan yang lain malah lebih takjub lagi. Mereka berpikir, “Di acara perkawinan Jiaozhu di Haozhou, kedua perempuan ini sempat ribut-ribut dengan sengit, tapi sekarang mereka bisa akur seperti saudara. Entah bagaimana cara Jiaozhu mendamaikan mereka. Dia sungguh bisa mewujudkan apa yang sebetulnya mustahil. Qian Kun Da Nuo Yi sungguh mengagumkan.”

———————— Bagian ini perlu disingkirkan —————

Peng Yingyu menunggu sampai kedua wanita itu keluar, lalu ia membungkuk dan berkata, “Lapor, Jiaozhu! Kita menderita kekalahan besar di Haozhou. Han Xiong — Han Shantong — jatuh.”

“Aiyo!” jerit Zhang Wuji. Ia sangat berduka.

Peng Yingyu melanjutkan, “Saat ini semua urusan militer di sekitar Sungai Huai ada di bawah kendali Zhu Yuanzhang. Begitu Xu Da dan Chang Yuchun mendengar berita itu, mereka langsung mengirim pasukan ke situ untuk membantu. Han Lin’er juga ikut bersama mereka. Situasinya sangat mendesak, kami tidak menunggu perintah Jiaozhu.”

“Memang seharusnya begitu,” kata Zhang Wuji. Ketika mereka sedang bicara, Yin Yewang bergegas masuk membawa laporan, “Lapor, Jiaozhu! Saudara-saudara dari Kai Pang mengirim utusan untuk memberitahu kita bahwa keberadaan Chen Youliang, pengkhianat itu, sudah berhasil ditemukan!”

“Di mana dia?” tanya Zhang Wuji.

Yin Yewang berkata, “Di luar dugaan, bangsat itu ternyata membaur dengan orang-orang kita di bawah komando Xu Shouhui. Kudengar dia berhasil mengambil hati dan kepercayaan Xu Shouhui.”

Zhang Wuji berpikir sejenak dan berkata, “Kalau begitu, sangat tidak pantas bagi kita untuk bertindak sembarangan. Jiujiu22, aku harus merepotkanmu untuk mengirim orang kepada Xu Xiong. Kita harus memperingatkan dia supaya waspada, pengkhianat Chen Youliang ini sangat licik dan jahat. Dengan membiarkannya ada di sisinya, Xu Xiong seperti menunggu bencana. Pendeknya ia harus bisa menjauhi Chen Youliang.”

Yin Yewang mengiyakan, tapi kemudian ia melanjutkan, “Rasanya akan lebih baik kalau kita menyingkirkannya sama sekali menggunakan pedang. Tolong kirim aku untuk menangani dia!”

Zhang Wuji masih memikirkan usul itu ketika seorang murid Ming Jiao datang membawa surat penting dari Xu Shouhui.

Yang Xiao mengernyitkan alisnya dan berseru, “Celaka! Sungguh celaka! Dia malah mendahului langkah kita.”

Zhang Wuji membuka surat itu dan membaca isinya. Ternyata surat itu ditulis oleh Xu Shouhui dan ditujukan bagi atasannya. Isinya menceritakan betapa Chen Youliang dengan tulus mengakui semua kejahatannya terhadap ketua Ming Jiao, ia mengerti bahwa ia telah melakukan kejahatan serius, betapa ia sungguh menyesali perbuatannya dan berniat untuk bertobat. Saat ini ia dengan tulus ingin bergabung dengan Ming Jiao dan bertekad untuk berubah dari jalannya yang salah. Ia memohon kepada Jiaozhu untuk memberinya kesempatan membuka lembaran hidup yang baru.

Zhang Wuji menyerahkan surat itu kepada Yang Xiao, Yin Yewang dan yang lain supaya mereka bisa membaca isinya sendiri. Yin Yewang berkata, “Xu Xiongdi sudah masuk perangkap orang ini, dia akan mengalami nasib buruk nantinya.”

Yang Xiao menghela nafas dan berkata, “Pengkhianat Chen Youliang ini sangat licik, tapi kalau kita membunuhnya sekarang juga, orang akan langsung tahu. Yang terlihat adalah kita hanya membereskan dendam lama tanpa mempertimbangkan kualitas orang lain. Tanpa sadar kita malah akan membuat hati para pejuang menjadi dingin.”

“Apa yang dikatakan Yang Zuoshi benar,” kata Zhang Wuji. “Peng Dashi, kau kan sahabat baik Xu Xiong. Bagaimana kalau kau yang menasihatinya supaya ia mewaspadai Chen Youliang? Jangan sampai kekuasaan atas pasukan jatuh ke tangan orang ini.” Peng Yingyu mengiyakan.

Sayangnya Xu Shouhui mengabaikan nasihat Peng Yingyu. Chen Youliang sudah berhasil memenangkan kepercayaannya, dan pada akhirnya ia kehilangan nyawa di tangan Chen Youliang. Setelah itu Chen Youliang mengambil alih kendali atas pasukan sayap barat Ming Jiao. Mereka memenangkan pertempuran sejauh Danau Poyang, sampai akhirnya pasukannya kalah dan ia tewas di medan tempur. Dalam peperangan selama belasan tahun ini, para pejuang Ming Jiao telah menderita kerugian sangat berat.

————— Batas akhir yang harus disingkirkan —————

Titik Awal dan Akhir

Malam itu juga, Zhang Wuji berdiskusi dengan Yang Xiao, Peng Yingyu dan yang lain. Mereka sepakat untuk mengirim murid-murid Ming Jiao ke berbagai unit militer untuk mengawasi pergerakan mereka. Saat mereka selesai bicara, hari sudah larut malam.

Keesokan harinya pagi-pagi sekali, Zhao Min berkata, “Zhou Jiejie pergi semalam. Dia bilang tidak mau menunggumu untuk berpamitan.”

Zhang Wuji merasa sedih seharian. Lalu ia teringat bahwa ia sudah lama tidak bertemu dengan Zhang Sanfeng, ia sangat merindukannya. Karena itu sambil membawa Zhao Min dan Song Qingshu, ia memutuskan untuk mengunjungi Gunung Wudang bersama Yu Lianzhou dan yang lain.

Hari itu ketika Zhao Min berjalan keluar dari Shaolin sambil melamun, ternyata Jing Hui Shitai dan Bei Jinyi menceritakan bahwa hubungan Zhou Zhiruo dengan Song Qingshu sebagai suami-istri sebenarnya hanya pura-pura, semuanya itu hanya untuk membuat Zhang Wuji sakit hati, meskipun dari pihak Song Qingshu sangat serius. Mereka lalu menyerahkan Song Qingshu kembali ke tangan para pendekar Wudang. Zhang Wuji menceritakan semuanya dengan sejelas-jelasnya kepada Zhao Min.

Setelah cerita Bei Jinyi selesai, ia mendengar jeritan Zhou Zhiruo yang ketakutan di kejauhan, dan akhirnya menemukan Zhou Zhiruo sedang berada di kuil bersama dengan Kong Wen Dashi. Ia menceritakan betapa ‘hantu’ Yin Li selalu mendatanginya, dan ia saat itu ditenangkan oleh Kong Wen Dashi dengan doa-doa. Akhirnya mereka berdua keluar dari Shaolin bersama-sama, dan sisanya sudah diketahui Zhao Min.

“Oh, jadi sekarang, setelah kau tahu ia belum menikah, apa yang akan kau lakukan?” tanya Zhao Min menggoda.

Zhang Wuji tidak menjawab, ia bertanya-tanya dalam hati, apa yang akan dilakukan Zhou Zhiruo selanjutnya. Ia merasa kejadian semalam baru awal dari rencana Zhou Zhiruo, tapi ia tidak bisa meraba apa maunya.

“Kenapa kau tidak bicara?” tanya Zhao Min penasaran. Ia sendiri sebenarnya sedang memikirkan bagaimana harus menghadapi pertanyaan Zhang Sanfeng. Ia pernah bersikap seenaknya di hadapan pendeta tua yang baik itu, dan sekarang ia harus bertanggung jawab. Tapi sekarang ia jadi ingin tahu bagaimana sikap Zhang Wuji setelah kejadian semalam. “Rupanya kau memikirkan dengan serius usul Yifu di Pulau Ular itu ya?” lanjut Zhao Min sambil tersenyum. Ketika itu Xie Xun dengan bercanda menyuruh Zhang Wuji menikahi Yin Li, Zhou Zhiruo, Zhao Min dan Xiao Zhao sekaligus.

“Aku sedang memikirkan Zhu Yuanzhang dan Chen Youliang,” kata Zhang Wuji berbohong. Meskipun begitu, kedua orang itu memang selalu mengganggu pikirannya. Ia sudah lama merasa kurang nyaman dengan cara kerja Zhu Yuanzhang, tapi Yang Xiao merasa perlu mempertahankan orang ini, mereka sama sekali tidak ahli di bidang militer dan politik. Sedangkan Chen Youliang, yang dilihatnya adalah kedua orang ini masing-masing punya agenda tersendiri, dan semuanya bukan hal yang terlalu disetujuinya.

Jarak antara Puncak Shaoshi dan Gunung Wudang tidak terlalu jauh, mereka tiba di Wudang dalam beberapa hari. Zhang Wuji menemani Yu Lianzhou, Zhang Songxi dan Yin Liting saat mereka memasuki gedung untuk memberi hormat kepada Zhang Sanfeng, dan juga menengok Song Yuanqiao dan Yu Daiyan.

Air muka Song Yuanqiao berubah pucat ketika mendengar bahwa anaknya ada di luar, ia menghunus pedangnya dan bergegas ke depan. Zhang Wuji dan yang lain sangat kuatir, tapi mereka sadar bahwa urusan antara ayah dan anak ini tidak sepantasnya mereka campuri terlalu dalam. Mereka melangkah ke bangunan utama. Zhang Sanfeng mengikuti mereka keluar.

“Mana binatang celaka yang tidak tahu terima kasih itu?” teriak Song Yuanqiao. Pandangannya menangkap sosok Song Qingshu yang masih terbaring di tandu. Kepalanya dibalut kain kasar, bahkan matanya pun ikut tertutup. Pedang di tangan Song Yuanqiao terarah langsung ke tubuh Song Qingshu, tetapi tangannya melemah, dan pedang itu tidak diteruskan ke sasarannya. Dalam sekejap ia teringat kasih antara ayah dan anak, setia kawan antara para murid dari perguruan yang sama, segala pikiran ini berkecamuk di benaknya. Membelokkan pedangnya, ia menikam perutnya sendiri.

Zhang Wuji bergegas mengulurkan tangan untuk merebut pedangnya, sambil membujuk, “Da Shibo23, jangan lakukan ini. Biarkan Tai Shifu24 yang memutuskan masalah ini.”

Zhang Sanfeng mendesah dan berkata, “Bahwa perguruan kita telah menghasilkan murid yang tidak berbakti semacam ini, Yuanqiao, ini bukan hanya kesalahanmu sendirian. Kita lebih baik tidak usah punya anak semacam ini!” Ia mengebaskan tangan kanannya, dan — ‘Buk!’ — tangan itu mendarat di dada Song Qingshu. Organ dalam Song Qingshu hancur dan seketika itu ia berhenti bernafas.

Song Yuanqiao berlutut dan menangis, “Shifu, muridmu telah mengabaikan ajaran Shifu, akibatnya Qi Di tewas di tangan binatang itu. Bagaimana Dizi masih bisa bertahan di hadapan Shifu dan Qi Di?”

Zhang Sanfeng membantunya bangkit berdiri, ia berkata, “Kau memang punya andil dalam perkembangan urusan ini. Lianzhou akan mengambil alih posisi Zhang Men mulai hari ini. Kau boleh mencurahkan waktumu untuk belajar dan memperdalam teknik-teknik Taiji. Urusan Zhang Men sehari-hari, kau sudah tidak perlu mengurusnya lagi.”

Song Yuanqiao membungkuk untuk berterima kasih dan menerima tugas itu. Yu Lianzhou berusaha menolak, tetapi Zhang Sanfeng dengan teguh mempertahankan keputusannya, karena itu ia harus menerima tugas barunya.

Menyaksikan bagaimana Zhang Sanfeng mengeksekusi Song Qingshu, menyingkirkan Song Yuanqiao dari posisi ketua, dan dengan demikian mengurus perguruannya dengan tangan dingin dan tegas, tak seorang pun yang hadir di situ tidak tergetar dan tercengang.

Zhang Sanfeng menanyakan tentang Rapat Besar Para Pendekar dan pertempuran pasukan pemberontak melawan Yuan, sikapnya sangat hangat kepada Zhang Wuji. Zhao Min berlutut dan kowtow di hadapan Zhang Sanfeng, mohon maaf atas segala kesalahan dan kekejamannya di masa lalu. Zhang Sanfeng tertawa dan berkata bahwa ia tak pernah menyimpan semua itu di dalam hatinya. Meskipun benar bahwa cacat seumur hidup Yu Daiyan, Zhang Cuishan dan istrinya sampai kehilangan nyawa, semuanya terkait dengan anak buahnya — Ah Da, Ah Er dan Ah San, tetapi saat itu Zhao Min bahkan belum dilahirkan, maka ia juga tidak bisa menimpakan kesalahan kepada Zhao Min.

Ketika Zhang Sanfeng mendengar bahwa ia bersedia meninggalkan ayah dan kakaknya untuk mengikuti Zhang Wuji, ia berkata, “Bagus sekali! Bagus sekali! Wanita sepertimu sungguh jarang ada!”

Setelah menghabiskan waktu beberapa hari yang penuh makna bersama Zhang Sanfeng dan yang lain di Wudang Shan, Zhang Wuji melanjutkan perjalanan ke Haozhou ditemani Zhao Min. Di sepanjang jalan ia terus mendengar berita tentang kemenangan Ming Jiao. Ia juga mendengar bahwa pasukan pemberontak telah mengepung beberapa tempat lain. Zhang Shicheng di Gusu dan Fang Guozhen di Taizhou. Meskipun mereka tidak terkait dengan Ming Jiao, tapi mereka adalah sekutu mereka yang selalu bekerja sama dalam peperangan. Kegembiraan Zhang Wuji meluap. Ia meneruskan perjalanan bersama Zhao Min ke Timur, memperkirakan bahwa hari pembebasan negara sudah dekat. Ia hanya berharap bahwa mulai saat itu kedamaian dan keamanan akan bertahta di dunia, rakyat akan menikmati kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Kalau semua itu tercapai, maka semua perjuangan menerobos maut, semua penderitaan dalam beberapa tahun belakangan ini, sungguh tidak sia-sia.

Di punggung kudanya Zhao Min menatapnya dengan ekspresi muka misterius, ujung bibirnya tersenyum samar, tetapi ia tidak sedang melucu. Selama ini Zhang Wuji lebih sering salah ketimbang benar kalau menduga ekspresi mukanya seperti ini, tapi biasanya ini adalah pertanda bahwa wanita ini sedang memikirkan sesuatu yang agak nyentrik. Ia bertanya sambil lalu, “Jinzhu Niang Niang kelihatannya sedang ingin mempermainkan para kasim istana ya?”

Kali ini Zhao Min tertawa ringan. “Sejak kapan kau jadi kasim?” katanya. “Tadi kau bilang sebentar lagi pembebasan akan tercapai, lalu apa?”

“Nah, sekarang apa maksudmu dengan ‘apa’?” kata Zhang Wuji balas bertanya. “Satu kata itu kedengarannya mencurigakan.”

“Jangan terlalu curiga,” kata Zhao Min dengan santai. “Rasanya waktu itu ada orang bilang ingin menjadi tabib berkeliling dan menolong orang.”

“Oh, kau masih ingat soal itu?” kata Zhang Wuji. “Jadi ke mana kau ingin bertualang setelah itu?”

“Aku masih belum memikirkannya,” jawab Zhao Min. “Mungkin Zhou Jiejie punya rencana yang lebih pasti untukmu, kenapa kau tidak tanya dia?”

“Nah, kau mulai lagi sekarang,” kata Zhang Wuji, mukanya memerah tanpa sadar. Ia tahu apa yang dimaksud Zhao Min, tapi ia tidak ingin menanggapinya. “Entah sejak kapan kau dengan sukarela memanggilnya ‘Zhou Jiejie’, kurasa sekarang ini dia kembali ke Emei meneruskan peranannya sebagai Zhangmen.”

“Itu yang diinginkan Miejue Shitai,” kata Zhao Min. “Apa kau pernah tanya, apa yang sungguh-sungguh diinginkannya sendiri sebelum menerima tugas dari gurunya itu?”

Zhang Wuji menggaruk kepalanya. “Kenapa aku harus menanyakannya?” katanya.

“Wah, aku tidak tahu,” sahut Zhao Min seenaknya. Ia pura-pura menunjuk ke arah bulan, padahal saat itu masih sore. “Bulan di atas sana adalah saksi kita…” Ia mengutip cerita Yin Li.

Zhang Wuji agak gelisah di atas kudanya, mukanya semakin memerah. Ia mencoba mengalihkan pembicaraan ke arah lain, tapi ternyata Zhao Min tidak meneruskan topik ini. Matanya mengamati apa yang sedang terjadi di sepanjang jalan, anak-anak kecil bersorak-sorai merayakan kemenangan Ming Jiao. Beberapa anak sempat menyebutkan nama Zhang Wuji, tanpa tahu bahwa orang yang dimaksud sedang berada di dekat mereka.

Zhang Wuji tidak ingin terlalu banyak menimbulkan gangguan, ia mencoba menghindari berpapasan dengan para jendral dan prajurit atau pejabat Ming Jiao. Ia cukup puas mengamati tingkah laku mereka dari kejauhan, dan sangat gembira menemukan fakta bahwa mereka tidak mengganggu rakyat setempat setelah berhasil menundukkan musuh. Di beberapa tempat mereka mendengar rakyat memuji-muji kepemimpinan Zhu Yuanzhang dan Jendral Xu Da. Ketika mendengar ini alis Zhao Min agak berkerut, tapi ia tidak berkomentar.

Perubahan kecil ini tidak luput dari perhatian Zhang Wuji, ia bertanya dengan halus, “Kau masih bermusuhan dengan Zhu Yuanzhang?”

“Aku hanya memikirkan ayahku,” kata Zhao Min sambil lalu. “Bagaimanapun juga aku ini anaknya…” Ia tidak menyelesaikan kalimatnya. Saat itu ia mengenakan pakaian pria berwarna putih yang biasa dipakainya di tengah keramaian untuk menyamarkan jati dirinya. Ia melipat kipas yang dipegangnya, lalu menghela nafas panjang dan berkata pelan, “Tadi kau tanya aku ingin pergi ke mana, sekarang aku bisa menjawabmu. Sebetulnya aku ingin pergi ke wilayah Barat.”

Zhang Wuji agak curiga. Emei terletak di sebelah barat, dan tadi mereka sempat membicarakan tentang Zhou Zhiruo, sekarang ini mereka sedang menuju ke Haozhou yang berada di Timur. Kalau Zhao Min menguatirkan ayahnya, sebetulnya akan lebih mudah bagi mereka untuk berkunjung ke Dadu, meskipun itu akan menimbulkan kesulitan bagi dirinya, yang adalah ketua Ming Jiao. Dua urusan yang berbeda ini — Zhou Zhiruo dan Chaghan Temur, ayah Zhao Min — sama sekali tidak ada kaitannya. “Ada apa sih di wilayah barat?” tanyanya dengan nada biasa.

“Kau selama ini hanya tahu aku ini anak ayahku yang adalah seorang Mongol,” jawab Zhao Min sambil tersenyum ringan. Ia membuka kembali kipasnya dan mengipasi diri dengan santai. Senyumnya melebar. “Itu memang tidak salah, tapi sebelum Genghis Khan menyatukan semuanya menjadi Mongolia yang sekarang, wilayah Utara itu terdiri dari banyak sekali suku. Sejauh ini kau belum pernah menanyakan ayahku berasal dari suku mana. Pengetahuanmu tentang suku-suku Utara sungguh sangat sedikit.”

Zhang Wuji baru menyadari fakta yang kelihatannya tidak penting ini, ia sekarang bisa melihat, meskipun karakteristik muka mereka berbeda, tapi sebenarnya ada kemiripan tertentu antara Xiao Zhao dan Zhao Min. “Jadi leluhurmu juga berasal dari Persia?” tebak Zhang Wuji.

“Wah, rupanya kau sungguh-sungguh merindukan Xiao Zhao ya?” kata Zhao Min pura-pura tersinggung. “Ayahku berasal dari suku Naiman, yang letaknya agak ke Barat, tapi tentu saja tidak sampai ke Persia.” Ia menceritakan secara singkat mengenai daerah asalnya. Bagi Zhang Wuji cerita itu membuka wawasan baru yang belum pernah didengarnya, ia sangat tertarik dan ingin mendengar lebih banyak lagi. “Kita punya banyak waktu untuk menceritakan hal ini,” kata Zhao Min sambil tersenyum. “Kalau kau ingin mengunjungi Xiao Zhao, aku akan tetap menemanimu. Kau tidak perlu berpikir aku akan marah kalau kau mengatakannya.”

Saat itu mereka sudah tiba di lingkar luar Haozhou. Zhu Yuanzhang sudah mendengar berita kedatangan mereka, dan mengirimkan kedua jendralnya, Tang He dan Deng Yu, untuk memimpin pasukan menyambut kedatangan mereka, lalu membawa mereka ke ruang tamu. Tang He melaporkan, “Marsekal Zhu bersama dengan Jendral Xu Da dan Jendral Chang sedang dalam rapat militer yang penting. Mereka tidak bisa menahan kegembiraan mendengar berita bahwa Jiaozhu sudah tiba di sini. Sayangnya mereka sedang mengurus tugas militer dan tidak bisa hadir sendiri untuk menyambut Jiaozhu. Untuk sikap tidak hormat ini kami mohon maaf kepada Jiaozhu.”

Zhang Wuji tertawa dan berkata, “Kita semua bersaudara, mengapa harus repot dengan segala macam menyambut dan mengantar? Urusan militer ini jelas lebih penting.”

Sore itu perjamuan besar digelar di bangunan untuk tamu. Tang He dan Deng Yu bertindak sebagai tuan rumah. Setelah tiga cawan arak, Zhu Yuanzhang, ditemani oleh salah seorang jendral seniornya, buru-buru masuk dan membungkuk sampai ke tanah di hadapan meja perjamuan. Zhang Wuji cepat-cepat membantunya berdiri. Zhu Yuanzhang dengan sikap hormat menuangkan arak sendiri bagi bagi Zhang Wuji sebanyak tiga cawan. Ia juga mempersembahkan tiga cawan arak untuk menghormati Zhao Min, dan mereka meminumnya.

Sepajang perjamuan mereka berbicara tentang situasi militer di beberapa medan tempur. Ketika bicara tentang prestasi mereka di kota-kota yang ditundukkannya dan teritorial yang mereka rebut, Zhu Yuanzhang tampak agak bangga akan dirinya sendiri. Zhang Wuji menghujaninya dengan berbagai pujian.

Sementara mereka berbicara, jendral senior Liao Yongzhong memasuki ruangan dengan langkah lebar. Setelah membungkuk hormat kepada Zhang Wuji, ia berbisik di telinga Zhu Yuanzhang, “Dia tertangkap!”

“Bagus sekali!” jawab Zhu Yuanzhang.

Tiba-tiba dari luar pintu seseorang berteriak nyaring, “Tidak adil! Tidak adil!”

Zhang Wuji mengenali suara yang berteriak ‘Tidak adil’ itu sebagai suara Han Lin’er. “Apa itu Han Xiongdi?” tanyanya, tercengang. “Apa yang terjadi?”

Zhu Yuanzhang berkata, “Lapor, Jiaozhu! Pengkhianat ini, Han Lin’er, bersekutu dengan para Tartar, dia ingin menjatuhkan partai kita dengan cara menyambut dari dalam terhadap serangan dari luar.”

Zhang Wuji lebih terkejut lagi. “Han Xiongdi orang yang sangat setia dan lurus, bagaimana hal semacam ini bisa terjadi? Cepat bawa dia masuk, aku ingin menemuinya sendiri…” Ia belum menyelesaikan kalimatnya ketika tiba-tiba merasa kepalanya pusing. Langit tampak kabur dan bumi menjadi gelap ketika ia kehilangan kesadaran.

Ketika tersadar, ia merasa persendiannya terikat oleh tali yang berat dan kasar. Memandang ke sekeliling, yang bisa dilihatnya hanya kegelapan. Kekagetannya sungguh tidak ringan. Untungnya ia merasa sesosok tubuh yang lembut bersandar di dadanya. Ternyata Zhao Min dan dia sendiri diikat bersama, hanya saja Zhao Min belum sadar.

Setelah memikirkan semuanya Zhang Wuji sadar bahwa Zhu Yuanzhang pasti berada di balik semua ini. Kemungkinan besar ia merasa bahwa Ming Jiao akan sukses di masa depan, lalu secara alamiah, dan memang berhak, Zhang Wuji akan menjadi seorang kaisar. Karena itu, ia menaruh obat-obatan tertentu yang sangat keras di dalam minuman Zhang Wuji dengan tujuan untuk membunuhnya setelah itu.

Zhang Wuji menyalurkan qi ke seluruh tubuhnya, dan tidak menemukan ada sesuatu yang tidak biasa di dada dan perutnya. Tenaganya masih tetap sama. Dalam hati ia mencibir dan berpikir, “Jadi mereka pikir bisa mengikatku hanya dengan tali ini? Kurasa tidak segampang itu. Sekarang ini Min Mei belum sadar, tidak usah buru-buru pergi. Begitu fajar tiba, aku akan membongkar rencana pengkhianatannya di depan semua anggota Ming Jiao.” Karenanya ia beristirahat dengan tenang untuk memulihkan tenaganya.

Sekitar dua jam kemudian, ia mendadak mendengar ada beberapa orang memasuki ruangan sebelah. Setelah mereka berbicara, ia segera mengenali suara Zhu Yuanzhang, Xu Da dan Chang Yuchun.

ia mendengar Zhu Yuanzhang berkata, “Orang ini mengkhianati partai kita, menyerah kepada Dinasti Yuan. Bukti-buktinya sudah jelas. Tidak usah diragukan lagi. Aku sakit hati kalau memikirkannya. Saudara-saudara, menurut kalian apa yang harus kita lakukan?” Tanpa menunggu jawaban Xuda dan Chang Yuchun ia melanjutkan, “Mata dan telinga orang ini tak terhitung banyaknya. Dia punya teman-teman yang bisa dipercaya di dalam pasukan, tersebar di mana-mana. Kita sebaiknya menyebutkan namanya.”

Terdengar suara Xu Da menjawab, “Zhu Dage, untuk sukses dalam urusan penting, kita tidak boleh melibatkan diri dengan urusan kecil, kita harus membabat rumput sampai ke akar-akarnya. Jangan tinggalkan masalah yang bisa timbul di masa depan.”

“Tapi bajingankecil ini sebelumnya adalah atasan kita,” kata Zhu Yuanzhang. “Kita tidak bleh melupakan kebaikan dan melanggar keadilan. Ini prinsip dasar kita.”

Chang Yuchun berkata, “Kalau Dage takut dengan membunuhnya pasukan kita akan berontak, tak ada salahnya kalau kita bertindak diam-diam, maka nama baik Dage tidak perlu dilibatkan.”

Zhu Yuanzhang diam beberapa saat sebelum berkata, “Karena Xu Xiong dan Chang Xiong sudah bilang begitu, kita akan menangani dia dengan cara itu. Hanya saja, bajingan kecil ini sudah menunjukkan sikap baik kepada orang-orang di partai kita, dan juga, kalian berdua punya hubungan baik dengan dia. Kita harus menjaga hal ini jangan sampai bocor keluar. Aih, memikirkan bahwa kita harus membunuhnya hari ini membuatku tidak tahan.”

Xu Da dan Chang Yuchun berkata, “Kita tidak boleh menempatkan hubungan pribadi dan teman-teman di atas tugas besar untuk memulihkan negara.” Setelah selesai bicara, mereka bertiga keluar ruangan.

Zhang Wuji menghirup udara dingin sebanyak mungkin. Degan segera ia mengerahkan tenaga dalamnya untuk memutuskan tali yang mengikat tubuhnya. Sambil menggendong Zhao Min, ia diam-diam memanjat dinding dan berjalan keluar.

Bersandar di dinding ia tak bisa menahan aneka macam perasaan berkecamuk di hatinya. “Pengkhianat Zhu Yuanzhang itu melupakan budi dan melanggar keadilan, aku bisa menerimanya. Tapi Xu Dage dan Chang Dage punya hubungan istmewa denganku, tak kuduga mereka juga sanggup mengkhianati aku. Mereka bertiga punya tanggung jawab besar di dalam pasukan pemberontak. Kalau langsung kupukul mati, aku takut akan terjadi perpecahan di kubu pasukan kita. Aku, Zhang Wuji, tidak pernah mengejar nama atau kedudukan. Xu Dage, Chang Dage, kalian berdua sunggub terlalu memandang rendah aku.” Setelah berpikir lama, akhirnya ia membawa Zhao Min pergi dari situ tanpa bersuara.

Setalah tiba dengan selamat di luar kota, ia menulis sebuah surat, menunjuk Yang Xiao sebagai ketua yang baru, tetapi ia tidak menulis sepatah kata pun mengenai apa yang terjadi di Haozhou.

Sama sekali tidak pernah terpikir oleh Zhang Wuji bahwa orang yang dibicarakan oleh Xu Da dan Chang Yuchun ketika mereka menyebut ‘bajingan kecil’ itu sebenarnya adalah Han Lin’er. Mereka bahkan tidak tahu bahwa Zhang Wuji sedang berada di Haozhou. Segalanya sudah diatur secara diam-diam oleh Zhu Yuanzhang. Ia ingin membuat Zhang Wuji kecewa, dan dengan sukarela mengundurkan diri. Pertama-tama, Zhu Yuanzhang sangat takut akan keberanian Zhang Wuji yang tak terukur. Kedua, Zhang Wuji adalah Jiaozhu dari partai mereka, yang dipandang sangat tinggi oleh semua orang di Ming Jiao. Katakanlah ia ingin membunuhnya, Zhu Yuanzhang juga tidak punya cukup keberanian untuk melakukannya. Kalaupun ia sukses membunuhnya, tapi kalau terjadi sedikit saja kesalahan dalam rencananya, dan sapai bocor keluar, maka konsekuensinya akan menghancurkan bagi dirinya sendiri.

Zhu Yuanzhang sangat memahami bahwa Zhang Wuji menempatkan urusan penting untuk memulihkan negara di atas segala-galanya. Terlebih lagi, ia menyayangi Xu Da dan Chang Yuchun sebagai saudara sendiri. Begitu Zhang Wuji mendengar pembicaraan mereka, ia akan pergi sendiri secara diam-diam.

Seperti yang sudah diperkirakan, semuanya berjalan mulus seperti yang diantisipasi oleh Zhu Yuanzhang. Meskipun ilmu silat Zhang Wuji sangat tinggi dan tak tertandingi di masa itu, tetapi dalam hal perencanaan dan ilmu pengetahuan, ia terlalu jauh di bawash Zhu Yuanzhang. Pada akhirnya ia jatuh ke perangkap paling licik dan jahat dari karakter paling ambisius dan kejam dalam generasi mereka.

Meskipun Zhang Wuji tidak pernah ingin menjadi kaisar, ia akan merasa sedih sepanjang hidupnya setiap kali Xu Da dan Chang Yuchun, yang dalam pikirannya tak punya kesetiaan dan kebaikan, melintas di pikirannya.

Mengenai tuduhan bahwa Han Lin’er berkolusi dengan Tartar dan mengkhianati negaranya, sebetulnya hal itu juga adalah Zhu Yuanzhang yang mengatur bukti-bukti palsu. Setelah kematian Han Shantong, pasukan memilih Han Lin’er sebagai komandan mereka. Dengan demikian Zhu Yuanzhang, Xu Da dan Chang Yuchun akan menjadi anak buah Han Lin’er.

Zhu Yuanzhang memalsukan surat dari Han Lin’er kepada musuh dengan meniru tulisan tangan Han Lin’er. Ia menyogok orang kepercayaan Han Lin’er untuk ‘membocorkan’ surat rahasia itu kepada Xu Da dan Chang Yuchun. Kedua orang itu mempercayainya tanpa bertanya lagi. Akibatnya mereka bersikeras untuk menyingkirkan Han Lin’er. Zhu Yuanzhang berpura-pura menegakkan kebenaran dan keadilan dengan menolak eksekusi itu. Pada saat Xu Da dan Chang Yuchun berkali-kali memaksanya barulah ia ‘terpaksa’ menurutinya.

Ia menahan Zhang Wuji dan Zhao Min di ruang sebelah, tahu bahwa dengan kungfunya yang tinggi Zhang Wuji pasti akan memutuskan tali yang mengikat tubuhnya semudah mengangkat jari telunjuknya. Ia hanya takut kalau-kalau setelah membebaskan diri, Zhang Wuji akan langsung mencarinya untuk membalas dendam. Maka dari itu segera setelah selesai bicara, ia menyembunyikan diri.


Zhao Min tersadar ketika Zhang Wuji sedang menulis surat pengunduran diri dan penunjukan Yang Xiao sebagai Ketua Ming Jiao yang baru. Ia segera tahu bahwa mereka telah termakan oleh rancangan Zhu Yuanzhang, tetapi ia tidak terlalu heran. Di sela-sela menulis Zhang Wuji menceritakan apa yang telah terjadi, tetapi sebenarnya Zhao Min tidak yakin akan kesimpulannya. Ketika dilihatnya Zhang Wuji selesai menulis tetapi tidak segera meletakkan kuasnya kembali ke tempat semula, ia memperhatikan ekspresi mukanya yang tidak senang.

Zhao Min mengusik lamunannya dengan berkata, “Wuji Gege, kau masih ingat tiga hal yang kau janjikan kepadaku? Yang pertama adalah melihat Tulong Dao, dan kedua adalah supaya kau tidak menikahi Zhou Jiejie di Haozhou itu. Jadi dua hal itu sudah selesai. Aku masih punya permintaan ketiga untukmu, pokoknya kau tidak boleh mengingkari janjimu sendiri ya.”

Zhang Wuji terkejut, lamunannya buyar. “Kau… kau masih punya akal bulus macam apa lagi sekarang?” katanya, agak curiga. Tapi kemudian ia tersenyum. “Baiklah, mungkin kita akan pergi ke wilayah Barat.”

“Ah, bukan itu maksudku,” kata Zhao Min.

“Jadi?”

Zhao Min tersenyum manis dan berkata, “Alisku terlalu tipis. Kau pasti bisa membuatnya tebal dengan kuasmu. Urusan ini pasti tidak bertentangan dengan aturan Wulin tentang sikap pendekar, kan?”

Zhang Wuji mengangkat kuasnya sambil tertawa dan berkata, “Mulai sekarang aku akan menggambar alismu setiap hari.”

Tiba-tiba dari luar jendela terdengar suara cekikikan lembut, lalu sebuah suara berkata, “Wuji Gege, kau juga berjanji untuk melakukan satu hal untukku.” Itu suara Zhou Zhiruo.

Zhang Wuji begitu terpaku pada isi surat yang ditulisnya sampai tidak mendengar ketika Zhou Zhiruo tiba di luar jendela. Palangnya perlahan-lahan terbuka dan wajah cantik Zhou Zhiruo muncul dari situ. Di bawah cahaya lilin, ia tampak seperti tersenyum, tapi sebetulnya ia tidak sedang tersenyum.

Tiba-tiba Zhang Wuji merasa tidak nyaman. Karena suatu hal ia hampir melupakan urusan ini, sekarang ia samar-samar bisa merasakan sebuah mimpi buruk tengah mendatanginya. “Kau… apa yang kau inginkan?”

Kali ini Zhou Zhiruo sungguh-sungguh tersenyum, lalu berkata, “Aku belum memikirkannya sekarang, tapi waktu kau dan Zhao Jia Meizi siap untuk membungkuk ke Surga dan Bumi, aku yakin aku akan punya ide untuk melakukan sesuatu.”

Zhang Wuji berpaling ke arah Zhao Min, lalu kembali menatap Zhou Zhiruo. Seketika itu ia merasa sejuta pikiran hinggap di benaknya dan tidak mau pergi. Ia tidak yakin harus bahagia atau cemas. Tangannya gemetar dan kuasnya jatuh ke meja.

Footnotes

  1. Lu Guanying adalah putra dari murid Huang Yaoshi, Lu Chengfeng. Mereka adalah majikan Rumah Awan yang terletak di Danau Tai.

  2. Xie Xun (謝遜) adalah salah seorang ‘Raja’ di Ming Jiao yang berjuluk ‘Raja Singa Berambut Emas’, atau Jin Mao Shi Wang (tradisional: 金毛獅王, disederhanakan: 金毛狮王). Ia adalah ayah angkat Zhang Wuji dan sekaligus kakak angkat kedua orang tuanya, Zhang Cuishan dan Yin Soso.

  3. Wu Mu Yi Shu (武穆遗书) adalah sebuah tulisan yang diwariskan oleh jendral besar Yue Fei dari Dinasti Song Selatan sebelum meninggal karena hukuman mati yang dijatuhkan negara kepadanya. Hukuman mati tersebut sangat kontroversial dan diduga adalah akibat kesalahan kaisar yang ingin mempertahankan tahtanya. Saat itu kalau ia mendukung Yue Fei, maka kaisar sebelumnya, yang saat itu ditawan oleh bangsa Jin, akan bebas, yang berarti merugikan dirinya. Buku ini berisi strategi militer dan beberapa puisi karangan Yue Fei. Wumu adalah sebutan lain untuk Jendral Yue Fei. Karakter Wu (武) itu sendiri berarti ‘Ilmu Perang’ atau ‘Ilmu Silat’.

  4. Jun Zhu (君主) adalah gelar kebangsawanan bagi seorang perempuan. Ayah Zhao Min bukan seorang bangsawan, ia seorang Menteri Urusan Perang dan Jendral dari Dinasti Yuan, yang berasal dari suku Naiman. Gelar itu adalah anugerah dari Kaisar Toghon Temur bagi Zhao Min. Tepatnya ia bergelar Shao Min Junzhu.

  5. Mei Zi (妹子), hampir sama seperti Mei Mei, adalah panggilan kepada seorang adik perempuan, tetapi dalam arti yang lebih intim.

  6. Xiao Yin Zei (小淫贼) bisa diartikan ‘Si Cabul Cilik’. Sebutan Yin Zei itu biasanya dikenakan bagi para penjahat cabul yang dicap suka merusak kehormatan para wanita. Dengan kata lain adalah ‘Mata Keranjang’, tetapi efek dari istilah ini jauh lebih tajam ketimbang menyebut seseorang ‘Mata Keranjang’ di dunia modern ini. Tambahan karakter Xiao itu berarti orang yang dimaksud masih kecil atau masih sangat muda.

  7. Lao Ren Jia (老人家), secara literal berarti ‘Orang Tua’.

  8. En Shi (恩师), artinya sama dengan Shifu (师父), yaitu ‘Guru’. Tambahan En (恩) di depan itu membuatnya menjadi ‘Guru Yang Mulia’, seorang guru yang dianggap sekaligus sebagai seorang penyelamat.

  9. Sejak jaman sebelum masehi, istilah Xiong Nu (匈奴) dipakai untuk mewakili suku-suku nomad pada umumnya. Kalau kita memasukkan kedua karakter tersebut ke kotak Google Translate, hasil yang kita dapatkan adalah ‘Huns’. Di era Dinasti Han dan Tang, semua suku di luar Tembok Besar Tiongkok akan dipandang secara umum sebagai Xiong Nu, tanpa memperhatikan secara lebih mendetil dari suku mana mereka berasal. Qin Shi Huang tidak dapat mengatasi suku-suku Utara, karena itu ia mendirikan tembok raksasa itu. Tetapi orang cenderung melupakan fakta penting bahwa di jaman Dinasti Shang, Ratu Fu Hao justru berasal dari suku Utara, dan ia seorang jendral yang hebat.

  10. Di semua cerita silat, istilah Wu Lin (武林) dan Jiang Hu (江湖) akan selalu diartikan sebagai ‘Dunia Persilatan’. Secara literal kedua istilah ini sebenarnya berbeda. Wulin terdiri dari karakter 武 yang bermakna ilmu bela diri, dan 林 yang berarti ‘Hutan’, maka bisa diartikan ‘Rimba Persilatan’. Sedangkan Jianghu secara literal bermakna ‘Sungai dan Danau’, karakter 江 adalah istilah lama untuk ‘Sungai’, yang biasanya mengacu kepada Sungai Yangtze, dan karakter 湖 adalah danau. Ini maknanya adalah ‘Penjelajah sungai dan danau’, alias ‘Kehidupan Mengembara’.

  11. Qian Kun Da Nuo Yi (乾坤大挪移) adalah puncak dari ilmu silat Ming Jiao. Nama ini sendiri bermakna ‘Perpindahan Besar antara Langit Dan Bumi’.

  12. Ling She Dao (灵蛇岛), dalam hal ini kita sederhanakan menjadi ‘Pulau Ular’. Karakter tambahan Ling (灵) ini bisa diartikan ‘Spirit’ atau ‘Roh’. Tapi nama ‘Pulau Roh Ular’ tidak enak disebut atau dibaca.

  13. Karena karakteristik Manikeisme, mereka selalu tersudut dan dianggap sesat di mana-mana, karena itu para anggotanya selalu dalam keadaan siaga untuk berpindah tempat atau mengalami aneka macam perubahan hidup. Dalam kondisi demikian memiliki sebuah keluarga besar adalah sangat tidak praktis dan dianggap penghalang bagi kemajuan sekte. Inilah alasan utama mengapa para pengikut Manikeisme lebih cenderung hidup bersama tanpa menikah dengan hanya seorang wanita. Ini juga yang terjadi dengan Agustinus dari Hippo. Meskipun ia hidup bersama dengan seorang wanita tanpa menikah, tetapi ia bukan memiliki beberapa perempuan.

  14. Dadu (大都) dalam aksen Mongolia bisa ditulis Daidu, secara literal berarti ‘Ibukota Besar’ atau ibukota utama, adalah ibukota utama Dinasti Yuan. Orang-orang Mongolia menyebutnya ‘Kota Para Khan’, atau Khanbaliq. Kota ini di jaman moden adalah Beijing.

  15. Tepuk tangan yang dimaksud bukan dalam arti ‘bersorak’. Sikap ini adalah mempertemukan telapak tangan dari kedua belah pihak yang sedang mengikat perjanjian untuk memateraikan perjanjian tersebut. Sikap ini seperti berjabat tangan di jaman modern.

  16. Biao Mei (表妹) adalah sebutan untuk seorang adik sepupu perempuan.

  17. Yin Li memakai istilah Chou Ba Guai (丑八怪), yang secara umum berarti ‘Orang yang sangat jelek’. 2

  18. Jiu Yang Shen Gong (九阳神功) adalah ilmu tenaga dalam pertama yang dipelajari Zhang Wuji dalam keadaan terdesak akibat luka dalam yang parah ketika masih berusia sepuluh tahun. Ilmu ini adalah kebalikan dari tenaga dalam yang berasal dari Jiu Yin Zhen Jing milik Zhou Zhiruo, Kalau ilmu Zhou Zhiruo bersifat dingin/feminin, maka ilmu ini bersifat panas/maskulin. Istilah ini sendiri bisa diterjemahkan menjadi ‘Tenaga Dewa Sembilan Matahari’.

  19. Lao Tian Ye (老天爺), secara literal berarti ‘Majikan Langit Tua’. Ini cara orang Tionghoa jaman itu memanggil Tuhan.

  20. Istilah yang dipakai Yin Li adalah Duan Ming Gui (短命鬼), Setan yang berumur pendek.

  21. Xiao Mei (小妹) adalah panggilan untuk diri sendiri bagi seorang perempuan, biasa digunakan ketika berbicara dengan orang yang dianggap lebih tua atau lebih terhormat. Ini adalah bahasa pergaulan yang ‘sopan’ dan agak formal.

  22. Jiu Jiu (舅舅) adalah sebutan untuk seorang Paman dari pihak ibu — saudara laki-laki ibu. Di Indonesia kita tidak membedakan antara seorang paman dari pihak ayah atau ibu. Umumnya kita sebut Pak De, Pak Lik, atau Om. Di Tiongkok atau di antara orang-orang keturunan Tionghoa yang masih memelihara tradisi ini, sebutan untuk saudara laki-laki dari pihak ayah adalah Shu Shu (叔叔). Sebutan Shushu lebih umum, dan bisa dipakai untuk memanggil salah seorang teman akrab ayah kita. Istilah Jiujiu ini dalam dialek Hokkian, atau yang lebih sering kita dengar di kalangan masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah ‘Engku’.

  23. Shi Bo (師伯) atau ‘Paman Guru’ adalah sebutan untuk saudara seperguruan yang lebih tua dari sang guru/ayah. Karena dalam hal ini ayah Wuji adalah murid ke-5, maka ia harus memanggil Song Yuanqiao, Yu Lianzhou, Yu Daiyan dan Zhang Songxi dengan sebutan ini. Tambahan di depan adalah urutan kekeluargaan dari yang bersangktan sendiri. Bagi Song Yuanqiao karakter di depan itu adalah Da (大), alias ‘Besar’ atau ‘Tertua’, karena ia adalah murid pertama Zhang Sanfeng. Meskipun dalam bahasa Indonesia juga akan diterjemahkan ‘Paman Guru’, tetapi Zhang Wuji harus memanggil Yin Liting dan Mo Shenggu dengan sebutan Shi Shu (師叔), karena urutan mereka lebih rendah atau lebih muda ketimbang ayahnya.

  24. Istilah Tai Shifu (太师父) ini bisa diterjemahkan menjadi ‘Guru Besar’, atau dalam konteks Zhang Wuji kepada Zhang Sanfeng adalah ‘Kakek Guru’.